Friday, 30 November 2007

Karya-karya C. Dkosta yang aku beli di pinggir Sungai Seine...




I really love these pictures. Ini karya-karya C.Dkosta. Di belakangnya tertulis www.artertre.com. Dia menggambar dengan pinsil. Kemudian dicetak di atas karton putih dalam jumlah banyak. Harga per buah 50 cents. Aku lebih suka karya-karya seperti ini dibandingkan dengan lukisan modern yang nggak jelas juntrungannya. Yang seperti ini menurutku lebih klasik dan elegant. Menurutku karya dia sangat detil.....Pokokya aku suka banget....

Aku beli di pinggir sungai Seine-Paris. Di sepanjang sungai tersebut memang banyak sekali kios (gerobak mungkin lebih tepat ya) yang menjual buku, souvenirs, dan kartu-kartu maupun lukisan-lukisan.

Catatan: aku juga ikutan mejeng diantara karya-karyanya. Upi mengambil foto ini untukku. Jadi aku betulan nih di sana...bukan bo'ongan...hi...hi...hi...(dasar tukang pamer....). Terimakasih Upi yang sudah memberikan kesempatan ini padaku.

Thursday, 29 November 2007

Panas nih dipamerin mulu.....


Ini di Asemka Petak Sembilan

Beberapa hari ini dipamerin gambar-gambar oleh bu Ine, bu Welly en bu Haley ...panas nih jadinya....(hi...hi..hi...emang dasarnya panasan). Gue juga punya foto-foto mirip gitu. Ini buktinya kalau nggak percaya (dasar tukang pamer....he...he...he...).

Ini foto-foto waktu mudik dulu. Dikomandoi oleh bu lurah aka bu Ine (terimakasih ya mbak Ine). Waktu itu rutenya BSD, terus ke Titan untuk belajar bakpao diajari oleh bu guru Stella dan belajar roti oleh bu guru Joice. Besoknya ke Asemka Petak Sembilan dan Mangga Dua.

Terimakasih teman-teman semua....that was one of the most wonderful mudiks I have ever had, walaupun sempat kecopetan juga....he...he...he...

Tuesday, 27 November 2007

MFM #9: Perkedel salmon

Berhubung sibuk mengerjakan Mega Proyek Berlian yang super heboh, akhirnya pe-er MFM9 ini terlantar. Seperti biasa karena kefefet, akhirnya bikin yang sederhana (wong bikin yang sulit juga nggak bisa. hi...hi...hi...).

Tema MFM#9 yang kali ini diorganisir oleh bu Nana adalah kentang. Terimakasih Nana.

Makanan pokok Belanda adalah kentang. Jadi sebelum menikah dulu, hampir tiap hari pulang kerja, Leo selalu masak kentang untuk dinnernya. Tapi setelah menikah, bininya mengubah dia dari Londo totok menjadi Jawa total, hampir tiap hari Leo dikasih nasi. Makan kentang sebagai main menu cuma 2 kali......per tahun. hua...ha...ha.....

Untuk MFM kali ini, aku bikin perkedel salmon (wong kebetulan punya salmon nganggur di freezer sudah lama, daripada jadi fosil mendingan dimanfaatkan to?). Rasanya lumayanlah...niet te slecht....not too bad....

Bahan:

250 gram salmon filet

750 gram kentang (kurang juga boleh), kupas, potong, goreng, haluskan selagi panas

1 jeruk nipis atau lemon, ambil airnya

1 sdt bubuk bawang putih (*males.com*) 

2 sdm brambang (bawang merah) goreng, kalau perlu dihaluskan atau diremas

4 batang selderij (seledri), iris halus

1 batang daun bawang, rajang (nggak pake, karena nggak punya)

1/2 sdt merica bubuk atau suka-suka

1/2 sdt garam atau suka-suka

1/4 sdt gula atau suka-suka (pengganti vetsin)

1 kuning telur

1 putih telur

Minyak untuk menggoreng

Cara (Sudah tahu kan?):

1. Lumuri salmon dengan air jeruk nipis. Biarkan minimum 30 menit (aku kemarin malah lebih dari 1 jam....wong kelupaan disambi ngempi. hi...hi...hi...)

