Tuesday, 26 February 2008

.:: TABLOID NOVA - LAPIS LEGIT KLASIK ::.

http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=14856
Kapan yo aku bisa bikin lapis legit kayak gini. Ini aku ambil dari tabloid Nova. Step-stepnya jelas. Cuma bikin sendiri hasilnya nggak secantik ini....jadinya malah keras. Buat mbalang (melempar) maling, malingnya klenger. he...he...he...

Kayaknya kesalahanku waktu itu adalah ngocok margarinnya kurang lembut. Aku matiin mixer karena mixernya sudah panas (padahal baru 10 menit. Mixer tua kali ye, jadi cepet panas...). Mau bikin lagi masih nggak minat. Selain harus diet, kalau gagal lagi...telurnya euy banyak banget walaupun cuma bikin separo resep...selain itu kolesterolnya boooo....

Thursday, 21 February 2008

MFM#12: Romantic Pasta


Description:
Halah judulnya kok hiperbol banget. Ini nyontek Primarasa. Judul aslinya adalah Romantic Pasta Ring. Karena nggak punya cetakan ring, maka aku ganti cetakan yang aku punya.


Sebenernya sih ini macaroni schotel tapi nggak pake daging cincang. Resep asli pake sosis, tapi berhubung Leo nggak doyan sosis, aku ganti wortel supaya kelihatan cerah ada warna merahnya.

Ini untuk meramaikan ajang MFM#12 yang bertemakan telur. MFM#12 ini diorganisir oleh bu Yeni. Thanks bu Yeni for organizing this event.





Ingredients:
1 liter air untuk merebus pasta
225 gr makaroni kering (aku pake macaroni panjang, punyanya itu)
1 sdm minyak goreng (aku pake olive oil)
3 sdm mentega/margarine (aku pake olive oil)
1 bawang bombay, cincang
4 bawang putih, cincang
1 1/2 sdt merica bubuk
2 sdt garam (aku nggak pake karena Leo darah tinggi)
1 buah kaldu blok, diremas (aku pake maggi, ini juga sudah asin bagi kami)
100 gram kacang polong (aku pake yang beku)
1 sdm peterseli cincang (aku pake seledri)
8 butir telur
400 cc susu cair
200 gr keju parut (aku pake 150 gr keju Gouda dan 50 gr keju permezan)
200 gr sosis (aku pake wortel, dipotong dan direbus setengah matang, tiriskan)


Directions:
1. Didihkan air dengan 1 sdm olive oil. Masukkan makaroni dan masak hingga matang (sekitar 10 menit). Tiriskan dan siram dengan air dingin. Sisihkan.

2. Tumis bawang putih dan bawang bombay sampai harum. Kemudian matikan api.

3. Campur makaroni, dengan tumisan bawang di atas, wortel, kacang polong, garam, kaldu blok, seledri

4. Kocok telur dan campurkan susu dan keju parut.

5. Campurkan semua bahan (3 dan 4) jadi satu.

6. Tuangkan adonan ke cetakan dan panggang selama 50 menit dengan suhu 160 derajat Celcius.

7. Setelah matang, tunggu agak dingin, dan keluarkan dari cetakan. Potong-potong, hidangkan dengan sambel botol (dasar orang Indonesia, apapun pake sambel! Tapi Leo juga ikutan makan pake sambel kali ini, padahal dia biasanya paling suka meledek kalau aku makan pasta pake sambel)

CATATAN:

1. Cetakan nggak aku semir dengan margarin/mentega karena aku pake cetakan silikon.

2. DITANGGUNG ENDUT KARENA FULL OF EGGS, CHEESE, PASTA AND MILK. Sapa mau nemenin aku jadi endut?

Ini gambar yang sudah dipotong:



Ini logo MFM#12:


Wednesday, 20 February 2008

Activist or opportunist?

Waktu itu kami sedang membicarakan tentang kopi. Ingatan kami melayang pada kunjungan kami ke Portofino Itali beberapa tahun yang lalu. Waktu itu kami bertemu dengan seorang Belanda yang mengeluh tentang mahalnya harga kopi yang mencapai 6 Euro secangkir kuecil. Sampai-sampi dia tanya ke pelayan cafe:

"Are you kidding?"

"No ma'am...it is true...6 euro per cup..."

Portofino memang daerah mahal karena banyak sekali yachts dan kapal layar yang berlabuh di sana. Saking mahalnya sampai-sampai sulit mencari restaurant yang memasang tarif. Jadi kalau nggak punya kantong tebal, jangan sok gaya masuk ke restaurant dan pesen macem-macem. Buat pemilik yacht yang harganya ratusan ribu sampai jutaan euro, harga secangkir kopi yang cuma 6 euro nggak ada artinya.

