Aku baca di Detik.com kalau Jamaah An Nadzir, salah satu komunitas di Sulawesi Selatan, menetapkan 1 Syawal 1429H pada hari Senin, tanggal 29 September 2008. Keputusan ini diambil setelah mereka melihat air pasang di pantai Kalongkong desa Bontosungu, Galesong Utara, Takalar. Menurut mereka pada saat air pasang, posisi bulan, matahari dan bumi sejajar. Karena itu mereka memutuskan 1 Syawal pada hari Senin kemarin. Berita bisa dilihat disini. Selain berdasarkan bulan terbit (Syawal), mereka juga melihat gejala alam lainnya seperti hujan dan guntur (aku baca berita ini di detik.com tahun sebelumnya di sini).
Terlepas keputusan tersebut benar atau salah untuk berlebaran pada hari Senin kemarin, salah satu hal yang menarik bagi saya adalah mereka menentukan hari lebaran dengan menggunakan patokan alam dengan kasat mata (maksudnya ngga pake alat-alat canggih). Mungkin pengetahuan tersebut ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini juga mengingatkanku pada petani kita dulu yang juga menggunakan fenomena alam untuk menentukan waktu tanam dsb (lha mbuh, ngga tahu itu apakah sekarang pengetahuan tersebut masih dimiliki oleh para petani generasi sekarang setelah adanya varietas padi baru, global warming, perubahan cuaca dsb).
Hal lain yang menarik bagi saya adalah tentang hubungan bulan dan air pasang. Terus terang di umurku yang ke-44, aku kok masih ngga gitu mudeng tentang hubungan antara bulan dan air pasang (norak.com ya). Padahal itu kan pelajaran fisika SMP yak? Mungkin dulu pas pelajaran itu, aku ngga masuk sekolah (halah alasan!). Atau waktu guru menerangkan itu, aku tertidur atau waktu itu pikiranku kemana-mana (salah satunya kok ya ngga bel-bel to ya ya...padahal sudah laper pengin makan bekal makanan dari rumah. hi...hi...hi....).
Akhirnya untuk mengurangi kadar ketidaktahuanku (yang super kebangeten), aku tanya Leo tentang hubungan antara bulan dan air pasang. Maklum dia kan lebih mudeng kalau masalah fisika (wong dulu dia di sekolah katanya nilai fisika dan kimianya bagus walaupun aku belum pernah lihat langsung nilai rapotnya, jadi percaya aja deh...). Ini penjelasan singkat dia, semoga aku ngga salah tangkep:
"Bulan juga punya daya gravitasi. Dengan gravitasi tersebut, bulan menarik air. Pada saat itulah terjadi air pasang. Belahan bumi yang pada saat itu tidak dilewati oleh bulan, airnya surut. Jadi itulah mengapa ada hubungan antara bulan dengan pasang surutnya air laut....."
"O...gitu......" Sambil manthuk-manthuk. Mungkin Leo mikir, begini aja kok ngga tahu.
"Terus kalau pengin tahu masalah per-bulan-an, termasuk posisi bulan, pake ilmu astrologi atau astronomi?" Maklum, aku sering kebalik-balik.
"Lha kalau astrologi kan nanti hubungannya sama fortune teller......" Leo mungkin makin prihatin dengan pengetahuan istrinya yang parah.
Aku kemudian mengalihkan pembicaraan.
"Apakah ada hubungan antara global warming dengan air pasang"
"Ya ada....tapi ngga ada hubungannya dengan bulan....."
"Lha kalau itu sih aku tahu kalau ngga ada hubungannya dengan bulan......"Kataku dengan pe-denya walaupun masih menunggu penjelasannya.
"Global warming membuat es di kutub mencair. Air itu kemudian mengalir ke laut kemana-mana. Inilah yang menyebabkan air laut naik......"
"Berarti bisa mengalir ke laut-laut di ekuator juga?" (dalam hati, gebleg juga aku nanya ini)
"Ya tentu bisa, namanya juga air, suka-suka dia. Kalau nanti panas kan air akan terevaporasi...."
Pada saat itu: Aku memasang muka serius, berpikir keras, kalau perlu dahi dikerutkan. Kemudian bereaksi:
"Enak juga ya jadi air. Mau kemana-mana bisa dan gampang, tinggal mengikuti hukum alam. Ngga perlu punya passport, ngga perlu bikin visa, ngga perlu lewat loket imigrasi, ngga perlu punya verblijfsvergunning (stay permit), ngga perlu bayar fiscal tax, ngga perlu naik pesawat, ngga perlu book tiket, ngga perlu bayar airport tax, ngga perlu nukerin duit ke dollar, euro, rupiah, ngga perlu........"
Masih banyak daftar "ngga perlu" yang aku lontarkan.
Leo: "!@!#@$€%$€/,.^&*^*()_+{}:"|<>?????????????"
Tambahan: Gambar aku ambil dari Free 4U Wallpapers.