2. Cuci salmon dan haluskan (kemarin sih aku remes-remes saja). Langsung masukkan ke kentang yang sudah dihaluskan yang masih panas.

3. Campurkan bumbu lainnya: bawang putih, merica, garam, gula, kuning telur, brambang goreng, daun bawang dan selderij.

4. Buat bentuk bulat dan agak pipih. Celupkan dalam putih telur kemudian goreng sampai kuning kecoklatan (atau coklat kekuningan? Suka-suka deh). Yang penting mateng dalemnya.

Catatan: ini resep males kefefet. Biasanya sih kalau sedang rajin, salmonnya di-marinate juga pake merica dan garam. Setelah salmon di-marinate, kemudian ditaruh di gril pan untuk digrill beberpa lama sambil dibolak-balik. Bawang putih juga biasanya pake yang segar kemudian dicincang dan ditumis dulu. Bahkan kadang ditambah tumisan bawang bombay cincang.

Sorry foto diambil malam hari, jadi gelap (halah alasan...ngomong aja nggak bisa moto!!).

 

 

   

 

Sunday, 25 November 2007

Nggak jadi deh mencari sesuap berlian....

Namanya belum rejeki ya nggak bisa dipaksain. Ceritanya nih ada seorang ibu-ibu orang Indonesia yang jualan di pasar kota. Blio jual dari Indomie sampai dengan kecap manis ABC (memang belum selengkap toko Asia sih, tapi kalau cuma butuh kecap masih bisalah beli di situ). Karena sesama orang Indonesia, kalau aku beli di situ kadang dapat korting (ternyata sistem koneksi nyampe juga di Belanda ya). hi...hi...hi...

 

Suatu kali aku tanya sama blio, boleh nggak kalau titip dagangan makanan di situ. Blio bilang boleh. Asyikkkkkk...maklum di sini kan kalau nggak punya permit (walaupun sektor informal di sini harus punya permit lho, harus jadi anggota KvK atau KADIN nya Belanda), nggak bisa seenaknya buka warung atau jualan di pasar. Begitu ada kesempatan ini, rasanya sudah sueneng duluan (walaupun belum bikin apa-apa. hi...hi..hi...).

 

Terus aku mikir-mikir bikin apa ya enaknya. Aku lihat dagangan blio sudah ada rempeyek yang juga titipan (kalau nggak salah sih yang nitip orang Suriname). Aku pengin titip makanan yang awet tapi gampang bikinnya. Puyeng juga ya kalau sudah mikir kayak gini. Soalnya di sini mau jualan kacang bawang juga kemungkinan nggak laku. Lha wong kacang goreng dan roasted peanut juga banyak kok di Belanda. Jadi mendingan yang agak aneh gitu.

 

Akhirnya pilihan jatuh pada kering kentang (maklum kan sudah nimba ilmu dari mbak Esther). Supaya alasannya lebih keren atau berkesan nasionalistis dan politis aku berujar, mendingan aku populerkan bahwa kering kentang adalah makanan Indonesia. Kalau nanti kering kentang ini populer di Belanda kan nggak bakalan dicolong sama Malaysia ya seperti kasus rendang yang dipatenin sama mereka.  

 

Dengan naik sepeda, berbelanjalah aku ke pasar desa untuk beli kentang 5 kilo. Lumayan berat juga lho apalagi kan nggak hanya beli kentang doang. Pokoknya walaupun udara sudah mulai dingin menggigit (maklum kan menjelang winter yak), dan cukup windy dan cloudy apalagi kebetulan kok di tengah jalan hujan (masih untung bukan hujan es yang pletak-pletok), aku genjot juga tuh sepeda selamat sampai di rumah dengan gembolan 5 kilo kentang.

