Siang itu aku sedang di depan komputer. Ada telepon. Ternyata dari seorang teman yang tinggal di Perancis. Panggil saja namanya Esti. Aduh senang sekali rasanya ditelpon dari Prancis.
Sebagai informasi, blio ini orangnya cerdas, ramah, grapyak dan berpengetahuan luas. Bagi seorang kuper kayak aku, tentu saja seneng ditelpon blio karena bisa tanya-tanya macem-macem termasuk apa saja issue yang sedang ngetrend garis miring berkembang belakangan ini. Blio bisa bercerita dengan segala analisis yang masuk akal tentang berbagai hal, dari mulai poligami, politik internasional, masalah lingkungan, agama, harga tomat, kondisi buruh pabrik, domestic workers sampai dengan masak-memasak beserta resepnya. Wis komplit pokoknya.
Kali ini Esti bilang kalau sedang kesal. Lha aku nanya: "ono opo? emang knape kesel?" Akhirnya mengalirlah cerita blio. Jadi ternyata, dia akhir-akhir ini mengikuti diskusi blog atau malah milis (lha malah aku wis lali, milis yang dia ikuti apa ya namanya?) tentang perkawinan campuran. Maklum blio menikah dengan orang Prancis, jadi yo harus tahu berbagai hal tentang perkawinan campuran.
Intinya dalam diskusi itu, sekarang ini ternyata sedang ada semacam trend bahwa banyak perempuan |ndonesia yang menikah siri dengan orang asing. Sebelum menikah mereka melakukan perjanjian pra nikah tentang pemisahan harta. Jadi kalau akhirnya mereka bercerai, masing-masing pihak tidak bisa meng-claim harta pasangannya. Dia bilang:
"Sekarang ini kok kayak artis saja, pake perjanjian pra nikah segala. Lha kalau misalnya mereka kaya nggak pa-pa, wong ya enggak. Kalau untuk urusan bisnis aku malah bisa ngerti. Lha wong tujuan perjanjian pra nikah itu sekarang sudah beda. Kok kayaknya pernikahan sekedar ngomongin harta thok"
"Lho kalau mereka memang maunya ada perjanjian pra nikah, mbok ya biarin. Lha wong di Belanda juga banyak kok yang pake perjanjian pra nikah dan mereka biasa-biasa saja tuh. Setahuku di Belanda perjanjian pra nikah bisa dipakai untuk perlindungan bisnis" kataku. Setelah minum air putih beberapa teguk, aku melanjutkan:
"Jadi misalnya nih, aku punya bisnis dan pinjam bank. Terus perusahaanku bangkrut, maka yang disita cuma hartaku saja. Nggak bisa pengadilan menyita hartanya Leo. Dengan begitu, kami masih bisa bertahan hidup karena Leo nggak punya tanggung jawab untuk melunasi utangku. Setahuku kayak gitu hukum di Belanda. Mungkin di Indonesia juga sama"
"Lho kalau itu aku yo mudeng, paham betul. Itu kan untuk kepentingan bisnis. Yang aku permasalahkan bukan itu"
"Lha terus apa?"
