Aku punya pakde dan bude yang tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Timur. Mereka punya 8 anak dan anak-anak mereka sebagian besar sudah menikah dan sudah memiliki anak-anak pula. Artinya pakde-budeku ini sudah punya cucu-cucu.
Sebagian besar anak-anak dan cucu tersebut tinggal dan bekerja di Jakarta. Hanya putri tertuanya yang tinggal di sebuah desa tidak jauh dari rumah pakde-budeku ini. Dia menikah dengan seorang petani yang sangat baik dan santun. Pasangan ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang cakep dan cerdas sekali. Panggil saja namanya Alif.
Setiap Idul Fitri, semua anggota keluarga berkumpul di rumah kakek nenek mereka. Rumah pakde budeku betul-betul penuh setiap lebaran tapi rasa gembira dan suka cita selalu menyertai mereka pada hari yang fitri ini. Maklum kumpul-kumpul begitu biasanya cuma terjadi setahun sekali.
Anak-anak juga sangat menikmati masa-masa berkumpul dengan saudara-saudara sepupu mereka. Bermain, bercanda, bersuka ria bersama-sama. Kalau ada yang berantem juga wajar, tapi biasanya sih anak-anak cepat berdamai. Selain itu mereka juga saling suka pamer dengan gaya kanak-kanak. Kebetulan usia mereka juga hampir sama, kalau nggak salah antara 6 sampai dengan 8 tahunan (memang ada juga yang masih bayi atau balita, tentu saja mereka nggak ikut bermain dengan anak-anak kisaran usia tersebut). Alif waktu itu yang terkecil, bahkan belum 6 tahun tapi sudah bisa menangkap pembicaraan saudara-saudara sepupunya yang lebih besar. Begini nih pembicaraan mereka, seperti dituturkan budeku. Satu anak berkata:
“Papaku punya mobil baru. Warnanya putih, bagus lagi….” Yang lain menimpali:
“Tapi papaku punya mobil Kijang. Gede mobilnya, jadi bisa muat banyak….” Dijawab yang lain:
“Tapi papaku mobilnya lebih mahal…..”
“Emang berapa harganya?.......”
“Ya nggak tahu, tapi mobil kayak gitu kata papa mahal harganya….”
“Tapi tetap saja mobil papaku yang paling baru…..”
“Tapi kan mobil papaku bisa muat banyak orang…..”
Akhirnya terjadilah debat tentang betapa hebatnya mobil-mobil papa mereka. Yang masih diam saja adalah Alif melihat perdebatan tersebut. Maklum, ayahnya tidak punya mobil walaupun punya sawah luas. Tapi memang dia nggak kekurangan akal, dia langsung nyeletuk:
“Tapi bapakku punya SEPUR!!!”
“Ha???? Punya sepur???? Yang bener? Sepur kereta api?” Semua saudara-saudara sepupunya kaget memandang dia.
“Iya, sepur, kereta api. Guede dan puanjang banget……bisa muat banyak orang….Bunyinya tut-tut-tut dan larinya kuenceng banget. Mobil-mobil berhenti kalau sepur bapakku lewat….”
Akhirnya semua saudara-saudara sepupunya memandang dia dengan takjub dan terkagum-kagum. Lha ya coba to, punya kok sepur, apa nggak hebat banget itu. Semua mobil yang tadinya dibangga-banggain, kalah semua sama sepur. Mereka pasti mikirnya terus butuh garasi seberapa, wong mobil saja garasinya gede kok, apalagi kok sepur. Tentu butuhnya nggak hanya sekedar garasi, tapi stasiun. Akhirnya mereka semua mendengar cerita Alif tentang sepur bapaknya dengan seksama dan mata berbinar-binar saking kagumnya.
Budeku yang mendengar dari belakang tertawa terbahak-bahak. Ketika aku dicritain, aku juga nggak bisa nahan tawa. Lha wong punya kok sepur, apa nggak hebat tenan. Wong Bill Gates saja yang orang terkaya di dunia nggak punya sepur kok, lha kok bapaknya Alif bisa punya sepur. Sepur itu kan gede, panjang, kokoh dan kalau lewat lha mbok ya mobil limousine yang mewah dan harganya muahal sekalipun harus berhenti, nunggu sepur lewat.
Sebagai catatan, di desa tempat Alif tinggal memang ada stasiun kereta api, walaupun kecil. Hampir setiap hari, dia diajak bapaknya untuk berjalan-jalan ke stasiun sehingga dia bisa melihat sepur. Jadi Alif bisa bercerita dengan lancar tentang sepur bapaknya ini, bagaimana bentuknya, bagaimana bunyi klakson sepur yang tut...tut...tut.....
Gambar yang aku pasang adalah sepur yang ada di museum kereta api Ambarawa. Museum tersebut juga merangkap sebagai stasiun.
duuuuuuuh....iya yaa..waktu kecil emang anak2 suka norak gitu..tapi aku gak bisa pamer juga dulu mbaaa..wessss..hidup prihatin :)
ReplyDeletehihihih...good jod Alif! anak2 emang seneng banget liat kereta ya....kalo liat ada yg lewat waduuuh jingkrak2 kegirangan sambil dadah2an tuh :)
ReplyDeleteYa namanya anak-anak...suka pamer yang kita sendiri nggak kepikir. Aku dulu juga hidup prihatin.... wis podo kalau gitu....
ReplyDeleteJangankan anak-anak. Wong aku sendiri juga masih seneng kok lihat sepur...he...he...he....
ReplyDeleteHiahahahaha.... lucu emang klo denger celoteh anak-anak hahaha....
ReplyDeletehehehe..punya sepur?sapa takut......kebayang deh muka anak-anak yg terkagum-kagum be Alif...
ReplyDeleteNggak kebayang ya kadang-kadang apa yang ada di pikiran mereka...
ReplyDeleteHe...he...he.... anak metropolitan Jakarta kalah deh sama anak desa.....
ReplyDeletembaa..dulu waktu masih di jkt sering nonton acara HANTU2-an di TRANSTV..eeh.. di bilang klo museum kereta api ini ya berhantu..weeleeeh.. dasar penakut..ya udah deh tambah..he..he..he
ReplyDeletemata sampai basah tertawa geli,dasar arif anaknya nih....pemberian namanya juga Alif sih,jadi anaknya [pintar banget,Sri,orang sini bilang intelligent.Groetjes aan de grootouders en ouders en aan Alif-zelf kalau Sri tilpun lagi.
ReplyDeleteLevelnya sudah kelihatan.
Bener berhantu? Malah baru tahu. Untung waktu itu ke sananya siang hari bolong, rame-rame lagi. Tapi itu bener-bener stasiun, malah masih berfungsi sebagai stasiun. Waktu itu sih penginnya naik kereta dari stasiun itu ke Rawapening. Cuma ternyata kami sudah kesorean, jadi ya ke Rawapeningnya naik mobil.
ReplyDeleteMenurutku memang anak ini pinter banget. Juga pe-de banget, nggak merasa rendah diri dengan saudara-saudara sepupunya yang anak-anak metropolitan. Insya Allah saya sampaikan salam tante ke mereka.
ReplyDelete