 

Dalam perjalan dari pasar ke rumah, dalam hati waktu itu aku bilang...ya namanya juga mencari sesuap berlian, jadi harus sabar mau berkorban dulu..... siapa tahu kalau nanti berhasil jadi kaya kan bisa mengunjungi MPers sedunia dari mulai utara (Canada) sampai dengan selatan (NZ).  Kemudian dari Belanda terus ke timur menyusuri jazirah Arab sana (sekalian nengok Phitree di Kuwait) sampai dengan NYC (ketemu Elika) balik lagi ke Belanda. Jadi siap-siap saja ya Pepy, Nura dan tante Elly yang di Canada sampai dengan Eva di NZ serta mbak Theresa di Ostrali untuk menerima kunjunganku, seorang juragan kering kentang. ha..ha..ha...

 

Mulailah aku bikin kering kentang. Ternyata nggoreng kentang 5 kilo lama betul. Padahal aku sudah pake panci besar untuk menggoreng. Seharian waktu cuma habis untuk menggoreng doang. Untung ngirisnya pake food processor, jadi cepet. Terus hari lainnya untuk bikin bumbu dan lain-lain. Jadi total hari kerja yang digunakan untuk bikin kerang kentang ini (dicampur 1/2 kilo kacang goreng) adalah 2 hari kerja.

 

Dan ternyata o ternyata...lha wong 5 kilo kentang setelah jadi kering kentang kok cuma 1,8 kilo (padahal ini sudah disumpelin 1/2 kilo kacang lho). Waktu itu aku masukkan kering kentang tersebut dalam plastik (tiap plastik isi 200 gram), lha kok cuma jadi 9 plastik. Lha kok mengkeretnya buanyak banget yak. Lha puyeng juga aku menentukan harga jual. Biaya bahan dan (perkiraan energi) total 15 Euro. Itu nggak termasuk biaya transport karena beli kentangnya kan nggenjot sepeda (yang nggenjot cuma cukup diisi nasi pecel, nggak perlu bensin he...he...he...). Transport untuk menyerahkan dagangan ke pasar kota dibayarin Leo (karena kami memang tiap seminggu atau 2 minggu sekali ke pasar kota). Sampai-sampai Leo bilang gini:

 

"Kamu ini curang, wong kamu yang bisnis, tapi aku yang bayar untuk beli bahan dan sebagainya. Giliran terima uang, kamu yang terima uang....."

 

Lha kalau nggak gitu, terus gimana ya? Bukankah itu aturan umum yang sudah disepakati dunia? Suami ngeluarin duit, istri yang terima? Ya to? ha...ha....ha.... 

 

Biaya 15 Euro kan tidak termasuk biaya tenaga kerja yang kalau dihitung pake sistem di Belanda bisa bangkrut (kalau nggak salah sih biaya tenaga kerja di sini 7-8 Euro per jam masih potong pajak). Padahal waktu yang aku gunakan untuk bikin 2 hari full time jé. 

 

Let's say, aku nggak ngitung tenaga kerja (wong namanya pengusaha kan nggak digaji, tapi dapat profit to?), biaya per plastik (isi 200 gram) sudah 1,7 Euro. Terus aku harus jual berapa coba? Puyeng aku. Sebagai gambaran, harga chips di supermarket sekitar 3 - 5 Euro per kilo. Kalau aku jual misalnya 3 Euro per plastik (itu kalau laku) kan cuma untung 1,3 Euro per plastik x 9 plastik atau sama dengan 11,3 Euro dengan kerja setengah mati selama 2 hari. 

