Ibuku dulu pernah punya seorang pembantu rumah tangga. Panggil saja namanya Parti. Dia berasal dari sebuah desa, namanya Ngrampal. Cuma herannya, setiap memperkenalkan diri, dia selalu menyebut asalnya dari Sragen Solo. Aku tidak tahu apakah dengan menyebutkan kata "Solo", dia ingin mendongkrak asal muasalnya, atau memang dia sudah memperkirakan sedikit sekali orang yang tahu dimana letak Ngrampal. Jadi dengan menyebut Sragen Solo, orang tidak perlu bertanya lagi lebih lanjut. Walaupun sebetulnya Ngrampal masih jauh juga dari Sragen.
Karena tidak pernah makan bangku sekolah, dan tidak pernah belajar baca tulis, maka tentu saja dia buta huruf. Adik bungsuku waktu itu masih sekolah di SD. Dia berusaha mengajari Parti untuk membaca dan menulis. Dalam proses belajar mengajar tersebut, sering juga terjadi keributan. Ibu guru kecil yang berusia 10 tahun kesal karena muridnya yang 20 tahun lebih tua, nggak ngerti-ngerti kalau diajari. Di lain pihak, muridnya juga kesal karena yang diajarkan kok susah banget dimengerti. Tapi dengan berjalannya waktu, Parti akhirnya bisa juga menuliskan namanya. Cuma tetap saja, dia harus belajar lebih banyak lagi supaya bisa membaca yang lainnya.
Suatu kali ibuku sedang bingung mencari sesuatu. Parti bertanya:
"Ibu sedang cari apa to?"
"Kamu tahu kacamataku dimana ya? Seingatku aku taruh di atas meja mesin jahit. Tapi kok nggak ada ya"
"Mungkin di kamar barangkali bu. Atau di meja tamu" Parti berusaha membantu untuk mencari.
"Aku mau baca koran. Tanpa kacamata aku nggak bisa baca"
"O...ibu kalau tidak pake kacamata tidak bisa baca?"
"Iya, aku tidak bisa baca kalau nggak pake kacamata. Aku butuh sekali sekarang soalnya pengin baca berita penting di koran"
"Tapi kalau pake kacamata ibu bisa baca?"
"Ya, bisa.... dimana ya. Lupa aku naruhnya..." kata ibuku kesal.
"Kalau begitu, besok saya mau ke pasar bu, mau beli kacamata"
"Lho buat apa kamu beli kacamata? Kamu kan nggak ada masalah dengan mata to?"
"Lho kata ibu tadi kalau pake kacamata bisa baca. Saya kan tidak bisa baca, jadi kalau pake kacamata nanti kan bisa baca"
Ibuku nggak bisa nahan tertawa. Kesimpulannya cukup logis: tanpa kacamata tidak bisa baca, dengan kacamata bisa baca. Jadi artinya untuk bisa baca perlu pake kacamata!
ha..ha..ha , skarang nasib nya parti gimana mbak ? dah bisa baca gitu ?
ReplyDeletepintar juga ya :D
ReplyDeleteTernyata pembantunya pintar juga ngambil kesimpulan..
ReplyDeleteTfs Sri..
hehehe.. lucu amat sih pembantunya :)))
ReplyDeleteWaakakakaka... sebenere ini bukan yang pertama aku denger lelucon nyata kek gini, tapi tetep aja ngakak!!!
ReplyDeleteTrus talking about Sragen, Solo, memang banyak orang daerah eks Karesidenan Surakarta (Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, dan Karanganyar) yang mengaku orang Solo. Itu dah sering banget terjadi. Sering banget aku di jalan ngobrol sama orang yang ngaku wong Solo, gak taunya dari Bulu (Sukoharjo mblusuk).. Itu sih klo kami orang Solo bilang Solo Gembrobyos... :p
Trus lagi, dalam perbincangan itu aku ganti ditanyai, "Solonya mana?" Nah, klo dah pertanyaan gini, maksudnya tu bukan di jalan apa atau kalurahan apa... tapi menunjukkan "desa" persisnya, apakah Sukoharjo, Wonogiri, atau Karanganyar... Hihihi.... ngekek deh! Jadi musti jawab, "Kota Solo..."
