Saturday, 17 March 2007

Kebablasan....

Aku heran betul, kenapa banyak orang Belanda yang muales banget mengucapkan huruf "n" pada akhir sebuah kata. Jadi misalnya kata "lopen" (berjalan), mereka mengucapkan "lope", atau "krimpen" (mengkerut), mereka ucapkan "krimpe" dan masih banyak lagi kata-kata yang berakhiran dengan "n" karena kata kerja mereka memang aku lihat menggunakan "en" pada akhir kata seperti zwemmen/berenang, geven/memberi, zingen/menyanyi, lezen/membaca,  dsb.


Ketika aku tanya Leo tentang hal ini, dia bilang "ya... itu kan sekedar dialek". Tapi buat aku yang orang asing, awalnya ya rada bingung juga walaupun lama-lama terbiasa. Cuma kok yo puelit (atau males?) banget to, wong ya cuma kurang 1 huruf saja kok nggak mau ngucapin. Lha mbuh itu, pelit sama males kok nggak ada bedanya.


Kosok balen atau kebalikan dengan orang Jawa yang sangat loma (generous?). Saking nggak pelitnya, wong Jowo suka banget ngimbuhi (menambahi) huruf terutama untuk menyebut kota. Misalnya menambahi huruf "m" pada kota yang berawalan huruf "B" sehingga tidak jarang orang Jawa mengucapkan mBlitar, mBandung, mBogor, mBekasi, mBanjar, mBojonegoro, mBanyuwangi dsb. Atau menambah huruf "n" untuk nJember dan nJombang. Bahkan Parti mengucapkan Jakarta menjadi nJakarta.  Wis....jan ngrusak kosa kata tenan. Tapi rumangsaku (perasaanku), penambahan huruf "m" tersebut membuat suatu kata menjadi luwes untuk diucapkan dan didengar.


Ketika kami pergi ke Blitar tahun 2004, aku bilang sama Leo kalau orang Jawa sering mengucapkan mBlitar instead of Blitar. Dia berkomentar:


"So........ we, Javanese, pronunce it as mBlitar instead of Blitar?"


Leo memang suka pakai istilah "we, Javanese" setiap kali ada hal yang menurut dia aneh atau lucu yang berkaitan dengan Jawa baik itu guyonannya atau hal-hal lainnya. Dari situ, Leo kemudian belajar mengucapkan kata-kata mBogor, mBandungan, mBekasi dsb.


Cuma kok begitu kami balik lagi ke Belanda, dia belajarnya te ver (too far) alias kebablasan. Tiba-tiba dia mengucapkan kota-kota di Belanda yang berawalan huruf B dengan menambahi huruf "m". Tiba-tiba dia bilang: mBreda, mBrabant, mBarendrecht dsb.


E...lha bahaya ini......aku harus nyetop ngajari yang salah kaprah. Rak yo pusing aku nanti kalau tiba-tiba dia mengucapkan ngAmsterdam untuk Amsterdam atau nDen Haag untuk Den Haag. Kalau kedengaran pihak IND atau Immigratie- en Naturalisatiedienst (Immigration and Naturalisation Service), jangan-jangan verblijfsvergunning (stay permit) ku dicabut gara-gara aku dituduh merusak kosa kata Londo. Rak yo cotho tenan aku.  
 

31 comments:

  1. hahahaha...ada2 ajah...

    kalau temanku malah nyeleneh lagi, lagi kami bawa keliling Holland dia kan lihat kota2 banyak yang pake dam, kayak Rotterdam, Volendam, Amsterdam, lalu dia lihat Edam...
    katanya ini sih kehabisan kata depan maka dipake aja "E" buat nerusin "Dam" nya.....

    ReplyDelete
  2. hua ha haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ....
    aku udah ngakak waktu baca postingan mbak Sri ...
    eee tambah kepingkel-pingkel waktu baca komentar mbak Esther ...
    ampun dah ...

    ReplyDelete
  3. Ha...ha...ha...
    Dinamakan Amsterdam karena ada dam di sungai Amstel, dinamakan Rotterdam karena ada dam di sungai Rotte. Dinamakan Edam karena ada dam di sungai kecil yang namanya E. Tapi kok yo ora kreatif ngono lho, mbok yo ditambahi apa gitu nama sungainya, mbok yo jangan cuma dinamai E saja.