 

Nah ternyata nggak sampai segitu aja kesulitanku ini dalam mencari sesuap berlian. Kemarin waktu ke pasar, aku nggak nemu ibu tersebut. Sampai-sampai seluruh pasar sudah kami ubek. Bahkan Leo dan aku berpisah untuk mencari ibu tersebut. Memang sih nggak janjian, jadi aku nggak tahu apakah ibu tersebut jualan atau enggak hari ini. Sudah gitu aku lupa lagi nggak nanya nomor HP blio, main sok yakin saja bawa dagangan ke sana. 

 

Kebetulan blio memang belum punya tempat tetap. Kata Leo yang pengin jualan di pasar buanyak banget, jadi kalau belum memperoleh tempat permanen, pihak panitia pasar akan mengundi, siapa saja yang bisa jualan di sana hari itu. Karena pake sistem lotre, maka bagi pedagang yang masih belum permanen tempatnya, akan berpindah-pindah tempat jualannya, tergantung lotre yang keluar. Mungkin saja hari ini ibu tersebut nggak dapat lotre, jadi ya blio harus pulang. Dan itu artinya aku harus pulang juga bawa kering kentangku yang 9 plastik. Ya sudah...nasib...mau diapain lagi wong namanya belum rejeki. Mau nangis juga percuma kan?

 

Yang jelas sih kami kemarin di pasar kami sudah beli buanyak sekali buah dan sayur segar serta makan Pizza Turki sebelum pulang.   

 

Sekarang mau tanya nih, dengan kasusku seperti itu, ada usul nggak untuk memperbaiki nasibku di kemudian hari dalam mencari sesuap berlian. Maksudnya gini:

 

1. Sebaiknya jualan apa ya yang awet atau tahan lama serta kalau bisa sih gampang bikinnya? Ada alternatif lain selain kering kentang?

 

2. Gimana sih ngitung harga jual? Ada yang tahu nggak harga kering kentang di toko Asia? terutama yang tinggal di Belanda nih....(aku sendiri belum cek di toko Asia).

 

Ngomong-ngomong harga kering kentang di Indonesia berapa sih? Jangan-jangan yang aku jual lebih murah....kalau bener lebih murah, mendingan aku eksport aja ya kering kentang made in Londo ini ke Indonesia. ha...ha...ha...

 

Terimakasih ya teman-teman sebelumnya..... 

 

Catatan: Gambar yang aku pasang ini adalah coklat yang dicetak atau dibungkus menyerupai bentuk uang Euro. Lha siapa tahu to, kalau aku nanti kaya dengan titip dagangan di pasar, dompetku penuh dengan Euro (terutama yang warna ungu tuh....yang 500 Euro....ha...ha...ha....).

 

 

 

 

 

 

   

Thursday, 22 November 2007

Wis jan nggak khidmat blas....




Bersama Upi, kami ke museum Louvre. Kalau nggak salah Louvre merupakan salah satu museum terbesar dan terlengkap di dunia karena guede banget dan koleksinya buanyak banget.

Waktu itu kebetulan memang hari libur, jadi banyak sekali pengunjung ke sana. Yang mengherankan bagiku adalah di sana orang boleh menjepret seenaknya bahkan dengan menggunakan blitz. Terus terang baru sekali ini aku mengunjungi museum dimana pengunjung boleh jeprat-jepret seenaknya menggunakan flash. Biasanya kan nggak boleh to karena untuk melindungi karya-karya yang sudah ratusan tahun usianya.

Karena pengunjungnya banyak, rasanya nggak khidmat menikmati lukisan-lukisan yang dipajang. Walaupun aku nggak mudeng masalah lukisan, tapi biasanya setiap kali masuk museum keren kayak gini, aku pura-pura pasang aksi: manggut-manggut....terus mundur...melihat dari jarak tertentu, kalau perlu pake memiring-miringkan kepala segala. Terus bergaya kayak orang sedang berpikir...supaya orang tahu aku bener-bener serius menikmati lukisan. ha...ha...ha...

Lha berhubung waktu itu pengunjungnya penuh....boro-boro pasang aksi. Wong bisa ngelihat lukisan Monalisa dari jauh saja sudah sokur kok. Pokoknya penuh deh pengunjungnya, wis jan nggak khidmat blas menikmati karya-karya maestro pelukis dunia.