Kami sendiri nggak pusing dengan harga kopi karena kami nggak minum kopi.

Aku bilang sama Leo:

"Even if we are rich....we will never ever buy a cup of coffee there....First, because we don't drink coffee..."

Belum sempat aku ngomong second, Leo sudah ketawa ngakak.

"Kok ketawa sih?"

"Lha gimana nggak ketawa. Alasanmu nggak beli kopi di Portofino kok karena we don't drink coffee..."

"Lho kan betul, kita kan memang nggak minum kopi...anytime we drink coffee, we have 'maag' problem. So, we have decided not to drink coffee. Ja, toch?"

"Iya betul, we don't drink coffee. Tapi walaupun nggak di Portofino, kita kan tetap saja nggak  minum kopi...."

"So.............?!?!?!?!"

"Itu kan sama saja kamu ngomong, you become a vegetarian because you don't like meat, not because you want to protect animal rights. In this context, you are not an activist but an opportunist....."

Lho kok malah menuduhku sebagai seorang opportunist, wong dia belum dengar my second, third, forth, fifth reasons.....

Second....we don't like the taste of coffee...it is bitter....

Third.......we are Dutch...so, we have to be stingy...ha....ha...ha...just kidding

Fourth.... 

Catatan: gambar yang aku pasang adalah salah satu sudut Portofino

 

Tuesday, 19 February 2008

Cake teh hijau


Description:
Sebetulnya sudah janji pada diri sendiri kalau bulan ini jothakan sama cake. Tapi berhubung dulu pernah diujug-ujugi (dikompori?) sama si cantik pemilik rumah manis, akhirnya jadilah cake ini. Ini nyontek emaknya Nisa tapi nggak aku hias karena diet.(Halah alasan wong nggak bisa menghias). Thanks ya jeng Fitri.

Masih belum sempurna (aku kok masih belum pinter juga bikin cake). Cakenya bolong-bolong di tengahnya. Atasnya kok basah pliket (lengket?) kenapa ya? Rasanya lembut, nggak seret. Yang jelas irit telur dan anti ambleg (horeeee....).

Kalau teh ijo nya diganti sama coklat bubuk atau bubuk kayu manis atau boemboe spekkoek kayaknya juga enak. Lain kali pengin coba pake boemboe spekkoek. Jadi kayak ontbijtkoek.

Resep asli ada di sini.

Ingredients:
270 gr self-raising flour (aslinya tepung terigu biasa. Salah baca resep)*

1 sdt baking soda

1 sdt garam

4 sdt matcha green tea

250 gr gula pasir (aku kurangi 2,5 sdm karena green tea yang dikasih jeng Fitri sudah manis. Kata blio harus dikurangi supaya nggak kemanisen)

235 ml vegetable oil (aku pake olive oil)

3 butir telor ayam

235 ml plain yoghurt

* aku pikir tadinya resep pake 1 sdt baking powder. Jadi daripada nambahin 1 sdt baking powder lebih baik pake saja self-raising flour. Lha kok ternyata resepnya pake baking soda, bukan baking powder. Yo wislah, sudah nimbang, males ganti. Jadi ya pake baking powder ditambah baking soda. Apa ini ya yang menyebabkan cake nya bolong-bolong di tengahnya?

Directions:
Campurkan : terigu, baking soda, garam, grean tea powder. Sisihkan

Kocok gula pasir, vegetable oil, telor sampai lembut dan sedikit mengembang.

Matikan mixer, tambahkan terigu dan yoghurt secara bergantian, aduk dengan spatula sampai tercampur rata.

Tuang ke loyang yang sudah dialasi dengan kertas roti dan disemir margarine dan tepung.

Panggang sampai mateng. Aku pake suhu 160 derajat selama 60 menit.

Ini penampakan dari atas. Kelihatan pliket atau lengket. Kenapa ya? Masih belajar banyak nih...

Tuesday, 12 February 2008

Akhirnya....

Setelah bolak-balik gagal dan babak belur, akhirnya berhasil juga masak ketan. Seneng aku.

Mungkin ada yang ngetawain ya. Tapi gini lho, ketan yang diimport ke sini beda banget dengan ketan yang ada di Indonesia. Ketan di sini diimport dalam keadaan sudah setengah proses. Jadi nggak bisa pake perlakukan direndam dulu semalam dsb. Kalau pake cara Indonesia, ketan yang aku masak bisa jadi bubur instead of jadi lemper atau ketan urap.

Sudah bolak-balik bikin percobaan, dikukus pake kukusan bambu, dikukus pake kukusan steinles steel, direbus, direbus dan kemudian dikukus, dimasak di microwave dsb, akhirnya dapat satu cara: dimasak pake rice cooker. Tadi nyoba dan jadinya lumayan, nggak terlalu lembek dan tidak terlalu keras. Sorry warna gambar agak kemerahan karena aku ambil pake HP, tapi aslinya putih. Bener nggak bohong.... 