    ReplyDelete
  4. whekekeke.....jadi mending mana nih Sri..
    ngurangi ato nambahi....:)

    ReplyDelete
  5. Selama kita masih bisa tertawa, maka tertawalah kita. Ayo tertawa barengan ben rame.

    ReplyDelete
  6. Lha embuh itu, mendingan yang mana. he...he...he...

    ReplyDelete
  7. iya Mbak ... mumpung ketawa belum kena pajak ... he he he ...

    ReplyDelete
  8. Lucuuuuuuuuuuuuuuu amat nih, Sri...(kemarin terlalu buanyak tertawa sudah, jadi tawanya harus disimpan dulu, takut keburu habis).tetapi selama saya tinggal dinegeri belanda, tak pernah saya mengalami hal2 demikian. Tapi....kami juga selalu tinggal dlm kota2, bukan desa ya? Mungkin bedanya letak disitu, Sri.

    Dan selama kutinggal di-Indo kubelum pernah dengar beda2 yg kamu katakan itu. Tapi.....kamipun hanya tinggal dikota Jakarta. Mungkin bedanya letak disitu, Sri.

    ReplyDelete
  9. Lok kok Sri, kamu kalau sudah seru cerita sesuatu bhs-mu jadi ikut2-an seru?
    Terlalu seru menjadi kukurang mengerti, Sri yg manis.... achirnya membuat aku jadi buta huruf dialek jawa....

    ...kujadi merasa senasib dgn Parti...nih...mana adikmu itu, ajarkan aku dialek jawa dong...pasti kulebih cepat bisa, tidak spt Parti...cuma bisa nulis namanya.


    ReplyDelete
  10. Kebablasan....=?
    Trims sebelumnya, Sri.

    ReplyDelete
  11. Tahu aja nih orang Semarang. Tapi menurutku ini bukan hanya orang Semarang saja yang suka mengucapkan seperti ini karena orang Jatimpun juga sama kok. Ibuku kebetulan orang Jawa Timur, jadi aku perhatikan mereka juga sama. Atau temanku yang dari Solotigo mengucapkan Boyolali menjadi mBoyolali. Menurutku ini lebih slank nya orang Jawa, bukan dominannya orang Semarang.

    ReplyDelete
  12. Wah nggak tahu ini tante apakah tinggal di desa atau di kota ada pengaruhnya. Kalau dipikir-pikir Leo merasa dirinya Rotterdammer karena dari sekolah sampai sekarang bekerja, dia selalu di Rotterdam walaupun tinggalnya tetap di desa. Cuma ya kadang dia terlalu "kreatif" saja. he...he...he....

    ReplyDelete
  13. Kalau ini betul tante soalnya bahasa kan punya rasa juga ya, kalau kita tidak tahu secara mendalam bahasa tersebut memang sulit sekali kadang untuk memahami rasa bahasa itu secara total.

    ReplyDelete
  14. Parti walaupun dikit-dikit waktu itu sudah bisa baca koran atau paling enggak mengeja. Tapi sekedar baca saja per kata tapi artinya nggak ngerti.

    Adikku malah parah sekarang bahasa Jawanya tante. Dia tinggal di Amerika sejak 1989. Akhrinya nggak bisa ngomong Jawa lagi. Cuma kayaknya sih dia masih agak mudeng kalau ada yang ngajak ngomong. Bahasa kalau nggak dipakai kan bisa lupa ya tante.

    ReplyDelete
  15. Kebablasan = terlalu jauh, te ver.

    Biasanya sih kebablasan untuk jarak. Misalnya saya naik kereta dari Stasiun Rotterdam Alexander mau ke Gouda. Tapi karena ketiduran, tahu-tahu waktu bangun saya sudah sampai Utrecht. Ini artinya sudah kebablasan.

    Dalam cerita saya, Leo kebablasan dalam hal belajar.

    ReplyDelete
  16. makanya Sri, bhs indo yg kupelajari dgn sungguh2, sudah pernah kulupa sedikit jadi omong tak bisa lancar lagi selalu ada pause k.l.5 menit setiap kalimat.