Tapi yang penting aku sudah bisa ambil gambar (ini untungnya bisa motret di sini). Dan beli buku yang isinya lukisan-lukisan cuanteeeekkk-cuanteek. Puas aku sama buku yang aku beli. Daripada motret sendiri, mendingan beli bukunya karena jauh lebih bagus gambarnya daripada hasil potretanku.

Terimakasih Upi sayang, sudah memberiku kesempatan untuk melihat karya-karya indah ini....

Thursday, 15 November 2007

Horeeee.....nggak ambleg

Sueneng aku, cake yang aku bikin kali ini nggak ambleg (maklum, langganan ambleg. Jadi begitu nggak ambleg, rasanya sueneng banget). Ini nyontek bu Elkaje aka mbak Ine di sini Terimakasih mbak Ine...

 

Kebetulan minggu lalu ada aanbieding (special offer) loyang domino dari supermarket Lidl. Leo berbaik hati beliin loyang ini. Akhirnya bikinlah aku cake domino ini. Belum sempurna dominonya, masih mbleber. Tapi untuk ukuranku yang super amatir, sudah lumayan (ukuran bagus buatku adalah kalau nggak ambleg!). 

 

Seharusnya 3 layers, tapi aku cuma bikin 2 layers saja. Nggak aku kasih whipped cream ataupun glazuur coklat supaya nggak nambah kalori (halah alasan, ngomong aja nggak bisa ngocok whipped cream dan nuang glazuur. he...he...he...). 

 

Rasanya menurutku enak dan lembut. Leo bahkan muji: bagus dan enak. Soalnya biasanya setiap aku bikin cake, dia harus selalu siap dengan kata-kata untuk membesarkan hatiku (maklum biasa ambleg). Tapi kali ini jadinya lumayan....horeeeeee.....akhirnya nggak ambleg....

 

Catatan: setelah lebih dari 3 tahun, aku baru mulai sedikit agak mudeng bagaimana memperlakukan ovenku. Semoga lain kali bisa lebih bagus lagi... Next step: lapis surabaya dan green tea cake. Harus cari korban dulu supaya nanti ada yang makan. Maklum Leo punya kolesterol tinggi sedangkan aku nggak boleh makan cake terlalu banyak (maklum badan sudah melar).   

 

 

Wednesday, 7 November 2007

Should I blame the Indonesian copet?

Sebagai orang Indonesia, kita ini selalu merasa beruntung. Sudah kecopetan di Paris (mungkin dicopet di metro), tetap saja bilang: untung yang dicopet bukan passport.... untung cuma dicopet, nggak sampai dilukai.....untung cuma uang 35 euro...untung etc etc.

Mungkin karena filosofi yang "serba untung" inilah yang menyebabkan aku nggak cepat frustrasi, wong kalau sudah ilang mau diapain. Disesali mati-matian ya percuma, wong nggak bakalan mbalik lagi. Yang penting bagiku adalah lain kali harus lebih berhati-hati (walaupun waktu itu juga sudah ati-ati). Aku harus selalu ingat copet ada dimana saja, nggak hanya di Pulo Gadung, tapi di Rotterdam, di Paris, pokoknya banyak tempat ada copet. Bahkan di gedung parlemen yang hebatpun copetnya jauh lebih berbahaya karena yang dicopet uang rakyat yang jumlahnya milyaran rupiah. Copetnya berjas, berdasi, dan berbatik. Cuma nama mereka lebih keren: instead of copet, mereka disebut koruptor.