:)
ReplyDeletedemen aku dengan pembantu yang kayak gini.... polos:-))
ReplyDeleteYang aku ingat dia sudah bisa baca, bahkan baca koran walaupun nggak ngerti artinya. Dia sekarang sih sudah pulang kampung.
ReplyDeleteKadang aku sendiri malah nggak kepikir sampai ke sana.
ReplyDeletehe..he...he....kalau dipikir memang dia bener juga ya.
ReplyDeleteha...ha...ha... dianya malah nggak merasa itu lucu waktu nannya.
ReplyDeletehe...he...he... dia itu nanyanya yo jan polos tenan, nggak ada maksud untuk melucu, cuma sekedar pengin tahu karena pengalaman dia kok belajar baca tulis itu susah banget.
ReplyDeleteAku juga pernah tuh dengar istilah gembrobyos untuk menunjukkan tempat. Lucu ya nek dipikir-pikir, saking penginnya mendongkrak asal-muasal. he...he...he... Tapi aku nggak pernah merasa rendah diri kalau asal muasal nenekku dari ndeso, jadi nyebut nama desa ya biasa saja.
Lha wong nanyanya yo jan polos tenan, pengin tahu, nggak bermaksud melucu.
ReplyDeletehahhhahahah...luuucccuuuu...!!
ReplyDeletekisah yang mirip niy...
budhe-ku punya pembantu...samanya Sutijah.
dia katro banget deh..alias ndeso...
sebelum kerja di tempat budhe, sutijah pernah mbabu di jakarta...
suatu hari...ndoronya yang di jkt itu nyuruh belanja: "beras doang, ya..."
kata ndoronya sambil ngasih uang...
sutijah pun berangkat ke pasar beli beras...
dan dia keheranan karena bakul beras tadi cuma ngasih sekantong beras...
"doang-nya mana?" tanya sutijah polos...
penjual berasnya bingung...
"tadi ibu nyuruh saya beli beras doang. kok ini cuma beras...doangnya mana?"
hahahah
Ha...ha...ha...berarti dia orang yang patuh pada perintah.
ReplyDeletehahahahaaha lucu......betulnya sih gw kesian juga, keluguaannya karena dia enggak sekolah (mudah2an setiap orang sekarang udah bisa pergi sekolah ya di Indonesia sono....munggkin enggak ya??)
ReplyDeletewah, masih soal kacamata lagi nich Mbak ...
ReplyDeletegimana akhirnya ? ... mbak Sri jadi pake kacamata ? ...
he he... benar2 lugu yach? :)
ReplyDeleteAku juga berharap begitu, semoga semua orang sudah ngrasain bangku sekolah.
ReplyDeleteAku pake kacamata kalau untuk membaca saja. Itu juga kalau tulisannya super kecil. Kacamataku kacamata baca +1, nyari yang +0,5 kebetulan waktu itu nggak ada. Tapi lumayanlah bisa membantu. Thanks ya untuk dukungannya, membuat aku berani nih pake kacamata.
ReplyDeleteKalau tulisan di koran sih masih bisa terbaca, cuma ya percuma, banyak yang nggak ngerti artinya. Bahasa Belandaku memang parah banget.
Ya begitulah. Malah aku sendiri nggak sampai ke sana pikiranku. he...he...he...
ReplyDeletewaaa ... sama nasibnya ma aku Mbak ...
ReplyDeletekalo ketemu koran arab dah pusing duluan, udah tulisan kecil, pake arab gundul, gag ngerti artinya lagi ... payah banget dech, udah 7 tahun di arab tetep aja gag bisa bahasa arab ...
Lha masih mending nggak ngerti isinya koran Arab, wong tulisannya saja beda jauh kok dari tulisan Latin. Bahasa Belanda kan pake tulisan Latin, tetep saja aku banyak yang nggak mudeng.
ReplyDeleteParti konyol spt aku ini.Ho-oh ya...
ReplyDeleteEnggak lah tante....
ReplyDelete