Friday, 18 May 2007

Mudik dulu ah....

Teman-teman yang baik, kami nanti malam mau mudik dulu ya. Kami akan mudik selama 3 minggu.


Mohon doa restu semoga perjalanan kami lancar, selamat dan sehat sampai di tempat tujuan dan kembali lagi ke Belanda dengan selamat dan sehat juga.


Mohon maaf kalau saya nggak bisa membaca posting-an teman-teman semua. Semoga teman-teman semua dalam keadaan sehat dan bahagia.


Sampai jumpa lagi, see you, tot ziens....

Rendang Den Haag diuji-coba di Indonesia

Aku pernah e-mail temanku di Jakarta tentang resep rendang daging. Tadi aku dapat e-mail dari dia. Katanya dia sudah mencoba resep rendang Den Haag yang dulu pernah aku pasang di sini. Rendang dengan resep sederhana tapi rasanya mantap. Resepnya sederhana, cuma pake sambel oelek dan boemboe boeboek serta santan kaleng, tapi dengan resep yang minimalis tersebut bisa memberikan hasil yang memuaskan. Resep ibunya Devi jadi mendunia nih....  


Komentar temanku adalah: "..... SUKSES! Ibuku bilang, uenak tenan.... and wangi! Kayaknya aku udah siap nih buka warung nasi padang hehehe..."


Mendengar temanku sukses, aku jadi pengin untuk mencoba. Lha gimana nggak pengin coba, wong temanku ini bekerja di sebuah majalah yang juga ngurusi perkulineran. Jadi ya tentu saja aku percaya sama lidahnya yang cukup canggih.


Dulu aku mencoba bikin rendang tuna, tapi kurang berhasil. Aku juga sudah kasih daftar kesahalanku mengapa rendang tunaku kurang berhasil. Pokoknya aku harus coba lagi tapi pake daging sapi, bukan tuna steak!!


"Deviiiiiiii....tolong kasih tahu ibumu ya: Terimakasih......." Hugggssss


 



 

Tuesday, 15 May 2007

Cooking stuff.......again?!?!?!




Judul aslinya sih "perempuan berhati baja" dalam artian berani dan siap untuk diledek. Gimana nggak disebut berani diledek, wong sudah punya rice cooker tapi tetap saja silap mata. Nggak bisa ngelihat rice cooker ini nganggur jadi pajangan di toko. Harga sekitar 7 Euro. Enteng karena terbuat dari plastik tahan panas. Rice cooker yang bisa masak nasi selama 7,5 menit dengan cuma memasukkannya ke magnetron (microwave). Bisa juga untuk masak sayur, tinggal kasih air 2-3 sendok air dan masukin 250 gram sayur kemudian pencet tombol microwave angka 3 atau 4 dan dalam 3-4 menit sudah mateng sayurnya. Aku sudah test, rasa sayurnya lebih enak daripada kalau direbus. Yang jelas vitaminnya nggak hilang. Halah alasan.....Dasar...dasar silap mata.


Tapi ada konsekuensinya beli rice cooker ini. Harus siap diledek. Untuk mempersiapkan diri, setelah bayar di kasa, aku sms Leo kalau aku nggak tahan untuk nggak beli cooking stuff. Aku nggak bilang kalau cooking stuff yang aku beli kali ini adalah rice cooker. Sampai di rumah, aku e-mail dia ke kantornya untuk memberi tahu hal yang sama (soalnya aku belum dapat komentar "miring" dari dia. Jadi mungkin dia belum sempat baca sms ku). Nggak berapa lama, aku dapat jawaban lewat e-mail:


"It's impossible...... kamu kan sudah punya banyak cooking stuffs kan?"


Aku nggak jawab e-mailnya. Tapi begitu dia pulang, hal pertama yang dia lihat dan amati adalah rice cooker baru. Mungkin saja dia sebetulnya "mengagumi" kepandaianku memilih barang, cuma nggak ngomong saja. Dan seperti biasa sambil mengamati barang baru........dia senyum-senyum menyebalkan, wis njelehi tenan pokoknya.


"So....cooking stuff again? New stuff again?" sambil tetap melanjutkan senyumannya. Ih nyebelin deh, soalnya senyuman tersebut paling tidak punya 3 arti yaitu:


1. Kan sudah punya rice cooker, kok beli lagi? (Jawab Sri dalam hati: kan yang ini lain)


2.  Terus mau disimpan dimana? (Jawab Sri dalam hati: yah....nanti dicarilah tempatnya. Wong ya cuma kecil gitu lho, kan bisa diselipin dimana gitu....halah alasan)


3. Setelah ini beli cooking stuff apa lagi? (Jawab Sri dalam hati: itu sih tergantung uang yang bisa dikucurkan oleh penyandang dana alias donatur yang dalam hal ini Meneer Leo)


Memang dia nggak ngomong apa-apa, tapi senyumannya malah terasa lebih "menusuk" daripada kata-kata.


Tanpa menunggu komando, aku sudah menyiapkan alasan mengapa beli rice cooker tersebut:


"Siapa tahu kita piknik dan nginep dimana gitu, kayak di apartemen atau bungalow. Jadi kan bisa masak nasi atau pasta, atau kentang atau sayur. Lihat saja petunjuknya bisa untuk masak apa saja"


"Lho kan tidak semua apartemen kayak gitu nyediain microwave"


"Ya cari yang nyediain microwave dong" Ada aja alasannya....he...he...he....


Setelah itu dia harus melakukan hal lainnya yang kelihatannya cukup urgent dan aku juga sibuk untuk mempersiapkan makan malam.


Ketika makan malam, Leo nggak tahan lagi untuk nggak nanya:


"Setelah ini, kamu sudah lengkap dong peralatan masakmu?"


"Ya belum.......kalau dibandingin bloggers lain sih peralatan yang kita punya masih belum ada apa-apanya. Kan kita cuma punya cetakan bolu kukus sama loyang persegi dan loyang bulet.  Belum punya cetakan putu mayang, cetakan pukis, cetakan serabi, cetakan ......."


Pokoknya aku sebut satu-satu semua peralatan dapur, loyang dan cetakan yang belum aku punya. Leo sampai bingung geleng-geleng kepala mendengarkanku mengabsen semua peralatan masak yang belum aku punya. Mungkin dalam hati dia bilang:


"O....begini to kalau punya istri orang Indonesia...."

Cooking stuff.......again?!?!?!




Judul aslinya sih "perempuan berhati baja" dalam artian berani dan siap untuk diledek. Gimana nggak disebut berani diledek, wong sudah punya rice cooker tapi tetap saja silap mata. Nggak bisa ngelihat rice cooker ini nganggur jadi pajangan di toko. Harga sekitar 7 Euro. Enteng karena terbuat dari plastik tahan panas. Rice cooker yang bisa masak nasi selama 7,5 menit dengan cuma memasukkannya ke magnetron (microwave). Bisa juga untuk masak sayur, tinggal kasih air 2-3 sendok air dan masukin 250 gram sayur kemudian pencet tombol microwave angka 3 atau 4 dan dalam 3-4 menit sudah mateng sayurnya. Aku sudah test, rasa sayurnya lebih enak daripada kalau direbus. Yang jelas vitaminnya nggak hilang. Halah alasan.....Dasar...dasar silap mata.


Tapi ada konsekuensinya beli rice cooker ini. Harus siap diledek. Untuk mempersiapkan diri, setelah bayar di kasa, aku sms Leo kalau aku nggak tahan untuk nggak beli cooking stuff. Aku nggak bilang kalau cooking stuff yang aku beli kali ini adalah rice cooker. Sampai di rumah, aku e-mail dia ke kantornya untuk memberi tahu hal yang sama (soalnya aku belum dapat komentar "miring" dari dia. Jadi mungkin dia belum sempat baca sms ku). Nggak berapa lama, aku dapat jawaban lewat e-mail:


"It's impossible...... kamu kan sudah punya banyak cooking stuffs kan?"


Aku nggak jawab e-mailnya. Tapi begitu dia pulang, hal pertama yang dia lihat dan amati adalah rice cooker baru. Mungkin saja dia sebetulnya "mengagumi" kepandaianku memilih barang, cuma nggak ngomong saja. Dan seperti biasa sambil mengamati barang baru........dia senyum-senyum menyebalkan, wis njelehi tenan pokoknya.