Ketika sadar kalau aku kecopetan, aku langsung telpon Leo. Dia langsung tanya apakah passport dan verblijfsvergunning (stay permit) ku ilang enggak. Aku bilang enggak, kalau itu aman karena aku simpan di dompet yang talinya aku gantung di leher dan tertutup di balik t-shirt yang aku pake. Leo langsung lega. Kedua dokumen itu sudah kayak nyawa bagiku. Kalau sampai ilang.....aduh...ngurusnya bisa setengah mati. Ingat ceritanya Ekani, gimana sulitnya ngurus verblijsvergunning nya yang ilang ketika dicopet di pasar Afrikaanderplein Rotterdam.  

Waktu aku ditanya Leo, aku bilang yang ilang adalah: uang kertas 30 euro, koin-koin sekitar 5 euro, kartu korting kereta (NS), OV-Chipkaart (kartu metro), Chippas, ATM dari 2 bank di Indonesia, travel insurance card, health insurance card dan KTP.

Akhirnya aku dibawa Upi ke kantor polisi. Blio membantuku untuk ngomong sama pak polisi Perancis yang masih muda belia (aduh...polisinya imut. Walaupun kehilangan dompet masih juga sempat-sempatnya perhatiin keimutan mas polisi). Polisi bilang bahwa mereka cuma bisa memberikan surat keterangan kalau yang ilang passport Perancis dan KTP Perancis. Selebihnya, untuk passport warga negara lain, harus lapor ke kedutaan masing-masing.

Reaksi pertamaku ketika tahu info ini....alhamdulilah passport dan stay permitku nggak ilang. Tapi matilah aku harus ngurus dokumen-dokumen lainnya. Mungkin yang di Belanda lebih gampang, tapi yang dokumen Indonesia ini yang sulit karena mereka selalu minta surat keterangan dari polisi. Lha kalau polisi nggak bisa kasih keterangan terus gimana coba. Aku waktu itu menyesali, kenapa nggak aku tinggal di rumah saja kartu-kartu dari Indonesia ini, wong biasanya juga aku tinggal di rumah. Cuma setelah pulang mudik dulu, lupa mulu (atau males mulu).

Seperti dugaanku, untuk urusan yang di Belanda memang gampang. Sebelum aku pulang, Leo sudah telpon berbagai tempat untuk minta diblokir dan minta kartu baru. Bahkan travel insurance company segera mengirim formulir deklarasi yang bisa aku isi tentang apa saja yang ilang (semoga mereka mau ganti uang yang ilang dan biaya-biaya pembuatan kartu baru).

ATM dari bank di Indonesia sudah aku blokir. Mereka minta surat keterangan kepolisian, tapi kalau nggak bisa mau apa? Tapi yang jelas uang masih bisa diambil kalau masih punya buku tabungan. Nah yang bingung nih KTP. Untuk bikin baru kan harus minta surat keterangan dari polisi. Apa ya aku harus bohong kalau aku kecopetan di Pulo Gadung? Sampai-sampai aku bilang sama Leo:

"Should I blame the Indonesian pickpocket?"

Leo tertawa dan bilang: "Poor Indonesian pickpockets....mereka harus bertanggung jawab terhadap perbuatan kolega mereka di Perancis....."

Lha ya gimana, wong birokrasi mengharuskan begitu. Lha wong yang nyopet copet metro Paris kok aku lapor dicopet di Pulogadung....kasihan banget deh copet Pulogadung....

Tapi kalau dipikir-pikir juga bener lho, ngapain kita harus lapor polisi, wong selama ini kalau lapor polisi kan nggak bakalan to polisi terus berusaha nyari? Coba saja kalau kita lapor kehilangan di Pulogadung atau di KRL Jabotabek, apa ya kemudian polisi akan nguber copetnya? Nggak kan? Lha terus buat apa coba harus lapor polisi segala? Cuma nambah-nambahin panjangnya birokrasi.

Tiba-tiba aku teringat, kalau aku ninggalin KTPku di Depok. Langusung begitu sampai rumah, aku telpon ibu. Dan ternyata memang betul, aku nggak perlu khawatir. Ibu menyimpan KTPku. Alhamdulillah.....aku nggak perlu mengkambing hitamkan copet Indonesia untuk sesuatu yang tidak mereka lakukan. Horeeee.....KTP ku nggak ilang.