"Sekarang ini, perjanjian pra nikah banyak yang digunakan untuk mengeruk harta pasangan. Jadi ada semacam trend atau apalah namanya dimana ada perempuan-perempuan Indonesia menikah dengan orang asing dengan perjanjian pra nikah. Selama menikah, si perempuan berusaha untuk membeli rumah dan sebagainya atas nama dia tapi dengan duit suaminya. Kan tahu sendiri, orang asing nggak boleh beli tanah atau rumah di Indonesia, yang boleh cuma hak pakai, bukan hak milik. Jadi tentu saja pembelian itu pasti atas nama sang istri. Jadi kalau mereka bercerai, pihak perempuan akan tetap memiliki rumah tersebut. Yang mengherankanku adalah pemilikan harta itu yang jadi tujuan, bukan pernikahan itu sendiri"
Aku berusaha mencerna apa yang dia katakan. Dia meneruskan:
"Kalau tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh harta pasangan, itu kan ya memalukan. Lha wong sebelum nikah nggak bawa apa-apa, tapi setelah cerai bisa punya macem-macem harta. Kita kan harus tahu diri dong, wong dulu sebelum nikah nggak bawa harta, selama nikah kita menuntut dibelikan macem-macem kayak rumah perhiasan dll dari pasangan kita dan setelah cerai malah kaya. Apa itu tujuan pernikahan? Cuma sekedar mengumpulkan harta, mengeruk harta dari pasangan? Gimana coba kalau kayak gitu? Memalukan kan? Padahal esensi pernikahan itu kan cinta, kasih sayang, saling menghargai, saling menghormati, tepo sliro, care dsb. Lha ini kok malah gimana caranya ngeruk harta. Memalukan kan? Gimana kalau kayak gitu?"
Sebetulnya otakku sedang tidak koncreng saat itu. Antara sadar dan tidak aku berkomentar (wong dituntut berkomentar kok waktu itu):
"E...lha kok yo podo pinter-pinter to mereka itu nggolek bojo (cari suami). Apalagi bojo yang sugih (kaya) bisa beliin rumah dsb..... Lha kuwi terus piye carane gitu...."
Mau tidak mau Esti jadi tertawa dan bilang: "Lha iyo.... kok yo podo pinter-pinter nggolek bojo sugih...ha...ha...ha..."
Aku senang karena dia bisa rileks. Lha wong dia waktu cerita spanning betul. Mungkin dia mengharapkan komentarku dengan menggunakan analisis kritis (maklum aku dulu orang LSM, jadi yo harus kritis biar disebut LSM). Ternyata komentarku kok cuma sak gitu saja. Sorry ya Es.....
kalau perjanjian pra nikah , saya juga salah satunya yang pake perjanjian tsb... meski waktu itu belum legal tapi sebelum menikah saya ada perjanjian ama suami...
ReplyDeleteGak hanya selebritis aja tapi buat ketentraman dimasa datang dan terbukti emang
Kayaknya memang makin banyak kok mbak yang pake perjanjian pra nikah. Pernikahan tetap harmonis, saling cinta, saling menyayangi, saling percaya.
ReplyDeleteMbak Sri... aku kok ra pinter2 golek bojo yaaa... hihihi....
ReplyDeleteSorry emailnya blum dibales, jadi inget nih!!!
iya Sri, kata suami biar malah gak ada setitikpun keraguan...
ReplyDeletehe he he.....
Itu Haley dibantuin nyariian dong Sri.... *comblang.mode on*
Ah, tenang saja. Jodo itu kalau dipikir-pikir memang ajaib kok datangnya. Yang penting berdoa dan membuka diri. Jangan berpikir kalau cowok selalu punya keberanian untuk mengutarakan. Kadang malah yang pihak perempuan yang harus nanya duluan. Dan menurutku juga nggak memalukan kok. Yang penting nggak norak saja.
ReplyDeleteMenurutku sih yang penting tujuan nikah itu apa. Ada yang pake perjanjian pra nikah dan pernikahan mulus-mulus saja. Di Belanda juga banyak kok yang pake perjanjian pra nikah. Tapi ada juga yang pake perjanjian pra nikah malah jadi bumerang. Tergantung juga sih apa isi perjanjian tersebut.
ReplyDeleteAku walaupun belum lama menikah, juga ngrasain kok mbak, pernikahan mau dibawa kemana. Kalau maunya dibawa berantem terus ya bisa, kalau maunya untuk bahagia ya bisa. Tergantung niat kita ya.
Lha kalau diajeng Haley itu aku yo sedang mikir-mikir, siapa gitu ya yang pantes untuk dia, yang orangnya baik dan bertanggung jawab.
bener banget yang Sri bilang, kembali ke niatnya kita masing2 dan gak bisa disama ratakan buat semua pasangan... kembali ke niat masing2...