"So....cooking stuff again? New stuff again?" sambil tetap melanjutkan senyumannya. Ih nyebelin deh, soalnya senyuman tersebut paling tidak punya 3 arti yaitu:


1. Kan sudah punya rice cooker, kok beli lagi? (Jawab Sri dalam hati: kan yang ini lain)


2.  Terus mau disimpan dimana? (Jawab Sri dalam hati: yah....nanti dicarilah tempatnya. Wong ya cuma kecil gitu lho, kan bisa diselipin dimana gitu....halah alasan)


3. Setelah ini beli cooking stuff apa lagi? (Jawab Sri dalam hati: itu sih tergantung uang yang bisa dikucurkan oleh penyandang dana alias donatur yang dalam hal ini Meneer Leo)


Memang dia nggak ngomong apa-apa, tapi senyumannya malah terasa lebih "menusuk" daripada kata-kata.


Tanpa menunggu komando, aku sudah menyiapkan alasan mengapa beli rice cooker tersebut:


"Siapa tahu kita piknik dan nginep dimana gitu, kayak di apartemen atau bungalow. Jadi kan bisa masak nasi atau pasta, atau kentang atau sayur. Lihat saja petunjuknya bisa untuk masak apa saja"


"Lho kan tidak semua apartemen kayak gitu nyediain microwave"


"Ya cari yang nyediain microwave dong" Ada aja alasannya....he...he...he....


Setelah itu dia harus melakukan hal lainnya yang kelihatannya cukup urgent dan aku juga sibuk untuk mempersiapkan makan malam.


Ketika makan malam, Leo nggak tahan lagi untuk nggak nanya:


"Setelah ini, kamu sudah lengkap dong peralatan masakmu?"


"Ya belum.......kalau dibandingin bloggers lain sih peralatan yang kita punya masih belum ada apa-apanya. Kan kita cuma punya cetakan bolu kukus sama loyang persegi dan loyang bulet.  Belum punya cetakan putu mayang, cetakan pukis, cetakan serabi, cetakan ......."


Pokoknya aku sebut satu-satu semua peralatan dapur, loyang dan cetakan yang belum aku punya. Leo sampai bingung geleng-geleng kepala mendengarkanku mengabsen semua peralatan masak yang belum aku punya. Mungkin dalam hati dia bilang:


"O....begini to kalau punya istri orang Indonesia...."

Monday, 14 May 2007

Koleksiku lainnya

Kalau orang lain mengkoleksi perhiasan, aku malah mengkoleksi lainnya (yang seperti biasa nggak jauh-jauh dari makanan, wong mau ngoleksi perhiasan nggak punya duit. he...he...he...).


Selain cabe, koleksiku lainnya adalah tuna kalengan. Kebetulan Leo bukan meat eater, tapi lebih fish eater (walaupun dia makan daging sapi juga walaupun nggak banyak). Jadi aku harus cari alternatif untuk pengganti daging. Maka jatuhlah pilihanku pada tuna.


Setelah melakukan trial and error dari satu supermarket ke supermarket lain, dari satu merk tuna ke merk tuna lainnya, dari yang direndam in water, in sun flower oil sampai in olive oil (niat amat yaakkk?), akhirnya pilihan kami jatuh pada tuna merk ini. Menurut kami, merk ini yang terenak dari semua tuna yang sudah kami coba. Produk dari Equador, harganya 1,89 Euro per pak, isi 2 kaleng tiap pak, berat 2 x 160 gram. Dijual di supermarket Lidl (nggak promosi karena nggak dapat komisi).


Ternyata yang mengatakan enak bukan kami saja. Saudara sepupuku ketika mengunjungi kami di Belanda, kami suguhi tuna sandwich dengan tuna ini. Dia bilang tuna sandwich yang dia makan jauh lebih enak daripada tuna sandwich yang dia makan di Indonesia (kayak di O-la-la atau tempat lainnya). Adikku yang nggak suka makan (beda banget sama kakaknya yang suka banget makan) juga bilang kalau tuna ini enak. Ibuku yang tidak suka ikan, ketika mencoba tuna ini juga mengatakan enak. Malah komentar ibuku: "Aku kok doyan ikan ya ternyata". Jadi ya memang enak kan?


Tuna ini bisa dibikin atau dimasak macem-macem: oseng-oseng, tuna bumbu Menado, martabak, lumpia, nasi goreng, salad, sandwich, pizza, macaroni schotel, spaghetti dsb. Malah suatu kali aku pengin bikin lasagna tuna, siapa tahu enak. Yang penting sih menurutku harus pinter-pinter masaknya.  


Aku mengkoleksi ini karena kadang tuna merk ini bisa berbulan-bulan nggak nongol di Lidl. Begitu ada, langsung deh silap mata, kalap beli sampai berpak-pak. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Tapi memang harus gitu, karena beberapa minggu kemudian, aku lihat persediaan di Lidl sudah menipis. Kalau pas persediaan di Lidl habis, aduh rasanya dunia nggak seindah tanpa tuna ini. he...he...he... maksudnya harus ganti merk lain gitu.     


Sekarang koleksi tunaku yang tersisa 11 pak, jadi ada 22 kaleng kan? Serasa punya harta karun euy.........   

Koleksiku lainnya

Kalau orang lain mengkoleksi perhiasan, aku malah mengkoleksi lainnya (yang seperti biasa nggak jauh-jauh dari makanan, wong mau ngoleksi perhiasan nggak punya duit. he...he...he...).


Selain cabe, koleksiku lainnya adalah tuna kalengan. Kebetulan Leo bukan meat eater, tapi lebih fish eater (walaupun dia makan daging sapi juga walaupun nggak banyak). Jadi aku harus cari alternatif untuk pengganti daging. Maka jatuhlah pilihanku pada tuna.


Setelah melakukan trial and error dari satu supermarket ke supermarket lain, dari satu merk tuna ke merk tuna lainnya, dari yang direndam in water, in sun flower oil sampai in olive oil (niat amat yaakkk?), akhirnya pilihan kami jatuh pada tuna merk ini. Menurut kami, merk ini yang terenak dari semua tuna yang sudah kami coba. Produk dari Equador, harganya 1,89 Euro per pak, isi 2 kaleng tiap pak, berat 2 x 160 gram. Dijual di supermarket Lidl (nggak promosi karena nggak dapat komisi).


Ternyata yang mengatakan enak bukan kami saja. Saudara sepupuku ketika mengunjungi kami di Belanda, kami suguhi tuna sandwich dengan tuna ini. Dia bilang tuna sandwich yang dia makan jauh lebih enak daripada tuna sandwich yang dia makan di Indonesia (kayak di O-la-la atau tempat lainnya). Adikku yang nggak suka makan (beda banget sama kakaknya yang suka banget makan) juga bilang kalau tuna ini enak. Ibuku yang tidak suka ikan, ketika mencoba tuna ini juga mengatakan enak. Malah komentar ibuku: "Aku kok doyan ikan ya ternyata". Jadi ya memang enak kan?


Tuna ini bisa dibikin atau dimasak macem-macem: oseng-oseng, tuna bumbu Menado, martabak, lumpia, nasi goreng, salad, sandwich, pizza, macaroni schotel, spaghetti dsb. Malah suatu kali aku pengin bikin lasagna tuna, siapa tahu enak. Yang penting sih menurutku harus pinter-pinter masaknya.  


Aku mengkoleksi ini karena kadang tuna merk ini bisa berbulan-bulan nggak nongol di Lidl. Begitu ada, langsung deh silap mata, kalap beli sampai berpak-pak. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Tapi memang harus gitu, karena beberapa minggu kemudian, aku lihat persediaan di Lidl sudah menipis. Kalau pas persediaan di Lidl habis, aduh rasanya dunia nggak seindah tanpa tuna ini. he...he...he... maksudnya harus ganti merk lain gitu.     


Sekarang koleksi tunaku yang tersisa 11 pak, jadi ada 22 kaleng kan? Serasa punya harta karun euy.........   

Koleksiku lainnya

Kalau orang lain mengkoleksi perhiasan, aku malah mengkoleksi lainnya (yang seperti biasa nggak jauh-jauh dari makanan, wong mau ngoleksi perhiasan nggak punya duit. he...he...he...).


Selain cabe, koleksiku lainnya adalah tuna kalengan. Kebetulan Leo bukan meat eater, tapi lebih fish eater (walaupun dia makan daging sapi juga walaupun nggak banyak). Jadi aku harus cari alternatif untuk pengganti daging. Maka jatuhlah pilihanku pada tuna.


Setelah melakukan trial and error dari satu supermarket ke supermarket lain, dari satu merk tuna ke merk tuna lainnya, dari yang direndam in water, in sun flower oil sampai in olive oil (niat amat yaakkk?), akhirnya pilihan kami jatuh pada tuna merk ini. Menurut kami, merk ini yang terenak dari semua tuna yang sudah kami coba. Produk dari Equador, harganya 1,89 Euro per pak, isi 2 kaleng tiap pak, berat 2 x 160 gram. Dijual di supermarket Lidl (nggak promosi karena nggak dapat komisi).


Ternyata yang mengatakan enak bukan kami saja. Saudara sepupuku ketika mengunjungi kami di Belanda, kami suguhi tuna sandwich dengan tuna ini. Dia bilang tuna sandwich yang dia makan jauh lebih enak daripada tuna sandwich yang dia makan di Indonesia (kayak di O-la-la atau tempat lainnya). Adikku yang nggak suka makan (beda banget sama kakaknya yang suka banget makan) juga bilang kalau tuna ini enak. Ibuku yang tidak suka ikan, ketika mencoba tuna ini juga mengatakan enak. Malah komentar ibuku: "Aku kok doyan ikan ya ternyata". Jadi ya memang enak kan?


Tuna ini bisa dibikin atau dimasak macem-macem: oseng-oseng, tuna bumbu Menado, martabak, lumpia, nasi goreng, salad, sandwich, pizza, macaroni schotel, spaghetti dsb. Malah suatu kali aku pengin bikin lasagna tuna, siapa tahu enak. Yang penting sih menurutku harus pinter-pinter masaknya.  


Aku mengkoleksi ini karena kadang tuna merk ini bisa berbulan-bulan nggak nongol di Lidl. Begitu ada, langsung deh silap mata, kalap beli sampai berpak-pak. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Tapi memang harus gitu, karena beberapa minggu kemudian, aku lihat persediaan di Lidl sudah menipis. Kalau pas persediaan di Lidl habis, aduh rasanya dunia nggak seindah tanpa tuna ini. he...he...he... maksudnya harus ganti merk lain gitu.     


Sekarang koleksi tunaku yang tersisa 11 pak, jadi ada 22 kaleng kan? Serasa punya harta karun euy.........   

Saturday, 12 May 2007

Koleksiku....

Banyak orang yang hobby nya mengkoleksi sesuatu yang unik, misalnya souvenirs (kayak mbak Esther), teddy bears (hobbynya mbak TJ), berbagai ukuran ducks (koleksinya Mama Hanna), perangko dan pernak-pernik lainnya.


Hayo siapa yang hobby nya ngoleksi SENDOK, GARPU dan PISAU dari PESAWAT??????????? HAYO PADA NGAKU, NGACUNG....TUNJUK JARI!!!!! He...he...he....


Kalau koleksiku selama ini adalah......CABAI alias LOMBOK. Baik yang merah, ijo, kuning maupun orange. Cuma yang kuning dan orange sudah abis dimakan. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat koleksi cabe ku yang aku simpan di freezer. Yang di gambar masih belum semuanya. Dia bilang:


"You are the biggest chilly collector in the whole village....mmmmm maybe in the Netherlands........"


"Ah ya enggak lah. Mungkin saja ada orang Indonesia atau Asia lainnya di negri ini yang punya simpanan cabe lebih banyak daripada aku"


"Tapi aku yakin paling enggak kamu yang punya cabe terbanyak di desa ini"


Maklum tidak begitu banyak jumlah orang asing di tempatku, jadi ya bisa saja perkiraan Leo betul. Orang Belanda seperti juga orang-orang bule lainnya tidak tahan kalau harus makan pedas. Leo memang pengecualian. Paling tidak dalam satu hari, aku masak menggunakan cabe 3 biji.


Koleksi ini dimulai karena mahalnya harga cabe di sini. Dulu di supermarket harganya hampir mencapai 2 Euro plastik yang cuma isi 2 biji. Lha kalau pake 3 biji per hari kan sudah 3 Euro. Itu baru cabe thok, belum boemboe lainnya. Kalau untuk dapurnya orang Belanda sih nggak masalah lah kalau mahal, wong mereka jarang makan cabe. Mungkin 1 cabe per bulan saja sudah bagus. Jadi harga segitu mungkin masih nggak terlalu masalah buat mereka. Tapi kalau untuk dapur kami, kok rasanya masih terlalu mahal.  


Sekarang memang supermarket Lidl menjual cabe, kalau nggak salah 80 cents per 2 biji. Tapi menurutku masih tetap mahal dibandingkan dengan harga di pasar.


Di pasar Rotterdam (kalau sedang ada cabe) harganya sekitar 1,5 s/d 10 Euro per kilo. Kalau harganya sedang murah yaitu dibawah 5 Euro, aku biasanya langsung beli. Apalagi kalau harganya 1,5 s/d 2,5 Euro per kilo, wis sudah kalap deh borongnya. Akhirnya pusing gimana nyimpennya karena freezer sudah full. he...he...he...


Tapi penting lho punya persediaan cabe. Pernah di pasar waktu itu berbulan-bulan nggak ada cabe sama sekali, padahal persediaan cabe di rumah makin menipis. Akhirnya begitu ada lagi, aku langsung borong. Kata Leo aku terkena trauma cabe. he...he...he...


Orang-orang Belanda yang kebetulan berkunjung ke rumah kami sampe geleng-geleng kepala melihat koleksi cabeku yang aku simpan di freezer. Aku yakin, mereka pasti terkagum-kagum. he...he...he...   


Note: menanam cabe juga belum tentu tumbuh bagus kalau summer nya kurang panas dan kurang panjang. Ayo siapa lagi yang punya trauma cabe kayak aku?


 


  

Koleksiku....

Banyak orang yang hobby nya mengkoleksi sesuatu yang unik, misalnya souvenirs (kayak mbak Esther), teddy bears (hobbynya mbak TJ), berbagai ukuran ducks (koleksinya Mama Hanna), perangko dan pernak-pernik lainnya.


Hayo siapa yang hobby nya ngoleksi SENDOK, GARPU dan PISAU dari PESAWAT??????????? HAYO PADA NGAKU, NGACUNG....TUNJUK JARI!!!!! He...he...he....


Kalau koleksiku selama ini adalah......CABAI alias LOMBOK. Baik yang merah, ijo, kuning maupun orange. Cuma yang kuning dan orange sudah abis dimakan. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat koleksi cabe ku yang aku simpan di freezer. Yang di gambar masih belum semuanya. Dia bilang:


"You are the biggest chilly collector in the whole village....mmmmm maybe in the Netherlands........"


"Ah ya enggak lah. Mungkin saja ada orang Indonesia atau Asia lainnya di negri ini yang punya simpanan cabe lebih banyak daripada aku"


"Tapi aku yakin paling enggak kamu yang punya cabe terbanyak di desa ini"


Maklum tidak begitu banyak jumlah orang asing di tempatku, jadi ya bisa saja perkiraan Leo betul. Orang Belanda seperti juga orang-orang bule lainnya tidak tahan kalau harus makan pedas. Leo memang pengecualian. Paling tidak dalam satu hari, aku masak menggunakan cabe 3 biji.


Koleksi ini dimulai karena mahalnya harga cabe di sini. Dulu di supermarket harganya hampir mencapai 2 Euro plastik yang cuma isi 2 biji. Lha kalau pake 3 biji per hari kan sudah 3 Euro. Itu baru cabe thok, belum boemboe lainnya. Kalau untuk dapurnya orang Belanda sih nggak masalah lah kalau mahal, wong mereka jarang makan cabe. Mungkin 1 cabe per bulan saja sudah bagus. Jadi harga segitu mungkin masih nggak terlalu masalah buat mereka. Tapi kalau untuk dapur kami, kok rasanya masih terlalu mahal.  


Sekarang memang supermarket Lidl menjual cabe, kalau nggak salah 80 cents per 2 biji. Tapi menurutku masih tetap mahal dibandingkan dengan harga di pasar.