Catatan: gambar di atas adalah gambar masuk stasiun metro bawah tanah di Paris. Aku ambil foto ini ketika dulu mengantar adikku ke Paris tahun lalu.   

 

 

  

 

Sunday, 4 November 2007

Discover Paris in four days and three nights......




Keren banget yak judulnya. hi...hi..hi...

Emangnya kalau Upi dan aku nggak "discover" Paris, apa terus Paris does not exist? he...he...he... tapi saat ini aku sedang pengin pinjam slogannya para travel agents yang suka banget memakai kata "ontdekken" (discover) untuk memasarkan dagangannya, misalnya ontdekt Parijs in drie dagen (discover Paris in three days) atau ontdekt Spanje in twaalf dagen (discover Spain in 12 days) dsb. Jadi perjalanan kali ini aku beri judul: "DISCOVER PARIS IN FOUR DAYS" Nggak tahu Upi mau kasih judul apa, wong bebas kok boleh milih judul sak sukanya.

Ini beberapa foto yang diambil di Paris waktu acara discovery tersebut. Dari yang foto norak sampai dengan yang serius ada semua....

Sayang dua hari di sana mendung, jadi gambar kurang tajam. Tapi alhamdulillah tidak hujan, jadi asyik jalan-jalan di sana sampai gempor.

Kegembiraan dan keharuan di Paris.....

Upi, sahabatku tercinta, mengundangku ke Paris. Terimakasih ya say....aku nggak akan melupakan kebaikan dan keikhlasanmu. Hanya Allah yang bisa membalas ya....

Sebelum berangkat rasanya sueneng sekali sampai-sampai Leo rada ngomel (walaupun aku tahu dia cuma bercanda): "Suami kerja berat, istri bersenang-senang di Paris....jalan-jalan di Paris, belanja di Paris...." he...he...he....Ah...biasalah, dia memang suka begitu.

Rasanya seneng banget ketika hari Rabu lalu aku ketemu Upi. Dia menjemputku di stasiun kereta Paris Nord (Gare du Nord). Begitu turun dari kereta, aku celingukan mencari Upi dan ketika kami saling melihat akhirnya kami berlarian menghampiri dan berpelukan sambil tertawa. Sayang nggak ada yang mengabadikan pertemuan tersebut, pasti kalau dibikin film dan diputer slow motion, akan kayak film-film Hollywood (wong kami kan sebenernya punya bakat jadi bintang pelem, cuma nggak ada aja sutradara yang tahu. he...he...he....). Hati kami bernyanyi ketika menuju hotel tempat kami menginap.

Di Paris 4 hari 3 malam. Begitu kami harus mengakhiri liburan, rasanya terharu banget ketika kami harus berpisah di stasiun Gare du Nord (coba waktu itu diiringi lagu "Berpisah di St. Carolus" nya Lilis Suryani, pasti tambah syahdu kali ya. hi...hi...hi...mengkhayal). Ketika kereta bergerak, kami masih berkaca-kaca. Kami kembali ke keluarga masing-masing. Aku sudah rindu dengan Leo, dan Upi pasti sudah kangen berat sama keluarga.  

Tapi yang jelas kami bisa menikmati liburan di Paris. Alhamdulillah tidak hujan walaupun mendung. Pokoknya asyik banget, jalan sampai gempor, kadang desak-desakan di metro, bahkan aku sempat kecopetan segala. Baru tidur ketika sudah malem banget, biasa...ngrumpi eh...diskusi berbagai hal dari mulai resep, agama sampai dengan politik......

Pokoknya seru dan asyikkkkk......ikuti kisah dan foto-fotonya yak.

Catatan: gambar diambil di halaman menara Eiffel. Kami minta seorang pengunjung untuk menjepret kami berdua.