ReplyDeleteeh aku jadi tertarik neh...ada stock gak neh buat Haley...he he he...
soale typenya Haley tuh cocok banget buat mbule...
ha ha ha pis ah Haley....
ikutan nimbrung nich...menurutku pribadi perjanijian nikah itu ada positifnya ada juga negatifnya...salah satu negatifnya ya itu dia...dimanfaatin oleh istri/suami yang cari untungnya sendiri. Tetapi kalau hukum yang berlaku di negara di mana dia tinggal fair/adil and tegas...ngga' usah ada perjanjian nikah juga ngga' usah khawatir kalo' ada apa-apa dengan pernikahan kita. Bukan apa-apa untuk bercerai di sini orang juga berpikir 2 kali, soalnya menghabiskan waktu, tenaga dan uang yang banyak sekali.
ReplyDeleteAku kalau bule malah nggak ada mbak, maklum aku di sini kuper banget, nggak punya kenalan banyak. Ada teman di Indonesia, dia Kristen (jadi dalam agama sudah cocok ya kayaknya buat diajeng). Selain itu Jawa (jadi nggak perlu penyesuaian budaya yang besar). Cuma yo kuwi mbak, aku bingung si mas ini niat kawin opo ora. Katanya pengin banget nikah tapi giliran dicomblangi malah mundur. Mbuh kuwi maunya apa. Kalau orangnya sendiri sih baik mbak, paling enggak sama konco openan. Dalam hal pekerjaan yo tanggung jawab. Aku yo wis ngomong sama dia, masa lalu sudahlah jangan terlalu diingat-ingat lagi, lebih baik menatap masa depan. Iya to mbak?
ReplyDeletesebenernya iya Sri...
ReplyDeleteapa dikenalin aja dulu siapa tau nge klik? *serius neh jadinya*
sriiiii ... gya hahaha ... ikutan nimbrung dan ktawa yaa ... gya hahahahaa .. lho jadi ada yang langsung order tho sri dan malah kamu jadi comblang beneran??? mudah-mudahan simbae diajeng Haley niku diparingin Gusti Allah jodoh sing paling Toobb dweh ...
ReplyDeleteBilangin temen kamu yang di prancis itu biar hemat energi ya ... gya hahaha... urusan beginian sampe spanning rugiiii ..rugiii ....!! hare giniiii
Iya apa ya mbak ya. Ok, deh selanjutnya aku japri sama mbak Esther, sambil mikir gimana baiknya.
ReplyDeleteAku memang kurang mengerti tentang hukum tapi aku juga yakin kok kalau peraturan atau kebijakan suatu negara akan mempengaruhi proses dan hasil akhir suatu proses perceraian misalnya tentang pembagian harta dan sebagainya. Kalau aku sendiri sih, jangan sampai deh bercerai, mengabiskan uang, tenaga, waktu dan yang jelas pasti akan sangat menyakitkan.
ReplyDeleteLha kamu kok baru muncul to. Kamu punya stock nggak? Ternyata ada teman-teman MP yang belum ketemu jodo lho. Siapa tahu kamu punya kenalan.
ReplyDeleteWis nanti tak kasih tahu sama si Prancis (eh temenku yang di Prancis) supaya jangan spanning. Daripada spanning mendingan aku suruh dia masak babat gongso saja, soale habis ngomongin pra nikah, lha kok do'i tanya resep babat. Lha opo hubungane coba antara pernikahan sama babat?
mau disuguhkan suaminè,Sri.Kutelah mengikuti rubrikmu ini Sri,mau jodohkan orang susah kalau kamu tak kenal bakal suaminya.Kan bukan cuma utk 1 atau 2 minggu mudik? Utk seumur hidup.Nanti bisa2 yg dicarikan jodoh itu sedih sekali, terus mau pulang nggak punya duit,mau happy2kan nggak bisa. Jadi mau kemana? Hidup bakal penuh stress. Tidak semua orang spt kamu,Sri,penuh kebijaksanaan dan bisa mengatasi situasi stress.