Di pasar Rotterdam (kalau sedang ada cabe) harganya sekitar 1,5 s/d 10 Euro per kilo. Kalau harganya sedang murah yaitu dibawah 5 Euro, aku biasanya langsung beli. Apalagi kalau harganya 1,5 s/d 2,5 Euro per kilo, wis sudah kalap deh borongnya. Akhirnya pusing gimana nyimpennya karena freezer sudah full. he...he...he...


Tapi penting lho punya persediaan cabe. Pernah di pasar waktu itu berbulan-bulan nggak ada cabe sama sekali, padahal persediaan cabe di rumah makin menipis. Akhirnya begitu ada lagi, aku langsung borong. Kata Leo aku terkena trauma cabe. he...he...he...


Orang-orang Belanda yang kebetulan berkunjung ke rumah kami sampe geleng-geleng kepala melihat koleksi cabeku yang aku simpan di freezer. Aku yakin, mereka pasti terkagum-kagum. he...he...he...   


Note: menanam cabe juga belum tentu tumbuh bagus kalau summer nya kurang panas dan kurang panjang. Ayo siapa lagi yang punya trauma cabe kayak aku?


 


  

Koleksiku....

Banyak orang yang hobby nya mengkoleksi sesuatu yang unik, misalnya souvenirs (kayak mbak Esther), teddy bears (hobbynya mbak TJ), berbagai ukuran ducks (koleksinya Mama Hanna), perangko dan pernak-pernik lainnya.


Hayo siapa yang hobby nya ngoleksi SENDOK, GARPU dan PISAU dari PESAWAT??????????? HAYO PADA NGAKU, NGACUNG....TUNJUK JARI!!!!! He...he...he....


Kalau koleksiku selama ini adalah......CABAI alias LOMBOK. Baik yang merah, ijo, kuning maupun orange. Cuma yang kuning dan orange sudah abis dimakan. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat koleksi cabe ku yang aku simpan di freezer. Yang di gambar masih belum semuanya. Dia bilang:


"You are the biggest chilly collector in the whole village....mmmmm maybe in the Netherlands........"


"Ah ya enggak lah. Mungkin saja ada orang Indonesia atau Asia lainnya di negri ini yang punya simpanan cabe lebih banyak daripada aku"


"Tapi aku yakin paling enggak kamu yang punya cabe terbanyak di desa ini"


Maklum tidak begitu banyak jumlah orang asing di tempatku, jadi ya bisa saja perkiraan Leo betul. Orang Belanda seperti juga orang-orang bule lainnya tidak tahan kalau harus makan pedas. Leo memang pengecualian. Paling tidak dalam satu hari, aku masak menggunakan cabe 3 biji.


Koleksi ini dimulai karena mahalnya harga cabe di sini. Dulu di supermarket harganya hampir mencapai 2 Euro plastik yang cuma isi 2 biji. Lha kalau pake 3 biji per hari kan sudah 3 Euro. Itu baru cabe thok, belum boemboe lainnya. Kalau untuk dapurnya orang Belanda sih nggak masalah lah kalau mahal, wong mereka jarang makan cabe. Mungkin 1 cabe per bulan saja sudah bagus. Jadi harga segitu mungkin masih nggak terlalu masalah buat mereka. Tapi kalau untuk dapur kami, kok rasanya masih terlalu mahal.  


Sekarang memang supermarket Lidl menjual cabe, kalau nggak salah 80 cents per 2 biji. Tapi menurutku masih tetap mahal dibandingkan dengan harga di pasar.


Di pasar Rotterdam (kalau sedang ada cabe) harganya sekitar 1,5 s/d 10 Euro per kilo. Kalau harganya sedang murah yaitu dibawah 5 Euro, aku biasanya langsung beli. Apalagi kalau harganya 1,5 s/d 2,5 Euro per kilo, wis sudah kalap deh borongnya. Akhirnya pusing gimana nyimpennya karena freezer sudah full. he...he...he...


Tapi penting lho punya persediaan cabe. Pernah di pasar waktu itu berbulan-bulan nggak ada cabe sama sekali, padahal persediaan cabe di rumah makin menipis. Akhirnya begitu ada lagi, aku langsung borong. Kata Leo aku terkena trauma cabe. he...he...he...


Orang-orang Belanda yang kebetulan berkunjung ke rumah kami sampe geleng-geleng kepala melihat koleksi cabeku yang aku simpan di freezer. Aku yakin, mereka pasti terkagum-kagum. he...he...he...   


Note: menanam cabe juga belum tentu tumbuh bagus kalau summer nya kurang panas dan kurang panjang. Ayo siapa lagi yang punya trauma cabe kayak aku?


 


  

Wednesday, 9 May 2007

Sambel goreng rendang tempe bumbu cabe ijo...

Belum pernah kan dengar menu kayak gini? Lha wong aku yang penggagas sekaligus pencipta this original recipe saja baru kok dengarnya. he...he...he...


Ini gara-gara bikin rendang tuna yang dulu (agak) gagal. Dikasih kata "agak" biar tetap semangat untuk bereksperimen. Akhirnya rendang yang tunanya tinggal 2 potong kecil tapi masih ada kentangnya aku bongkar pasang dan daur ulang.


Wis mbuh, nggak tahu, bumbune sudah lupa lagi. Pokoknya dikasih brambang (bawang merah) dan bawang putih yang ditumis dulu, terus dimasukin cabe giling eh....sambel oelek (sambel kok asin en ketjoet thok rasane), sedikit daging cincang supaya rasane rodo mantep. Tidak ketinggalan gula, sedikit santen encer (walaupun akhirnya nggak ngaruh, wong rendang kan sudah bersanten ya), air dan apa lagi lupa.


Pokoknya kalau terlalu asin ditambahi gula, kalau kemanisen ditambahi uyah (garam), kurang pedes ditambahi sambel oelek, eh terus keasinan lagi (wong sambel oelek Londo rasane jan asin tenan), terus ditambahi gula lagi.......gitu terus karena nggak klopt klopt. Yang jelas nggak aku kasih tomat, wong sambel oeleknya sudah ketjoet.  


Karena tunanya tinggal dikit, maka aku tambahi tempe. Ada sisa 3 biji cabe ijo dimasukin (daripada cabe ijo cuma busuk kan mendingan dipake ya? Halah...alasan). Kebetulan punya kapri, jadi ya dimasukin juga. Eh lha kok ada sisa paprika merah, daripada busuk, dimasukin juga. Nggak jelas, ini sambel goreng apa sampah kok semuanya masuk di situ. hi...hi...hi... 


Leo sendiri nggak aku kasih. Bukannya takut dikritik, tapi dia memang kurang suka masakan bersantan. Kalau dia makan rendang, harus rendang yang kering banget dedaknya. Akhirnya yo aku makan sendiri, aku nikmati sendiri. Aku habisin sendiri.  


Makannya pake lontong (dibuat pake plastik) dan dikepyuri brambang goreng bikinannya Leo. Aku nikmati SAMBAL GORENG RENDANG TEMPE BUMBU CABE IJO (panjang banget ya namanya) ini untuk ontbijt alias breakfast or in Jowo biasa disebut sebagai sarapan. Saking banyaknya bisa untuk 2 kali sarapan. Karena banyak, siang nggak perlu lunch lagi karena masih kenyang. Sebelumnya bahkan diinepin dulu supaya bumbunya merasuk.


Rasanya gimana? Lha yo enak menurutku. Kok tahu enak, buktinya apa? Lha itu buktinya: aku doyan gitu kok. Lha wong namanya mantan LSM, hanya dua jenis rasa makanan di dunia ini: Enak dan Uenak bianget. Ha...ha...ha...

Sambel goreng rendang tempe bumbu cabe ijo...

Belum pernah kan dengar menu kayak gini? Lha wong aku yang penggagas sekaligus pencipta this original recipe saja baru kok dengarnya. he...he...he...


Ini gara-gara bikin rendang tuna yang dulu (agak) gagal. Dikasih kata "agak" biar tetap semangat untuk bereksperimen. Akhirnya rendang yang tunanya tinggal 2 potong kecil tapi masih ada kentangnya aku bongkar pasang dan daur ulang.


Wis mbuh, nggak tahu, bumbune sudah lupa lagi. Pokoknya dikasih brambang (bawang merah) dan bawang putih yang ditumis dulu, terus dimasukin cabe giling eh....sambel oelek (sambel kok asin en ketjoet thok rasane), sedikit daging cincang supaya rasane rodo mantep. Tidak ketinggalan gula, sedikit santen encer (walaupun akhirnya nggak ngaruh, wong rendang kan sudah bersanten ya), air dan apa lagi lupa.