    Sejak pengalaman itu selalu kujaga spy hal itu tak terulang dan berusaha melatih diri selalu, ump.sekarng melalui MP dan dibeberapa kota ada teman akrab yg kudpt ajak omong kapan kumau. Hrs butuh training.

    Spt adikmu, sayang sekali bhs jawanya bisa hilang begitu, sayang sekali.

    ReplyDelete
  17. Kalau mau berlatih dengan saya juga boleh kok tante. Ayo kapan? Atau sekali-kali saya main ke tempat tante, sekalian ketemu.

    Bahasa Belanda saya malah parah sekali tante. Mungkin karena saya belajar pertama kali ketika usia sudah 40 tahun. Selain itu di rumah lebih sering pake bahasa Inggris karena pengin cepat saja komunikasinya. Kami tahu itu salah karena menjadikan saya nggak pinter-pinter juga ngomong bahasa Belanda. Gimana mau pinter tante kalau nggak pernah dipraktekkan. Makanya mertua sering marah sama Leo kalau dia ngomong bahasa Inggris dengan saya. Mertua sendiri cuma bisa ngomong bahasa Belanda dan sedikit Jerman.

    ReplyDelete
  18. Wakakakak.. bojomu wis dadi wong jowo ya mbak!

    ReplyDelete
  19. Lha embuh kuwi, Leo memang kadang merasa sebagai wong Jowo amatiiiiirrrrrr.

    ReplyDelete
  20. Edam itu klo gak salah karena Damnya tuh E ada yang A, B, C,D, gitu..itu sewaktu aku dulu kesana penjelasannya, mboh tapi...Tapi memang gaya juga klo ngomong diilangi e-nya misal :"Ga maar lope!"
    Eh, ngomong Jowo : "Yuk, seko mBogor mbelok mBandung ndhelok mBulan.....!"

    ReplyDelete
  21. Kata Leo, dinamakan Edam karena ada dam di sungai kecil yang namanya E. Kebetulan dia juga buka salah satu website tentang Edam dan memang itu isinya. Tapi nek tak pikir-pikir kurang kreatip, mbok yo ditambahi apa gitu nama sungainya, mbok yo jangan cuma dinamai E saja.

    ReplyDelete
  22. mbaaaaaaaaaaa..bisaaaaaaaaaaaa ajah he..he..he

    ReplyDelete
  23. ha...ha...ha... eh iya, ngomong-ngomong aku sudah coba resep lasagna nya lho. Menurut Leo enak. Baru sekali bikin nih, tapi sudah dipuji suami. Thanks ya for sharing.

    Karena sudah tua, maka aku usaha untuk mengurangi kolesterol. Jadi daging cincangnya cuma separo, nggak pake margarine ataupun mentega tapi cuma olive oil. Namanya usaha ya supaya bisa tetap sehat. Terimakasih ya.

    ReplyDelete
  24. bwakakakkk ... ono-ono wae ! ada bule yang ngomongnya ngjawa gitu ... lha suamiku malah pernah ngintil jadi seperti orang betawi *sewaktu kita tinggal di Jakarta*. Hampir semua akhiran "an" dengan dia di ganti "in" ... ambilin, beliin, pasangin, bikinin, hubungin ...

    ReplyDelete
  25. wah mbak mustinya bangga Leo sudah integrasi dengan budaya jawa!! heeh lutunya .....

    ReplyDelete
  26. Hi...hi...hi.... lucu ya kalau mereka ngomong kayak gitu. Dia bisa berbahasa Indonesia to?

    ReplyDelete
  27. Yang jadi masalah malah aku yang belum ber-integrasi. Masih belum pernah makan zuurkol.

    ReplyDelete
  28. he-eh Srii bisaaa .. moga-moga suatu hari mereka bisa ketemuan ya, biar yang satu ngomongnya beralunan gamelan dan yang satunya lagi bergambang-kromong ... he-he-he

    ReplyDelete
  29. Kalau ketemu pasti lucu kali ya. Sing siji bisa ngomong: "lu-gue", yang satunya: "kulo-panjenengan" he...he...he....

    ReplyDelete