Waktu mudik lalu, aku melihat banyak banget spanduk gambar para calon eksekutif tingkat daerah (bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota) dipasang di jalan-jalan dan di gang-gang. Terus terang aku ngga ingat baik gambar ataupun nama-nama mereka, wong saking buanyaknya. Jadi kalau aku disuruh milih gubernur dan walikota, aku juga ngga tahu siapa yang harus aku pilih. Lha wong wajahnya aja lupa, apalagi programnya.
Kabarnya menjelang pemilu sekarang ini malah makin parah. Rasanya ngga ada jalan, pengkolan ataupun gang yang ngga ada spanduknya. Para calon ini bener-bener memanfaatkan waktu kampanye sebaik-baiknya, bahkan kadang berlebihan. Siapapun nyalon, dari mulai artis sampai dengan anggota partai. Sebagai rakyat, aku bingung mau nyoblos siapa waktu pemilu nanti. Semua menyebar janji pada pesta demokrasi ini. Setelah terpilih, ya nanti dulu, tidak ada jaminan kalau janji tersebut ditepati.
Melihat begitu maraknya mereka nyalon, aku yo ngga mau kalah. Aku juga nyalon. Tapi aku nyalonnya ngga butuh teriak-teriak, ngga pake menyebar janji, ngga pake mengumpulkan massa, ngga memasang spanduk yang kadang bisa bikin kota kotor. Nyalonku rileks, santai, yang penting tujuan tercapai!!!
Aku nyalon di Depok. Berangkat jam 8, sampai rumah jam 8 malam (karena pulangnya hujan, jalan macet, ngga ada angkot...hi...hi...hi...kayak Cinta Laura, udah ujan becek ngga ada ojek). Leo ngga ikut, soalnya laki-laki biasanya ngga sabar kalau istrinya nyalon. Jadi mendingan dia ditinggal di rumah untuk jaga rumah.
Pokoknya setelah nyalon, rasanya santai, enak, bersih. Lha gimana ngga enak, wong pertama seluruh badan dipijit, terus dilulur, setelah itu disuruh mandi pake air anget, kemudian dikasih minum anget pake ramuan tradisional. Wangi, manis dan enak. Setelah itu facial, totok wajah, diberisihin kuping. Pokoknya beberapa kali sempat tertidur selama nyalon.
Setelah selesai wajah, giliran rambut dikeramas, creambath, potong, di-blow, pokoknya komplit. Terus masih ada pedicure dan menicure......pokoknya dari ujung rambut sampai ujung kaki lengkap. Karena mbak-mbaknya banyak (dan ramah-ramah), dan waktu itu hari kerja, aku ngga pernah harus nunggu giliran dari satu tahap ke tahap yang lain.
Walaupun salonnya kecil tapi peralatannya menurutku cukup lengkap. Tersedia juga ruang khusus untuk sholat.
Berapa biayanya? Cuma 350 ribu rupiah saja. Aku sebut "cuma" karena sebelum mudik, aku potong di sini, dan harus keluar 22,5 Euro hanya sekedar potong rambut thok, ngga pake dikeramas, ngga pake dikeringin pake hair dryer. Setelah bayar, dalam hati ngomel uring-uringan. Sialan....cuma potong aja 22,5 Euro (pada waktu itu 1 Euro sekitar Rp.12.500,-).
Ketika masih di salon, adikku telpon dari kantor ke HPku, dia bilang:
"Dimana sekarang? Dicariin tuh sama laki lu. Dia sms aku, nanyain kamu dimana kok ngga pulang-pulang......"
Aku lupa kasih tahu nomor HPku yang baru ke Leo (aku waktu itu memang baru saja beli nomor Simpati baru). Terus aku telpon Leo:
"Sorry, aku masih di salon.....kan aku sudah bilang, aku ke salon, ngga kemana-mana"
"Ngapain aja ke salon sampai lebih dari 10 jam gitu? Aku kalau potong rambut ke kapper cuma butuh waktu 15 menit, ini sampai 10 jam lebih ngga ada berita.........aku khawatir terjadi apa-apa denganmu. Sudah gitu, aku ngga punya nomor HPmu......"
"Sorry...sorry....Lha aku kan sudah bilang, aku mau facial, creambath dll...."
"Masak gitu aja sampai seharian??????????"
Dia bener-bener bingung, ngga mudeng sama sekali, nyalon aja kok bisa sampai lama gitu. He...he...he...ternyata aku harus menerangkan lebih rinci lagi ke dia, kalau nyalon di Indonesia itu bisa berjam-jam......dan harganya murah.....coba kalau di sini, nyalon kayak gitu bisa kena ratusan yuro.
PS. Waktu itu aku juga ketemu Linda yang juga ikutan nyalon. Tapi dia nyalonnya bentar, soalnya cuma memanfaatkan waktu jam makan siang. Kapan-kapan kita nyalon lagi ya Linda.......terus siapa tahu setelah itu kita bisa nyapres. he...he...he...