Pokoknya kalau terlalu asin ditambahi gula, kalau kemanisen ditambahi uyah (garam), kurang pedes ditambahi sambel oelek, eh terus keasinan lagi (wong sambel oelek Londo rasane jan asin tenan), terus ditambahi gula lagi.......gitu terus karena nggak klopt klopt. Yang jelas nggak aku kasih tomat, wong sambel oeleknya sudah ketjoet.  


Karena tunanya tinggal dikit, maka aku tambahi tempe. Ada sisa 3 biji cabe ijo dimasukin (daripada cabe ijo cuma busuk kan mendingan dipake ya? Halah...alasan). Kebetulan punya kapri, jadi ya dimasukin juga. Eh lha kok ada sisa paprika merah, daripada busuk, dimasukin juga. Nggak jelas, ini sambel goreng apa sampah kok semuanya masuk di situ. hi...hi...hi... 


Leo sendiri nggak aku kasih. Bukannya takut dikritik, tapi dia memang kurang suka masakan bersantan. Kalau dia makan rendang, harus rendang yang kering banget dedaknya. Akhirnya yo aku makan sendiri, aku nikmati sendiri. Aku habisin sendiri.  


Makannya pake lontong (dibuat pake plastik) dan dikepyuri brambang goreng bikinannya Leo. Aku nikmati SAMBAL GORENG RENDANG TEMPE BUMBU CABE IJO (panjang banget ya namanya) ini untuk ontbijt alias breakfast or in Jowo biasa disebut sebagai sarapan. Saking banyaknya bisa untuk 2 kali sarapan. Karena banyak, siang nggak perlu lunch lagi karena masih kenyang. Sebelumnya bahkan diinepin dulu supaya bumbunya merasuk.


Rasanya gimana? Lha yo enak menurutku. Kok tahu enak, buktinya apa? Lha itu buktinya: aku doyan gitu kok. Lha wong namanya mantan LSM, hanya dua jenis rasa makanan di dunia ini: Enak dan Uenak bianget. Ha...ha...ha...

Sambel goreng rendang tempe bumbu cabe ijo...

Belum pernah kan dengar menu kayak gini? Lha wong aku yang penggagas sekaligus pencipta this original recipe saja baru kok dengarnya. he...he...he...


Ini gara-gara bikin rendang tuna yang dulu (agak) gagal. Dikasih kata "agak" biar tetap semangat untuk bereksperimen. Akhirnya rendang yang tunanya tinggal 2 potong kecil tapi masih ada kentangnya aku bongkar pasang dan daur ulang.


Wis mbuh, nggak tahu, bumbune sudah lupa lagi. Pokoknya dikasih brambang (bawang merah) dan bawang putih yang ditumis dulu, terus dimasukin cabe giling eh....sambel oelek (sambel kok asin en ketjoet thok rasane), sedikit daging cincang supaya rasane rodo mantep. Tidak ketinggalan gula, sedikit santen encer (walaupun akhirnya nggak ngaruh, wong rendang kan sudah bersanten ya), air dan apa lagi lupa.


Pokoknya kalau terlalu asin ditambahi gula, kalau kemanisen ditambahi uyah (garam), kurang pedes ditambahi sambel oelek, eh terus keasinan lagi (wong sambel oelek Londo rasane jan asin tenan), terus ditambahi gula lagi.......gitu terus karena nggak klopt klopt. Yang jelas nggak aku kasih tomat, wong sambel oeleknya sudah ketjoet.  


Karena tunanya tinggal dikit, maka aku tambahi tempe. Ada sisa 3 biji cabe ijo dimasukin (daripada cabe ijo cuma busuk kan mendingan dipake ya? Halah...alasan). Kebetulan punya kapri, jadi ya dimasukin juga. Eh lha kok ada sisa paprika merah, daripada busuk, dimasukin juga. Nggak jelas, ini sambel goreng apa sampah kok semuanya masuk di situ. hi...hi...hi... 


Leo sendiri nggak aku kasih. Bukannya takut dikritik, tapi dia memang kurang suka masakan bersantan. Kalau dia makan rendang, harus rendang yang kering banget dedaknya. Akhirnya yo aku makan sendiri, aku nikmati sendiri. Aku habisin sendiri.  


Makannya pake lontong (dibuat pake plastik) dan dikepyuri brambang goreng bikinannya Leo. Aku nikmati SAMBAL GORENG RENDANG TEMPE BUMBU CABE IJO (panjang banget ya namanya) ini untuk ontbijt alias breakfast or in Jowo biasa disebut sebagai sarapan. Saking banyaknya bisa untuk 2 kali sarapan. Karena banyak, siang nggak perlu lunch lagi karena masih kenyang. Sebelumnya bahkan diinepin dulu supaya bumbunya merasuk.


Rasanya gimana? Lha yo enak menurutku. Kok tahu enak, buktinya apa? Lha itu buktinya: aku doyan gitu kok. Lha wong namanya mantan LSM, hanya dua jenis rasa makanan di dunia ini: Enak dan Uenak bianget. Ha...ha...ha...

Monday, 7 May 2007

Logika perempuan....

Ini istilahnya Leo, tapi bagaimana sebetulnya istilah ini muncul?


Waktu itu aku usul Leo supaya mengganti provider telpon kami.


Biasanya kami pake kode 1649 untuk melakukan sambungan internasional. Biasalah setelah dial 1649 kemudian dial kode internasional (00) diikuti dengan kode negara, kode area dan nomor telpon orang yang akan kita telpon. Dengan dial 1649 maka biaya sambungan ke Indonesia 10 Euro cents per minute.


Aku dapat info dari Devi mendingan pake kode 1643 saja karena biayanya 5 cents per minute ke Indonesia, 1 cent per minute ke Amerika dsb. Yang penting bagi kami adalah mencari provider yang termurah untuk sambungan ke Indonesia. Leo setuju, akhirnya dia register lewat internet. Setelah selesai dia bilang:


"Aku sudah register ke 1643. Kalau telpon ke Indonesia sekarang biayanya 5 cents per minute"


"So.....aku bisa telpon dua kali lebih lama dong sekarang?"


"Oh my God..... it's really female logic....."


"E lho kok female logic? What do you mean?"


"Lha gimana nggak female logic, your comment is so obvious gitu kok. Ibaratnya gini, kalau kamu jalan-jalan ke mall kemudian melihat ada toko sepatu kasih korting 50 persen, terus apa yang dilakukan oleh para perempuan? Instead of saving 50%, women will buy two pairs of shoes. Ja, toch?"


"Ya...kan nggak semua perempuan kayak gitu. Aku nggak gila sepatu kok. Kamu lihat sendiri, aku selalu pake sport shoes. Punya dua pasang sudah cukup untuk gonta-ganti. Hampir nggak pernah kan aku pake sepatu perempuan?"


Kebetulan aku memang nggak gila sepatu apalagi yang berhak tinggi.  Wong aku nggak bisa kok pake sepatu hak tinggi. Daripada jatuh malah bermasalah.  


Aku kemudian meneruskan:


"Tapi kan kalau dipikir-pikir bener juga mereka itu. Dengan jumlah uang yang sama, kan bisa dapat dua pasang instead of one pair"


"That's what I mean with female logic!!!! My God....no wonder my blood pressure is always high......"


"Ha...ha...ha.... kamu sih apa-apa selalu dipikir serius. Hidup itu kadang nggak bisa pake logika, tinggal dijalani saja......"


Tapi tetap saja dia geleng-geleng kepala, nggak mudeng dengan "jalan pikiran dan logika perempuan"


PS. Foto di atas diambil Leo waktu kami ke Milan. Di kota sepatu tersebut, aku menyempatkan diri untuk berpose di depan toko sepatu Clarks. Nggak beli, wong mahal-mahal semua. Selain itu waktu itu hari Minggu, jadi banyak sekali toko yang tutup.  Jadi paling enggak Leo bisa bernafas lega karena istrinya nggak bisa beli apa-apa (lha wong tutup semua). he...he...he...

Logika perempuan....

Ini istilahnya Leo, tapi bagaimana sebetulnya istilah ini muncul?


Waktu itu aku usul Leo supaya mengganti provider telpon kami.