ReplyDeleteKalau saya nikah tanpa gitu2an.Selama nikah nggak mikir2in kearah situ.
Yg saya tahu diBld dan di-Indo (hukumnya sama kan?) peraturan begituan utk soal bisnis atau kalau yg lebih kaya curiga.Kalau sama2 miskin dan tak punya bisnis, lah mau apa lagi? Mikirin ttg masa depan yg belum pasti atau tentu itu>>>dlm hal kalau yg satu meninggal terlebih dahulu. Kan orang meninggal tak pilih umur? Ada yg muda sekali,kena kanker dan 3 bulan kemudia meninggal. Saya punya "kenalan" disini begitu.Suaminya hampir mati mendadak setelah ketahuan ada kanker diperutnya.Wah dlm 1 bulan repot urus ini dan itu.Dokter bilang dlm 3 bulan akan meninggal,kankernya brangas sekali. Tragisnya,repot urus ini dan itu,sedikit waktu utk say goodbye.
Kalau sistim pra nikah gitu saiap yg warisi "harta"nya? Anak2nya? Familinya?
Adalagi teman sewkt suami punya bisnis mereka menikah begitu.Setelah dijual binisnya,pernikahan dijadikan spt semula lagi (zonder huwlijkse voorwaarden).
Bagaimana visie-mu ttg hal pertimbangan diatas?
He...he...he... memang bener tante, kalau sama-sama miskin buat apa perjanjian pra nikah ya, wong nggak ada harta yang diperebutkan.
ReplyDeleteKalau saya sih tidak menentang perjanjian pra nikah kok tante asalkan isinya adil dan untuk kebaikan kedua belah pihak. Katanya sih sekarang ada perjanjian pra nikah yang sampai detil banget, sampai-sampai si istri nggak boleh naik berat badan dsb. Ini kan terlalu ya. Cuma saya nggak tahu, apakah ini beneran atau cuma rumor.
Saya pernah ketemu seorang perempuan, dia mengalami kesulitan untuk menjual rumahnya. Padahal rumah itu dia beli pada saat dia masih single, pake uang-uangnya sendiri, karena kerja keras sendiri. Giliran dia mau jual (dia menjualnya setelah dia menikah) sulit karena harus ada persetujuan dari suami. Repotnya adalah hubungan dia dan suaminya nampaknya sedikit kurang begitu harmonis, jadi kan rada susah ya. Notaris yang mengurus transaksi tersebut bilang harus ada persetujuan dari suaminya karena dia nggak punya perjanjian pra nikah. Bank juga nggak bisa membayar kalau dia tidak memiliki persetujuan dari suami ( kebetulan waktu itu pembeli pinjam bank untuk membeli rumah tersebut). Jadi serba repot ya. Tapi kayaknya sih selesai juga masalahnya. Cuma ya cukup ruwet gitu.
Jadi ternyata hukum di Indonesia itu, kalau sudah menikah, harta suami istri adalah satu harta walaupun harta tersebut diperoleh sebelum menikah. Tapi kalau ada perjanjian pra nikah yang menyatakan bahwa harta yang diperoleh sebelum menikah adalah milik masing-masing, maka setelah menikah, seseorang boleh menjual barang miliknya (dalam hal ini rumah), tanpa persetujuan pasangannya. Terus terang saya juga baru tahu lho tante masalah beginian.
Kalau mengenai warisan, terus terang saya kurang tahu. Mungkin tergantung juga dengan isi perjanjian pra nikah yang dibuat.
