Kalau orang lain mengkoleksi perhiasan, aku malah mengkoleksi lainnya (yang seperti biasa nggak jauh-jauh dari makanan, wong mau ngoleksi perhiasan nggak punya duit. he...he...he...).
Selain cabe, koleksiku lainnya adalah tuna kalengan. Kebetulan Leo bukan meat eater, tapi lebih fish eater (walaupun dia makan daging sapi juga walaupun nggak banyak). Jadi aku harus cari alternatif untuk pengganti daging. Maka jatuhlah pilihanku pada tuna.
Setelah melakukan trial and error dari satu supermarket ke supermarket lain, dari satu merk tuna ke merk tuna lainnya, dari yang direndam in water, in sun flower oil sampai in olive oil (niat amat yaakkk?), akhirnya pilihan kami jatuh pada tuna merk ini. Menurut kami, merk ini yang terenak dari semua tuna yang sudah kami coba. Produk dari Equador, harganya 1,89 Euro per pak, isi 2 kaleng tiap pak, berat 2 x 160 gram. Dijual di supermarket Lidl (nggak promosi karena nggak dapat komisi).
Ternyata yang mengatakan enak bukan kami saja. Saudara sepupuku ketika mengunjungi kami di Belanda, kami suguhi tuna sandwich dengan tuna ini. Dia bilang tuna sandwich yang dia makan jauh lebih enak daripada tuna sandwich yang dia makan di Indonesia (kayak di O-la-la atau tempat lainnya). Adikku yang nggak suka makan (beda banget sama kakaknya yang suka banget makan) juga bilang kalau tuna ini enak. Ibuku yang tidak suka ikan, ketika mencoba tuna ini juga mengatakan enak. Malah komentar ibuku: "Aku kok doyan ikan ya ternyata". Jadi ya memang enak kan?
Tuna ini bisa dibikin atau dimasak macem-macem: oseng-oseng, tuna bumbu Menado, martabak, lumpia, nasi goreng, salad, sandwich, pizza, macaroni schotel, spaghetti dsb. Malah suatu kali aku pengin bikin lasagna tuna, siapa tahu enak. Yang penting sih menurutku harus pinter-pinter masaknya.
Aku mengkoleksi ini karena kadang tuna merk ini bisa berbulan-bulan nggak nongol di Lidl. Begitu ada, langsung deh silap mata, kalap beli sampai berpak-pak. Leo sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Tapi memang harus gitu, karena beberapa minggu kemudian, aku lihat persediaan di Lidl sudah menipis. Kalau pas persediaan di Lidl habis, aduh rasanya dunia nggak seindah tanpa tuna ini. he...he...he... maksudnya harus ganti merk lain gitu.
Sekarang koleksi tunaku yang tersisa 11 pak, jadi ada 22 kaleng kan? Serasa punya harta karun euy.........
PERTAMA......
ReplyDeleteaku jadi mau nih beli tuna di LIDL.sayang lidl jauh dari dimana kita tinggal,mbok ya nitip toch aku ini mbka CI...........
ReplyDeleteIya pertama....
ReplyDeleteKok kayak pertandingan ya....he...he...he...
Boleh sih nitip. Atau kalau aku ke Den Haag aku sekalian bawain deh....
ReplyDeletebener kan... sudah kuduga, pasti ini koleksi lainnya... hihihihi :p
ReplyDeleteha...ha...ha...tahu aja nih...emang aku nggak bisa jauh dari makanan.
ReplyDeleteaku mah gag pernah beli tuna Mbak, kalo pun ada sekaleng nongrong di lemari dapur itu pasti hasil belanja suamiku ... :))
ReplyDeleteApa ngga ada yang jual tuna segar ya mbak? Atau ikan segar lainnya gitu... aku pikir tadi koleksi apa lagi... jebule 'penimbun'... heheheh... :D:D
ReplyDeletegusti allah ... lagi iki aku ngerti wong 'kedanan' tuna .. hehe.. ora nyoba sing seger wae to mbak? tuku neng fishmonger? kami sekeluarga penggemar ikan, tapi sing segar ... :-)
ReplyDeletehampir sama... suami saya suka sekali tuna, jadi kalo pas ke grocery selalu comot baik itu dua atau tiga dst... jadi di lemari ada banyak tuna, walau merknya gak fanatik. cuma alasan dia, kalo lagi males masak, atau pengin cepet2 tuna cepet disajikan...:)
ReplyDeletebeneran unik koleksi nya mba hihihi..
ReplyDeleteaku dunk mba koleksi bumbu india, uwekekekkeke "bangga" :p
ReplyDeleteKlo koleksi gak boleh dimakan lho mbak :))
ReplyDeleteAduh rek... banyak amir ikannya. Lempar 1 blik kesini dong hehehe....
ReplyDeleteDi sini sih tuna sudah kayak makanan wajib. hi...hi...hi...