Biasanya kami pake kode 1649 untuk melakukan sambungan internasional. Biasalah setelah dial 1649 kemudian dial kode internasional (00) diikuti dengan kode negara, kode area dan nomor telpon orang yang akan kita telpon. Dengan dial 1649 maka biaya sambungan ke Indonesia 10 Euro cents per minute.


Aku dapat info dari Devi mendingan pake kode 1643 saja karena biayanya 5 cents per minute ke Indonesia, 1 cent per minute ke Amerika dsb. Yang penting bagi kami adalah mencari provider yang termurah untuk sambungan ke Indonesia. Leo setuju, akhirnya dia register lewat internet. Setelah selesai dia bilang:


"Aku sudah register ke 1643. Kalau telpon ke Indonesia sekarang biayanya 5 cents per minute"


"So.....aku bisa telpon dua kali lebih lama dong sekarang?"


"Oh my God..... it's really female logic....."


"E lho kok female logic? What do you mean?"


"Lha gimana nggak female logic, your comment is so obvious gitu kok. Ibaratnya gini, kalau kamu jalan-jalan ke mall kemudian melihat ada toko sepatu kasih korting 50 persen, terus apa yang dilakukan oleh para perempuan? Instead of saving 50%, women will buy two pairs of shoes. Ja, toch?"


"Ya...kan nggak semua perempuan kayak gitu. Aku nggak gila sepatu kok. Kamu lihat sendiri, aku selalu pake sport shoes. Punya dua pasang sudah cukup untuk gonta-ganti. Hampir nggak pernah kan aku pake sepatu perempuan?"


Kebetulan aku memang nggak gila sepatu apalagi yang berhak tinggi.  Wong aku nggak bisa kok pake sepatu hak tinggi. Daripada jatuh malah bermasalah.  


Aku kemudian meneruskan:


"Tapi kan kalau dipikir-pikir bener juga mereka itu. Dengan jumlah uang yang sama, kan bisa dapat dua pasang instead of one pair"


"That's what I mean with female logic!!!! My God....no wonder my blood pressure is always high......"


"Ha...ha...ha.... kamu sih apa-apa selalu dipikir serius. Hidup itu kadang nggak bisa pake logika, tinggal dijalani saja......"


Tapi tetap saja dia geleng-geleng kepala, nggak mudeng dengan "jalan pikiran dan logika perempuan"


PS. Foto di atas diambil Leo waktu kami ke Milan. Di kota sepatu tersebut, aku menyempatkan diri untuk berpose di depan toko sepatu Clarks. Nggak beli, wong mahal-mahal semua. Selain itu waktu itu hari Minggu, jadi banyak sekali toko yang tutup.  Jadi paling enggak Leo bisa bernafas lega karena istrinya nggak bisa beli apa-apa (lha wong tutup semua). he...he...he...

Sunday, 6 May 2007

Mami pasang tenda


Mami, Leo dan adiknya pasang tenda.

Ini cerita weekend minggu lalu. Mami (ibu mertua) pengin pasang tenda. Maklum walaupun masih lente (spring) tapi cuaca sangat cerah (sekarang sih hujan dan mendung lagi). Leo dan adiknya bantuin pasang tenda.

Aku sendiri bantuin untuk bersihin kebun mami yang penuh dengan rontokan bunga yang berguguran dari pohon-pohon di pinggir jalan yang jatuh di kebun mami. Untuk ukuran Belanda halaman milik mami memang gede. Jadi bisa dibayangin kan banyaknya bunga yang gugur di halaman (mana ada 7 pohon gede yang bunganya rontok). Sudah gitu, baru saja dibersihin, bergeser dikit, eh...ada lagi bunga yang berguguran.

Setelah tenda hampir selesai, Leo bantuin aku mengumpulkan bunga-bunga dengan garpu kebun. Jadi aku gampang nyedotnya dengan vacum cleaner.

Akhirnya selesai juga, tapi tetap saja kotor lagi karena bunganya banyak yang rontok lagi.

Beda prei dan daun bawang...


Prei yang gede dan daun bawang yang kecil.

Dulu kalau nggak salah Ratna (atau yang lainnya ya?) pernah nanya beda prei dan daun bawang. Ini fotonya bu Ratna, silahkan diamati. Yang gede itu prei dan yang kecil daun bawang.

Kebetulan prei bagian hijaunya sudah dipotong, harusnya lebih panjang dari itu. Kadang malah ada prei yang jauh lebih besar daripada yang ada di gambar.

Daun bawangnya yang ada di gambar kebetulan yang pangkalnya bulat gede. Padahal sih biasanya dapat daun bawang yang pangkalnya lebih langsing.

Dulu aku kira prei dan daun bawang sama padahal beda. Menurutku (dan Leo), prei paling enak dibuat martabak dan lumpia. Rasanya lebih mantap. Tapi kalau untuk soto rasanya prei kok kurang cocok ya. Aku biasanya makan soto pake daun bawang yang masih mentah dan dipotong-potong.

Daun bawang (spring onion atau lente-uitjes) lebih langsing penampakannya. Kalau nggak salah nenekku dulu menyebut daun bawang dengan sebutan prei, padahal beda. Kalau ibuku menyebut daun bawang sebagai loncang (ini sih bahasa Jawanya ya?). Biasanya sih ibuku belinya nggak hanya loncang saja tapi loncang sledri.

Friday, 4 May 2007

Rendang tuna maksa

Ternyata melihat seseorang bikin rendang dan mempraktekkan sendiri hasilnya bisa berbeda. Memang jam terbang juga sangat mempengaruhi.


Hari ini aku pengin praktek bikin rendang tuna dengan menggunakan resep sederhana ibunya Devi. Ternyata hasilnya masih belum sempurna.


Ini benar-benar rendang tuna maksa. Gimana nggak maksa, resepnya pake daging 1kg, aku ganti pake tuna 265 gram (aku tambah kentang dan kacang merah). Salah sendiri!!!! Sudah gitu tunanya bukan tuna segar lagi tapi tuna beku beli di supermarket.


Karena takut hancur tunanya aku angkat dulu, begitu juga kentang dan kacang merahnya. Yang terjadi adalah bumbunya nggak meresap ke tuna, sedangkan tunanya juga nggak meresap di bumbu. Biasanya kan kalau pake daging sapi, bumbunya meresap di daging dan rasa bumbunya berasa daging. Kayak simbiosis mutualisma kan? Nah ini boro-boro kayak gitu.


Tapi ada kemajuan sih yaitu warna rendang sudah hitam. Rasa sudah mengarah ke rendang (walaupun belum sempurna), yang jelas bukan rasa rawon atau rasa gudeg lagi. Tapi masih harus belajar banyak sih.....


Beberapa kesalahanku adalah:


1. Mungkin jahenya terlalu banyak (100 gram jahe ternyata terlalu banyak). Lain kali kalau bikin dengan bahan daging 1 kg, aku akan kurangi jahenya.


2. Bumbu bubuknya mungkin terlalu banyak. Saking hotnya pengin rendang hitam, aku masukin bubuk palanya 2 sdt terlalu munjung.


3. Aku harus mengurangi lagi star anise nya. Kayaknya 1/2 sdt peres masih terlalu banyak. Lain kali cuma seujung sendok teh saja ah.


4. Bumbu bubuk aku masukin setelah santen. Ya salah!!! Lha gimana, wong namanya lupa.


5. Menumis bumbunya harus lebih lama lagi (tapi nggak gosong) supaya nggak langu.


6. Seperti biasa aku nyalahin santennya (Dasar!!!!). Santannya nggak pake merk Aroy-d tapi merk Tropical (lihat gambar). Lha punyanya cuma itu tadi. Ternyata walaupun santan merk Tropical kental banget, tapi sulit banget untuk menjadi kering. Beda dengan merk Aroy-d yang lebih gampang menjadi blondo (santan kering). Kesimpulan: lain kali aku harus beli Aroy-d kalau mau bikin rendang.


7. Ini nih yang penting: LAIN KALI AKU HARUS BELAJAR BIKIN RENDANG DAGING DULU, JANGAN COBA-COBA BIKIN RENDANG YANG LAIN KALAU YANG RENDANG DAGING SAJA BELUM BECUS!!!!! Baru setelah pinter, mau bikin rendang pasta atau rendang pizza atau rendang Pu Yung Hai atau rendang keju siapa takut!!!  

Software album foto terbaik




Idenya adalah mencetak foto langsung pada album. Selama ini foto-foto yang ada hanya menumpuk pada komputer atau kalaupun sudah dicetak, hasil foto tersebut cuma menghuni kotak sepatu karena males nempelin ke album.

Dengan software ini, foto-foto tersebut langsung dicetak di album sesuai dengan keinginan kita. Kita tinggal download (gratis) dari penyedia software, kemudian meminta mereka mencetaknya (kalau ini baru bayar).

Menurutku Hofmann (www.hofmann.es) adalah penyedia software pembuat album foto yang terbaik yang pernah saya temui (nggak promosi karena nggak dapat komisi). Aku sudah bikin 4 album foto tapi terus terang software yang terbaik yang sampai ini aku temui adalah milik Hofmann ini.

Aku sudah search berbagai penyedia software album foto misalnya produk keluaran Hema (www.hema.nl), Kruidvat (www.kruidvat.nl) dan Albertheijn (www.albertheijn.nl), Hofmann (www.hofmann.es), dan lain-lainnya. Menurutku dari sekian banyak provider, yang paling bagus softwarenya adalah Hofmann.

Hofmann bisa menyediakan software yang paling lengkap layout nya. Mau fotonya diletakkan dalam bentuk landscape, potrait, bulat, oval, bisa semua. Mau teksnya di atas, di bawah, di samping, di atas foto itu sendiri juga bisa. Mau satu halaman diisi 1 foto atau 28 foto bisa. Layout nya mau diubah dari bentuk oval ke bulat bisa, dari potrait ke landscape bisa semua. Bahkan kalau mau nambahin sendiri misalnya bikin bulatan di atas halaman album juga bisa. Mau ngurangi jumlah foto pada halaman tersebut juga bisa. Bahkan software terbaru ada mask-nya. Jadi kalau pengin foto kita dibingkai pake bintang atau dibikin kabur bagian luarnya juga bisa. Pokoknya suka-suka.

Selain itu Hofmann menyediakan juga berbagai kemungkinan layout cover. Mau fotonya full se-cover bisa, mau cuma setengah halaman bisa. Mau pake cover winter ada, mau pake cover yang aneh dan norak juga ada. Mereka juga menyediakan berbagai warna background. Mau yang putih mulus sampai yang hitam gelap ada. Jadi suka-suka kita mau milih yang mana.

Karena fasilitas yang disediakan cukup banyak maka software tersebut memang cukup besar yaitu 21 MB padahal bulan lalu cuma 16.5 MB(bandingkan dengan Albertheijn yang cuma 6.5 MB). Tapi software Hofmann lebih cepat untuk melakukan upload (aku sudah bandingkan dengan produknya Hema yang lama banget untuk upload). Sekarang bahkan jumlah halamannya berkisar antara 18 sampai dengan 78. Waktu aku pesen bulan lalu, software mereka hanya untuk 50 dan 70 halaman dan tidak ada program pake mask.

Mereka melayani tidak hanya Spanyol tapi juga EU dan negara-negara Eropa lainnya. Pelayanan ke negara-negara EU masih lebih murah daripada ke negara-negara non EU karena VAT nya nggak terlalu mahal.

Kalau mau bikin yang bagus, sebaiknya cari foto-foto yang bagus resolusinya. Soalnya sayang banget kalau enggak. Yang aku kurang suka adalah mereka pake kertas mengkilap. Maunya sih mewah. Cuma aku lebih suka album foto yang kertasnya tidak mengkilap. Ini sih masalah selera ya.

Sayang aku kurang bagus mem-foto album ini. Aslinya sih lebih bagus daripada foto-foto di bawah ini.

Ini beberapa layout yang mereka punyai. Album ini akan kami berikan kepada ibu sebagai album kenang-kenangan.

Thursday, 3 May 2007

Resep rendang sederhana tapi mantap.....




Selama ini aku selalu nggak bisa bikin rendang, rasanya selalu aneh, nggak jelas rasa kare atau gudeg. hi...hi...hi....

 

Mungkin karena pake santen kaleng (nyalahin santennya lagi. Dasar !! he...he...).

Suatu hari ada teman (Devi)tinggal di Den Haag yang ibunya datang berkunjung dari Jakarta. Beliau orang Padang dan pinter bikin rendang walaupun pake resep sederhana dengan bumbu-bumbu yang tersedia di sini. Akhirnya aku menimba ilmu dari beliau. Pergi khusus ke Den Haag hanya untuk berguru ilmu dari beliau (niat amat ya gue...). Dari situ aku belajar kesalahanku selama ini. Terimakasih untuk ibunya Devi dan Devi yang sudah bersedia untuk berbagi rahasia dapur.


Satu hal lagi adalah karena di sini nggak ada cabe giling, beliau menggunakan sambel oelek. Padahal aku dulu paling mencela sambel oelek bikinan Londo ini. Sambel kok cuma asin thok (beliau malah bilang nggak hanya asin tapi juga asem). Ternyata sambel oelek bikinan Londo cuma diperlakukan sebagai cabe giling, jangan diperlakukan sebagai sambel oelek.  Aku dikasih tahu Devi merk sambel oelek yang halus gilingannya. Ini nih resep beliau:


Bahan:


1 kg daging tanpa lemak (waktu itu pake biefstuk atau beef steak)


2  bawang merah, rajang (sekitar 50 gram)


1 buah sereh memarkan


1 lembar daun salam


7,5 sendok teh sambel oelek (bisa dikurangi kalau terlalu pedas)


1 kaleng santan kental (400 ml)


 


Bumbu halus:


1 bongkol bawang putih (55 gram)


2 ruas jahe (100 gram)


2 bawang merah (50 gram)


1 lembar daun jeruk


 


Bumbu bubuk:


2 sdt pala


1 sdt ketumbar


½ sdt peres pekak (star anise)


½ sdt peres kayu manis


Semua bahan bubuk ini dicampur dan dikasih air sedikit


 


Aku foto-in juga beberapa bumbunya, dasar kurang kerjaan.


 


Ini gambar bawang merah (4 biji) dan bawang putih (1 bongkol) yang digunakan. Pokoknya 2 bawang merah dirajang untuk ditumis dan 2 sisanya untuk dijadikan bumbu halus.


 



 


Jahenya pakenya segini. Waktu sampai rumah, aku ambil jahe dengan jumlah yang sama, dan aku timbang beratnya sebesar 100 gram. Kata ibunya Devi, jahenya harus banyak supaya enak. Jahe nggak bikin daging pahit. Dan ternyata memang benar.


 



 


Cara:


1. Potong daging memanjang  


 



 



2. Kemudian potong melintang




 


2. Panaskan minyak di wajan. Lihat banyaknya minyak.


 



 


 


3. Tumis bawang merah sampai harum. Bawang merah di sini gede (bukan red onion lho ya tapi brambang atau sjalot atau shallot). Jadi 2 biji brambang sudah banyak.


 



 


 




 


 

4. Masukkan bumbu halus dan tumis sampai harum. Ini nih bumbu halusnya. Diblender saja, maklum males nguleg atau nggiling.



 5. Masukkan sambel oelek 6 sdt dan tumis sampai betul-betul harum.


Merk ini nih yang dipake (bukan promosi, karena nggak dapat komisi). Gilingan cabenya alus. Tapi jangan lupa, rasanya asin. Jadi tidak perlu pake garam lagi rendangnya. Oh ya, karena sudah asem, nggak perlu asem kandis takut makin asem.



 


6. Masukkan daging dan aduk



 


7. Masukkan bumbu bubuk



 


8. Masukkan sereh dan daun kunyit serta daun salam


9. Masukkan santan. Ini merk santennya, pokoknya cari santan yang kental.


 





10. Jika kurang cabe tambahkan 1,5 sdt sambel oelek. Pokonya harus diicipi dulu.


11. Jangan lupa sering diaduk tapi jangan sampai hancur dagingnya.


 


Ini nih proses pematangannya:


 


Ini setelah dikasih santan, warnanya kayak gini



 


 


 


 


 


 


 


Terus setelah itu kayak gini:



 


Terus lama-lama jadi hitam. Kata Devi yang bikin hitam adalah palanya.