Ini nih cara yang aku pake: Masukkan 1/4 cup ketan ditambah 1 cup air ke dalam rice cooker kemudian rice cookernya dicolokin ke listrik. Tunggu sampai rice cookernya ngasih tahu kalau mateng (beda kan warna lampunya). Yang jelas mateng bagus. Weleh...weleh.....dari dulu kek. hi...hi...hi...cuma belum coba gimana jadinya kalau pake santan bukan pake air. Semoga bedanya nggak terlalu banyak.

Ini brand yang aku pake:

  

Wednesday, 6 February 2008

Aku masih tetap orang Indonesia...

Ketika Leo pulang kantor, dia ngelihat aku sedang mengupas kentang. Dia senyum-senyum:

"Home industry?"

Aku jawab iya. Maklum...pengin mencari sesuap berlian yang dulu pernah aku ceritakan di sini. Kali ini eksperimen lagi karena dulu sempat gagal. Dia bilang:

"I never realize kalau di rumahku akan ada home industry......"

"I am still an Indonesian.....ha...ha...ha..."

"That was what I wanted to say......."

Ingatan kami back to several years ago ketika Leo pertama kali mengunjungiku di Indonesia. Waktu itu kami belum menikah. Dia terkagum-kagum dengan banyaknya tenda-tenda makanan di sepanjang jalan Margonda Raya Depok.

"My God....unbelievable......is this Indonesia? Tiap 10 meter kok ada tenda makanan. No wonder you cannot loose weight.....it is so easy for you to get food here......food....food....food everywhere..."

Emangnya Londo yang harus semuanya serba tertata, semua harus jadi anggota KvK (Kadinnya Belanda) bahkan untuk sektor informal di pasar, semua harus serba higienis, semua harus bayar pajak, buka warung harus ada ijin, buka warung harus punya diploma atau sertifikat tertentu, semua harus mengikuti peraturan, kalau nggak ngikutin peraturan kena denda.

Aku bilang sama Leo, kalau Indonesia harus ngikuti carané Londo, banyak orang akan kelaparan. Peraturan kok kaku banget, nggak fleksibel.

Yang bikin dia heran lagi adalah setiap kali ketemu teman, kerabat, sanak saudara pasti acaranya makan. Ketemu di Pasaraya makan, ketemu di rumah saudara disuguhi makan, ketemu di Sarinah makan lagi. Pokoknya makan, en makan, en makan nggak peduli lunch atau dinner. Sampai-sampai dia ngomong:

"Orang Indonesia kalau ketemu selalu acaranya makan-makan ya....."

"Lha kalau enggak, terus ngapain coba?....." Iya to?

Catatan: gambar yang aku pasang adalah gambaran sektor informal makanan yang aku ambil ketika kami ke Bandung.

 

Sunday, 3 February 2008

Pisang goreng bumbu kayu manis


Description:
Pengin pisang goreng tapi nggak punya pisang kepok atau pisang lain yang biasa untuk digoreng. Akhirnya pake pisang biasa (kayak pisang Ambon). Kalau sebelum digoreng rasa pisang ini menurutku tasteless, jan nggak manis blas (karena kayaknya diimport ketika masih ijo dan dipanen ketika masih belum tua).

Setelah didandani dikit, enak jugalah. Cuma memang agak lembek, nggak seperti pisang kepok atau pisang raja. Tapi yang jelas, Leo bilang: het is erg lekker alias uenak tenan. Karena lekker itulah, belum nyampe 5 menit, sudah amblas dimakan dia (aku cuma ngambil dikit karena kan diet. Diet kok makan pisang goreng. hi...hi...hi... )

Ingredients:
Ini ingredients untuk 1 resep, aku sendiri sih bikinnya 1/2 resep

6 buah pisang, potong-potong
150 gram (6 sdm munjung) self-raising flour
50 gram (2 sdm munjung) tepung beras
1/4 sdt garam
80 gram (4 sdm) gula pasir
1/2 sdt bubuk kayu manis
1 telur, kocok lepas
100 ml air
Minyak untuk menggoreng


Directions:
1. Campur semua bahan kering (tepung terigu, tepung beras, gula, garam dan bubuk kayu manis) dan aduk rata

2. Masukkan telur kocok dan aduk rata

3. Masukkan air sedikit demi sedikit dan aduk rata

4. Masukkan pisang

5. Goreng sampai kuning kecoklatan

Bubuk kayu manisnya bikin bau dan rasa lebih sedep.....

Ini nih gambarnya pisang yang aku pake: