Ketika membaca tulisan mbak Theresa di sini tentang sulitnya bahasa Jawa, kemudian malah mengingatkanku bagaimana kesulitanku menerangkan kepada Leo tentang arti sebuah kata dalam bahasa Jawa. Bahasa kan tidak hanya mengandungi arti tetapi juga rasa, belum lagi tergantung konteks kapan suatu kata bisa digunakan. Tapi paling tidak ada beberapa kata yang Jawa yang aku ajarkan pada Leo, misalnya nggregesi, diwut-diwut, sipat kuping dsb.
Leo paling terkesan dengan kata "diwut-diwut" (berbulu tebal). Mungkin kata ini dianggap lucu. Aku menjelaskan bahwa biasanya diwut-diwut ditujukan untuk anjing yang bulunya tebal. Karena bulunya tebal, biasanya anjing tersebut cute, pokoknya lucu menggemaskan (walaupun aku ini takut sama anjing, sekecil apapun anjing tersebut). Akhirnya setelah berdebat panjang, kami punya kesepakatan bahwa diwut-diwut itu dalam bahasa Inggrisnya adalah "hairy" (lha mbuh itu bener atau enggak, tolong bagi yang bisa berbahasa Inggris dikoreksi, apakah terjemahan ini benar atau salah).
Cuma dia tanya:
"Kenapa kok diwut-diwut selalu ditujukan untuk anjing? Padahal kan kucing bisa juga diwut-diwut"
"Lha nggak tahu kenapa untuk anjing, tapi memang biasanya memang kata ini untuk anjing bukan untuk binatang lainnya"
Aku juga kemudian berpikir, kenapa cuma untuk anjing ya. Padahal di sini banyak juga kucing yang bulunya tebal dan panjang, nggak seperti di Indonesia yang biasanya kucing bulunya pendek (dan kelet, meminjam istilahnya mbak Theresa).
Waktu aku tanya mbak Theresa tentang penggunaan kata diwut-diwut, mbak Theresa bilang:
"Diwut-diwut biasanya untuk anjing lha soale kucing Jawa wulune kelet tapi klo ada kucing wulune diwut2 yo piye maneh?"
Waktu itu Leo masih belum puas dengan jawabanku, kok diwut-diwut cuma ditujukan untuk anjing, kenapa bukan untuk lainnya. Mengapa juga bukan untuk manusia yang banyak bulunya atau manusia yang punya rambut tebal di kepala serta kumis dan jambang tebal di mukanya. Aku bilang kalau untuk manusia nggak bisa karena kita kan belum pernah menemui manusia yang punya bulu seluruh tubuhnya. Tapi kemudian dia malah nanya:
"Lha kalau gorila gimana? Dia kan diwut-diwut juga to......"
Aduh...susah amat sih. Sudah dikasih tahu kalau diwut-diwut itu untuk anjing, malah masih nanya kalau gorila gimana. Tapi untuk sementara (sebelum aku punya argumentasi yang tepat untuk itu), dia "terpaksa" menerima bahwa diwut-diwut biasanya ditujukan untuk anjing.
Dari pembicaraan kami tentang diwut-diwut, dia tiba-tiba kemudian menjadi pengamat berbagai macam anjing. Setiap kali kami jalan-jalan di park atau dimanapun juga, kalau dia melihat ada anjing diwut-diwut dia pasti akan selalu berkomentar: "Dat hond is diwut-diwut (anjing itu diwut-diwut)". Bahkan pernah dia pulang dari suatu tempat, cepat-cepat (sebelum lupa) kata-kata yang dia ucapkan pertama kali adalah:
"Today I saw a diwut-diwut dog in the metro...."
Ada pendapat tentang kata "diwut-diwut" ini? Supaya nanti kalau aku ditanya lagi sama Leo nggak cuma sekedar: "pokoknya....diwut-diwut itu biasanya untuk anjing" Kata "pokoknya" kan kayak kata tersebut sudah undebatable alias tidak dapat diperdebatkan lagi, padahal sih kan masih terbuka ruang untuk dibatable. Atau ada yang punya kamus bahasa Jawa?
PS: Foto yang aku pasang, aku ambil dari internet tapi lupa sumbernya dari mana.