Leo menjuluki restoran-restoran mahal dengan kalimat: "Big plate but small portion. After finishing your meal, you have to go to Mc Donalds because you are still hungry"
Restaurant kayak gini biasanya harganya muahal tapi porsinya kuecil. Nggak cocok buat porsi working class atau kuli kayak kami. Sudah harganya bikin sakit jantung, porsinya nggak cukup untuk mengobati sakit kantong dan jantung. Makin mahal harga di suatu restoran, makin kecil porsinya, itu kata Leo.
Bulan lalu perusahaan tempat Leo bekerja menyelenggarakan dinner untuk staffnya. Biasalah ini dinner tahunan. Yang dipilih adalah restoran yang menurut kami cukup mahal harga menunya soalnya hidangan yang keluar sesuai dengan ungkapan Leo: "Big plate but small portion"
Sebelum makan, semua staff yang berusia 50 tahun plus diminta untuk membuka botol champagne dengan menggunakan pedang. Leo bilang:
"This makes me feel old. Kenapa sih harus ada istilah 50+. Itu namanya diskriminasi"
Walaupun sambil ngomel, dia maju juga beserta 4 orang lainnya. Leo berhasil membuka botol dengan pedang panjang dengan sekali sambit. Terus isinya muncrat keluar... cuurrrrrrrrrrrrrrrrrrr.... Akhirnya setiap orang dikasih segelas champagne walaupun kami nggak minum. Gelasku aku kasih Andre yang kebetulan duduk di sebelahku. Aku nggak tahu, champagne jatahnya Leo siapa yang minum.
Di meja tersedia roti kayak french bread. Disediakan juga dua macam saos yaitu olive dan tomat yang dirajang lembut. Yang jadi masalah adalah porsinya kecil banget. Ada dua wadah dan masing-masing wadah cuma tersedia beberapa potong roti. Meja kami berisi 13 orang, akhirnya setiap orang saling tunggu karena nggak ada yang berani memulai. Setelah ada seseorang yang berani memulai, yang lain mengikuti. Tapi kemudian tidak ada yang berani mengambil lagi karena takut yang lain nggak kebagian.
Hidangan pembuka akhirnya datang. Leo dan aku memilih salmon asap yang didalamnya diisi mbuh apa gitu. Rasanya sih ada mayonaise nya. Aku sudah kelaparan, jadi yo wis nggak mikir, itu dibumboni apa. Yang penting makan. Cuma sebetulnya waktu hidangan tersebut keluar, aku sudah was-was. Lha gimana nggak was-was, wong salmonnya ukuran kuecil tapi piringnya guedenya sak ho-hah. Pasti hidangan selanjutnya nggak akan jauh berbeda.
Hidangan selanjutnya datang setelah setengah jam. Tiap orang dikasih gelas kecil berwarna cairan coklat. Di permukaan cairan tersebut mengambang beberapa irisan jamur merang yang dirajang tipis banget. Dick yang duduk di seberang Leo bilang:
"De soep is niet slecht.... ok.... het is lekker...."(supnya nggak jelek, enak kok). Sandria, istrinya menimpali:
"Menurutku sih ini bukan sup, tapi bouillon (kaldu)" Aku bilang:
"Lho ini sup to? Volgens mij is het water...."(menurutku sih air).
Lha gimana nggak disebut banyu (air), wong sop kok isinya cuma cairan bening thok, nggak ada isinya apa-apa kecuali beberapa irisan tipis jamur yang kemambang (mengapung). E... begini to kalau orang kaya makan. Dikasih banyu thok kok sudah cukup puas. Rasanya memang enak, tapi kalau untukku yo kurang kalau cuma kayak gitu.
Hidangan utama keluar lebih lama lagi. Ada kali kalau 2 jam-an. Kami semua sudah kaliren alias kelaparan. Lha gimana nggak kaliren, wong untuk persiapan makan malam biasanya tiap orang tidak makan siang atau makan siang cukup sedikit. Sambil menunggu untuk mengisi perut, kami minum en minum en minum.... akhirnya aku bolak-balik ke wc. Wis jan nggak cocok restoran priyayi kayak gitu untukku yang tarafnya kuli...eh...kuli saja enggak, wong aku ini pengangguran.
Hidangan utama berupa steak bagi yang non vegetarian. Bagi yang vegetarian dikasih hidangan lain. Steaknya kok rada merah gitu ya, jadi mau makan rasanya kurang tego. Tapi terus terang, hidangan ini adalah porsi terbesar dibandingkan dengan hidangan lainnya.
Selain steak, dikasih pula kentang. Cuma ya itu sekali lagi. Lha wong semeja orangnya 13 kok dikasih kentang cuma dua mangkok. Ukuran mangkoknya kayak ukuran mangkok soto, jadi bisa dibayangkan kan isi kentangnya cuma seberapa. Kentangnya berbentuk bulat-bulat kecil. Itu lho kayak bentuk fruit cocktail, diameternya sekitar 1 senti-an.
Hidangan penutup keluarnya juga lama. Semua orang sebetulnya sudah capek, perasaan semua obrolan sudah diomongin. Pasti semua orang pengin nunggu sampe hidangan penutup untuk menghormati yang sudah susah payah mengorganisasikan semuanya.
Hidangan penutup adalah soesje (kue sus) yang di dalamnya diisi es krim rasa vanila. Menurutku rasanya tidak istimewa. Rasanya biasa-biasa saja kayak es krim beli di Lidl (supermarket murah yang tersebar di Eropa). Bahkan ada es krim di Lidl yang jauh lebih enak daripada itu. Aku nggak bisa menghabiskan es krimku karena terlalu manis (wong aku sudah manis, kok dikasih manis lagi. he...he...he...). Akhirnya jatahku aku kasihkan Leo.
Begitu selesai makan es krim, kami langsung pulang. E.. enggak ding, semua orang minum kopi dulu sebelum pulang. Takut di jalan nggak bisa buka mata karena sudah malam. Aku sendiri milih minum coklat hangat karena nggak bisa minum kopi. Yang penting matak bisa dibuka.
Di jalan aku bilang sama Leo:
"Kalau nggak kemalaman, kita bisa mampir ke Mc Donalds ya. Cuma wis ngantuk" Leo bilang:
"Kita memang terlalu tua untuk begadang kayak gini...."
Lha wong makan kok lama banget. Mulai jam 18.30 dan selesai jam 23.30. Lha makan cuma sak gitu saja kok butuh 5 jam. Kami rasanya capek banget, angop (menguap) berkali-kali.
Hari Senin atau dua hari kemudian sepulang Leo dari kantor, dia bilang:
"Tadi di kantor Dick minta maaf karena dia ngambil kentangnya 3 biji. Harusnya tiap orang jatahnya 2 biji karena saking kecil porsinya"
"Ha?!?!?!?!?!?! 2 bija ya??????? aku ngambilnya malah 5 biji jé..... aduh....sorry......"
Catatan: aku nggak sempet motret semua hidangan, wong sudah kaliren. Jadi begitu makanan datang, langsung tak emplok atau minum (untuk sopnya eh...airnya), nggak nunggu lama-lama.