ReplyDeleteLha habisnya gimana, Leo nggak makan ayam, makan daging sapi tapi nggak banyak, akhirnya jatuhnya ya ke ikan dan produk soya (tahu dan tempe) serta sayur.
Dia disuruh dokter ngurangi kolesterol. Nah aku yang bingung, mau dikurangi apa lagi coba? Kalau memang dari dulu dia kolesterol dan darah tinggi, kan ya susah diapa-apain.
Ada sih yang jual segar, walaupun nggak segar beneran karena kan sudah disimpan di es duluan. Kalau mau yang bagus sih harus ke pasar Rotterdam. Memang di desaku ada penjual ikan, tapi menurutku kok yang di pasar Rotterdam lebih segar ya.
ReplyDeleteMasalahnya gini lho, kalau mau yang segar ya harus ke pasar Rotterdam. Walaupun sebetulnya mana ada sih yang betul-betul segar, pasti kan sudah di-es dulu to? Nah pasar tersebut cuma ada hari Sabtu. Kalau di desa sih ada pasar juga tiap hari Selasa, tapi tetap saja menurutku yang di Rotterdam lebih bagus tunanya. Ada lagi di toko ikan, tapi yo kuwi, harganya lebih mahal menurutku dan belum tentu bener-bener segar baru mancing gitu.
ReplyDeleteYang jadi masalah juga adalah Leo sangat sensitif dengan kesegaran ikan segar. Kalau lewat sehari nggak langsung dimasak dan dimakan cuma disimpan di kulkas, dia pasti keracunan. Sedangkan kalau yang di kaleng lebih aman buat dia (asalkan expired date nya masih jauh lho ya).
Punya persediaan tuna kalengan paling enak kalau sedang kepepet. Jangan dikira lho kalau yang kalengan selalu lebih jelek rasanya, asalkan bisa milihnya pasti dapat yang enak. Tuna kaleng menurutku bagus diperlakukan sebagai pengganti daging giling, kayak bikin martabak, lumpia, pizza, bakwan, tuna sandwich, salad tuna dan sejenisnya. Menurutku untuk makanan kayak gini tuna kaleng lebih cocok. Tapi kalau untuk masakan kayak gulai, pepes, rendang, goreng dan sejenisnya, menurutku tuna segar lebih cocok. Tapi ini menurutku lho ya.
Betul memang kalau sedang kepepet, tuna kaleng memang sangat praktis. Bahkan bisa juga dicampur untuk bikin telur dadar. Apalagi dikasih prei atau daun bawang.
ReplyDeleteLha daripada nggak ada yang bisa dipamerin. hi...hi...hi...
ReplyDeleteYang penting kita kan punya koleksi ya? he...he...he...
ReplyDeleteLha kalau nggak dimakan, nanti mubazir. Terus piye?
ReplyDeleteIni....tangkappppppp.....
ReplyDeletewah koleksinya unik2 mbak Sri :)
ReplyDeletedisini malah belum pernah ngeliat tuna merk itu, dari Ecuador lagi
Lha wong daripada MP nya kosong, yo jadinya hal-hal yang nggak mutu ditulis juga. he...he..he...
ReplyDeleteTapi terus terang sampai saat ini, tuna dengan merk tersebut yang terenak buat kami.
sip lah....ntar kalo gue keabisan tuna bisa pinjem ya Sri :):)
ReplyDeleteAyo mbak dimasak tunanya...hihihi...trus ditulis lagi... opo aku pesen wae yah... bikinin martabak telor + tuna mbak...(lha ini tamu kok malah request2 toh...piye karepe...hahahah...)
ReplyDeleteBoleh...boleh...he...he...he....
ReplyDeleteHa...ha...ha....mau pesen martabak tuna nih? Sing penting kasih preinya yang buanyak. Kalau nanti aku bikin, tak potrete. Cuma yo kadang wis ora sempat motret, wong wis entek dhisik. he...he...he....
ReplyDeleteYa Ampyuuuuuun .... jreenkk eh jeng Sri, pripun sampeyan ki, gawaaat deh .. p e n y a k i t ituuu namanya, penyakit NIMBUN .... gya ha-ha-ha
ReplyDeleteIyo iki pancen aku dadi penimbun. Nek keno sidak pasar bisa ditangkep yo aku? he...he...he...
ReplyDeleteHallo Sri aku bikin postingan ttg ini "KETULARAN SRI DARI BELANDA" Silakan lihat http://theresajackson.multiply.com/journal/item/582
ReplyDeleteKebanyakan makan kalengan gak bahaya yah mbak?
ReplyDeleteIya mbak, aku sudha intip. Thanks atas infonya....
ReplyDeleteAku terus terang nggak tahu bahaya atau enggak, semoga sih enggak. Tapi tuna yang kami makan menurutku masih berasa segar. Mungkin tuna segar langsung dimasukkan kaleng, dikasih olive oil dan dipanaskan dengan suhu tinggi. Aku nggak ngerti sih prosesnya.
ReplyDelete