Hiii mbak Sri salam kenal ya..boleh ikutan nimbrung gak ya.. mau sharing sedikit pengalaman aku, Oktober 2007 lalu putusan pengadilan agama akhirnya memutuskan bahwa aku memenangkan gugatan cerai atas suamiku...dan akhirnya kami resmi bercerai, selama 8 tahun bersama mengarungi rumah tangga reasonnnya bercerai adalah dia tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan seorang ayah dari anak laki laki kami berusia 7 tahun, awalnya adalah sbb: 3 bulan setelah perkawinan dia di PHK (alias dikeluarkan dari perusahaan, karena perusahaan dinyatakan pailit), dia sarjana S-1 jurusan Informatika Komputer, namun di Indo sulit sekali mencari pekerjaan dengan usia dia yang sudah berkepala 4, dan beruntung saya adalah karyawati senior di MNC di Jakarta, Alhamdulillah kami dapat hidup dengan selayaknya, anak kami tumbuh sehat, saya bekerja dari pagi hingga jam 8 baru tiba di rumah, sememntara suami sudah di support untuk mencari kerja atau buka usaha kecil kecilan tapi dia tidak ada motivasi atau tergerak hatinya, sampai pada suatu saat 2 adik iparku (istri dari adik-adikku bilang bahwa mereka sedih lihat kondisi aku), termasuk juga ortuku tetapi beliau tidak pernah bilang ke aku bhw mereka sedih melihat kondisi aku, baru aku tersadar bhw suamiku lama lama keenakan .Dan segala yang ada adalah hasil kerja aku. Tadinya aku berpikir positif bahwa apa yang aku dapat adalah untuk keluarga mean aku, suami dan anakku, tapi di tunggu kok tidak ada perkembangan kearah yang positif sementara anak laki laki kami tumbuh dengan pesat tubuhnya dan jiwanya tentu. dan kami tidak pernah bertengkar atau ribut (mungkin karena itu juga suamiku keenakan ya..?)
ReplyDeleteAku berpikir apa yang ada di kepala anakku jika terus menerus melihat ayahnya stay at home all day , doing nothing, sementara bundanya bekerja dari pagi hingga malam, aku tidak mau dia terbentuk dalam kondisi dan situasi seperti itu, bagi kami (keluarga besar saya) suami/ayah adalah orang yang harus bertanggung jawab unuk pemenuhan materiil dalam sebuah kehidupan rumah tangga bukan seorang bunda dalam arti 100 persen yang menanggung semuanya , maka demi kebaikan bersama kami memutuskan untuk berpisah, dan saat ini semua itu membuat saya jadi lebih berpikir dan menimbang jika akan melakukan pernikahan lagi tapi disisi lain adalah saya tetap harus mempertimbangkan kondisi anak saya yang mana dia tetap memerlukan figur seorang ayah dalam kehidupan dia. Karena seorang bunda tetaplah seorang bunda tidak dapat menggantikan posisi ayah. Walaupun saya bisa tangguh, bisa kuat dan bisa hal yang lain lain tetap aja saya butuh seorang IMAM dalam setiap sholat jamaah yang kami lakukan (aku dan anakku). Tapi kondisinya sekarang saya takut...saya takut jika orang yang menjadi pendamping saya hanya akan mengambil keuntungan dari kondisi saya saat ini, tapi di luar itu sebagai hamba Allah, saya kembalikan semua kepadaNya, Dialah yang Maha Tahu dari segala kebaikan dan keburukan..di dunia dan akhirat(sempat juga berpikir bahwa hmm males deh ama laki laki Indo, banyak yang mau enaknya sendiri...tapi aku berpikir lagi pasrahkan dan serahkan semuanya padaNYa..Jadi saat putusan itu di buat pengadilan agama menyatakan bahwa seluruh harta dari perkawinan kami adalah milik aku. Karena semua adalah hasil usaha saya. itu kondisi yang ada di aku. Thank u ya ....semoga kita dapat jadi teman.....
Salam kenal juga ya. Yang jelas, percaya saja pasti ada jalan, yang penting kita berdoa dan berusaha.
ReplyDeleteAda teman yang ditinggal suaminya menikah lagi. Dia juga memilih untuk berpisah dengan suaminya.
Tapi tetap saja ada jalan baginya untuk menuju kebahagiaan.
OK...selamat berjuang dan sukses selalu....it's nice to know you....