 


 


 


 


 


 


 


 


Kalau Leo sukanya yang kering banget sampai asat nggak ada airnya. Ini gambar yang sudah dikeringkan, tapi blondo (santan/kelapa kering) nya sudah habis duluan. Daging nya juga sudah banyak yang dimakan. he...he...he... Waktu itu sebelum dikeringkan, aku potong-potong kecil-kecil dulu supaya kalau dia makan nggak perlu pake pisau. Lha dia cara makan rendang kayak makan beef steak, harus pake pisau kalau dagingnya gede. Oh ya, walaupun diasatin, dagingnya nggak hancur atau keras. Tapi malah empuk enak.


Leo suka sekali rendang ini. Resepnya sederhana, tapi hasilnya mantap. Kata Leo: "I have to admit that she knows how to make rendang...she is very professional....het is erg lekker"


Lega aku akhirnya punya resep yang pas untuk dia (dan tentu saja untukku sendiri). Maklum selama ini kalau aku bikin rendang rasanya aneh padahal Leo sudah pernah makan rendang di Indonesia, jadi dia tahu persis rasa rendang yang enak kayak apa.


 


 


 


 


 


 


 


 


Ucapan terimakasih teriring untuk ibunya Devi, the chef.....


Wednesday, 2 May 2007

Koninginnedag


Aku sebetulnya naksir dengan pajangan piring-piring keramik ini. Tapi beratnya.....duuuuuhhh... selain itu mau ditaruh dimana coba wong rumahku kecil.

Ini aku posting, walaupun sudah telat. Lebih baik telat daripada enggak sama sekali kan?

Koninginnedag atau hari (ultah) ratu diselenggarakan tiap tanggal 30 April. Sebetulnya ratu Beatrix sendiri lahir pada tanggal 31 Januari tapi sejak dia memegang tahta, ratu Beatirx memutuskan untuk meneruskan tradisi Koninginnedag untuk diselenggarakan pada tanggal 30 April sebagai penghormatan kepada ibunya yaitu Ratu Juliana yang lahir pada tanggal 30 April (Setelah menyerahkan tahta kepada putrinya, Ratu Juliana kemudian berganti gelar menjadi Putri Juliana).

Hari ultah Putri Juliana (30 April) memang lebih tepat untuk dijadikan hari ratu karena April biasanya temperatur sudah mulai hangat karena lente (spring) sudah mulai datang. Keterangan lebih lanjut bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Koninginnedag

Biasanya pada Koninginnedag, rakyat Belanda merayakannya dengan berbagai acara. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan pasar loak (pasar kaget) dengan menjual berbagai barang yang sudah tidak digunakan lagi. Terus terang aku selalu suka dengan Koninginnedag karena biasanya ramai dan banyak atraksi.

Selain pasar kaget, ada juga misalnya komidi putar dsb. Heran aku, perasaan tiap desa dan kota biasanya punya atraksi ini. Terus kalau nggak ada koninginnedag atau pasar malam lainnya, barang-barang ini terus diapain saja coba. Mereka datangnya pake truk-truk gede banget.

Setiap koninginnedag di desaku selalu ada atraksi ini. Asyik terutama untuk anak-anak dan remaja.

Ini beberapa gambar yang aku ambil. Silahkan menikmati.

Tuesday, 1 May 2007

Persamaan mbak Agnes dan Leo....apa coba??????

Kemarin skype-an sama mbak Agnes. Baru pertama kali ngobrol, wong ketemu saja belum pernah.


Berhubung kami berdua orang Semarang, jadi bisa ditebak kan bahasa apa yang dipakai untuk berkomunikasi. Betul, bahasa Jawa, tapi lebih ke arah Semarang-an. Jadi yo gayeng gitu. Kata mbak Agnes:


"Awake dhewe kuwi ninggalke Semarang wis suwi, lha kok tetep wae ketok Semarangan-ne" (kita ini ninggalin Semarang sudah lama, tapi tetap saja kentara Semarangan-nya).


"Lha yo mbak, pancen wis ora iso ilang" (lha ya mbak, memang nggak bisa hilang)


Terus biasalah kami ngobrol ngalor-ngidul, mumpung gratis (ketahuan ya...he...he...he.... namanya juga skype to, jadi gratis...eh inclusief...harus dipake daripada bayar internet sebulan cuma buat ngimel thok. Halah alasan!!!).


Bapak-bapak nyingkir semua. Mas Karl kalau nggak salah mau ke dokter gigi, sedangkan Leo turun ke bawah nonton tivi. Mungkin  mereka tahu diri, emak-emak kalau sedang ngerumpi lebih baik jangan diganggu. he...he...he....


Kami bercerita tetang pengalaman hidup dll. Mbak Agnes cerita kalau perut sudah mulai mules. Katanya cuti hampir habis, rasane mules mau masuk kerja lagi. Aku ketawa mendengarnya. Aku bilang:


"Lha podho karo Leo, mbak. Mbiyen bertahun-tahun, dheke mesti diare nek Minggu mbengi. Dadi yo ora ming mules thok" (lha sama mbak kayak Leo. Dulu bertahun-tahun dia selalu diare kalau Minggu malam. Jadi nggak hanya mules saja). Mungkin aspek psikologis ya?


Mbak Agnes nanya:


"Leo kerjone opo to?" (Leo kerjanya apa?)


"Lha koyo (kayak) mbak Agnes, dadi (jadi) computer programmer, IT specialist"


"Dheke kerjone nang client opo nang kantore dhewe?" (dia kerjanya di client atau di kantor sendiri?)


"Yo loro-lorone. Ning biasane nang client" (ya dua-duanya, tapi biasanya di tempat client)


"Lha nek nang client yo aku bisa memahami nek dheke mules. Lha wong aku sing kerjo nang kantore dhewe wae mules kok nek bar cuti ngene. Opo meneh nang client" (lha kalau di tempat client sih aku bisa memahami kalau dia mules. Lha wong aku sja yang kerja di kantor sendiri saja mules kok kalau habis cuti gini. Apa lagi di tempat client"


Terus kami berdua tertawa bersama. ha...ha...ha.... Mbak Agnes kasih alasan kenapa bisa mules:


"Lha piye to, client kuwi kadang yo aneh. Jam songo jarene njaluk werno biru ukuran slawe, mengko jam telu wis bedo meneh, njaluk ukuran 3" (lha gimana to, client kadang juga aneh. Jam sembilan katanya minta warna biru ukuran duapuluh lima, nanti jam tiga sudah beda lagi, minta ukuran 3). Mbak Agnes meneruskan:


"Kandanono Leo yo, nek aku iso memahami nek dheke mules" (Kasih tahu Leo ya, kalau aku bisa memahami kalau dia mules)


Akhirnya kami menyudahi pembicaraan. Aku ke bawah dan kasih tahu Leo tentang pesannya mbak Agnes. Leo langsung tertawa dan setuju dengan mbak Agnes: pekerjaan mereka memang bisa bikin perut mules dan kadang malah diare. he...he...he...


Sekarang tahu kan persamaan antara mbak Agnes dan Leo.....


PS. Foto yang aku pasang adalah webcam yang lupa aku pasang waktu ngobrol sama mbak Agnes.  


 

Dapat kiriman dari Maryland....


Ada moisturizer, cute cup, gantungan kunci, penjepit kertas (magnet kulkas) dan kartu.

Hari ini seneng banget, aku dapat paket dari Sint Louis-Amerika. Jingkrak...jingkrak... Terimakasih ya mommy Nisa (Fitri Rahmani, http://fitrids.multiply.com). Muach....muach.... huggggssssss.....

Isi kirimannya: buku novel, moisturizer, magnet kulkas yang bisa digunakan juga untuk penjepit, gantungan kunci dan gelas kecil yang cute banget.

Tahu aja deh kalau aku sudah lama nggak baca novel. Mumpung spring, bisa baca di luar nih. Di sini udara masih kering banget, bikin kulit juga kering, jadi pasti aku pake tuh moisturizer nya. Moisturizernya dari almond dan honey. Baunya harum wangi enak sekali. Waktu aku coba ternyata langsung menyerap, jadi ternyata kulitku memang kering sekali padahal sudah berusaha pake pelembab selama ini. Nyobanya di wajah, eh...nggak boleh ya? Harusnya di tubuh ya?

Yang lainnya mau aku simpen sebagai koleksi. Tapi penjepit kertasnya dipakai deh, berguna kan.

Sudah lama pengin koleksi yang kecil-kecil yang cute-cute, cuma belum juga mulai-mulai. Sekarang sudah bisa mulai deh. Horeee.....

Lihat gambarnya ya....

Sekali lagi terimakasih mommy Nisa....huggssss...