Sunday, 27 December 2009

MFM#2 Desember 2009-Holiday Season: Sambal Goreng Koolrabi


Description:
Winter dingin kayak gini kok pengin banget makan lontong diguyur dengan sambal goreng labu siam tapi harga labu siam laksana emas, saking mahalnya. Akhirnya menjatuhkan pilihan pada koolrabi, salah satu jenis sayuran yang biasa ditemui di Eropa Utara. Rasanya lumayan kayak labu siam. Kebetulan pada waktu musim winter, sayuran ini masih bisa diperoleh disini.

Berhubung sedang musuhan dengan santan, maka santan aku ganti dengan susu kedelai. Rasanya? Lumayanlah daripada ngga sama sekali. he..he..he..

Sambal goreng koolrabi ini merupakan masukanku untuk MFM#2 edisi Desember yang diorganisasikan oleh Myen. Makasih Myen yang sudah mengorganisasikan MFM ini.


Ingredients:
2 buah (700 gram) koolrabi

100 gram daging cincang

1 genggam udang

1 buah red onion, cincang (karena ngga punya brambang atau bawang merah)

4 siung bawang putih, cincang

2 sdm cabe giling (atau suka-suka. Bisa juga diganti dengan cabe merah diiris tipis)

1 buah tomat yang kecil, dipotong-potong

1/2 sdt lengkuas bubuk (males nyari lengkuas segar)

2 lembar daun jeruk purut

1 buah kaldu blok (optional)

2 gelas santan (aku ganti dengan 1 gelas susu kedelai ditambah 1 gelas air)

200 ml air

1 lembar daun salam (ngga pake, males nyari)

1 sdm garam untuk melumuri koolrabi (optional)

Garam (optional karena kaldu blok sudah asin)

Gula (optional karena susu kedelai sudah agak manis)

Minyak goreng untuk menumis

Brambang goreng atau bawang merah goreng (optional)

Directions:
1. Kupas koolrabi dan potong-potong sesuai selera (misalnya bentuk korek api)

2. Tambahkan garam dan remas-remas. Kemudian diamkan selama kurang lebih 10 menit. Kemudian cuci. Tahap ini bisa dihilangkan (karena seringkali aku juga ngga melalui tahap ini. Aku melakukan tahap ini hanya sekedar supaya koolrabi cepet empuk ketika dimasak karena koolrabi kan keras, ngga kayak labu siam).

3. Panaskan minyak, masukkan red onion dan tumis hingga harum

4. Masukkan bawang putih, tumis sampai layu

5. Masukkan cabe giling dan tomat, tumis lagi

6. Masukkan daging cincang dan tumis hingga matang

7. Masukkan udang dan tumis lagi.

8. Masukkan kaldu bubuk, daun jeruk, lengkuas bubuk dan tumis lagi.

9. Masukkan koolrabi dan tumis hingga layu.

10. Masukkan air dan masak hingga mendidih.

11. Masukkan santan (aku ganti dengan 1 gelas susu kedelai dan 1 gelas air) dan masak hingga matang serta keempukan yang diinginkan.

12. Sajikan dengan menaburkan brambang goreng di atasnya.

13. Paling enak dimakan setelah menginap semalam. Bisa dimakan dengan lontong, krupuk, rempeyek dll.

Catatan: Kalau mau juga bisa divariasi, misalnya ditambah dengan telur rebus yang kemudian digoreng, tempe dan tahu yang digoreng setengah matang.

Makan lontong sayur koolrabi ini waktu winter rasanya enak banget untuk menghangatkan badan...he..he..he..

Image Hosted by ImageShack.us
.


Wednesday, 25 November 2009

MFM#2 Edisi November: Salisbury Steak ala Sri


Description:
Ini untuk setoran MFM yang bulan ini bertemakan World Cuisine. Terimakasih bu Rurie yang sudah mengorganisasikan ajang MFM ini.

Salisbury Steak ini sebenarnya burger dikasih saus. Disebut ala Sri karena sausnya aku kasih kecap manis. Jadi salisbury steak ala Jowo. he..he..he..tapi malah mantep kok rasanya. he..he..he..muji diri sendiri.

Berhubung kami ngga makan pork, maka salisbury steak ini aku bikin dari daging sapi cincang. Lain kali mau bikin versi vegetarian pake tempe. Sapa tahu enak, yang penting sausnya jos. hi..hi..hi..

Paling enak dimakan setelah diinepin semalam supaya sausnya sudah bener-bener meresap. Waktu itu kami makan pake french fries, sayur rebus (dari frozen vegetable soale males ngupas dan potong-potong) dan mushroom sauce warna putih. Sayang mushroom sauce nya ngga sempat dipotret keburu abis.

Selain french fries, bisa juga dimakan pake pasta atau roti Perancis (baguette). Dimakan pake nasi kayaknya juga enak (ngga perlu pake saus putih). Emang siapa yang nglarang makan salisbury steak pake nasi? Suka-suka yang makan. Iya ngga? he..he..he..

Ingredients:
Burger:

500 gram daging cincang atau daging giling
2 butir telur (aku pake yang kecil)
2 sdm tepung panir
2 sdm kecap Inggris
1/2 sdt merica bubuk
1 buah bawang bombay cincang
4 siung bawang putih cincang
2 batang daun bawang, diiris-iris
Garam secukupnya
Minyak untuk mengoles grill pan.


Saus coklat ala Sri:

600 ml kaldu sapi (ngga punya, aku ganti 600 ml air dan 1 blok kaldu bubuk)
1 bawang bombay cincang
3 bawang putih cincang
200 gram jamur (button mushroom), potong-potong.
3 sdm saus tomat
3 sdm kecap manis
2 sdm kecap Inggris
1/2 sdt merica bubuk (atau sesuai selera)
2 sdt gula pasir (atau sesuai selera)
Garam (optional karena kecap Inggris dan kaldu blok sudah asin).
1 sdm maizena, larutkan dengan sedikit air
Minyak atau mentega untuk menumis (aku pake olive oil).


Saus putih (kalau suka):

150 gram jamur (button mushroom).
1,5 sdm tepung terigu
1 buah bawang bombay cincang
400 ml susu cair
1/4-1/2 sdt merica bubuk
1/2 sdt garam
1 sdt gula
Minyak atau mentega atau margarine untuk menumis (aku pake olive oil).

Directions:
Burger:

1. Campur semua bahan, aduk rata

2. Bagi dalam 8 bagian. Masing-masing buat bentuk bulat atau lonjong rada gepeng

3. Panggang di atas grill pan yang sudah diolesi dengan minyak. Jangan lupa dibalik supaya ngga gosong. Sisihkan.


Saus coklat:

1. Panaskan minyak dan tumis bawang bombay dan bawang putih sampai harum.

2. Masukkan jamur dan tumis lagi.

3. Masukkan air, kaldu blok, dan bumbu-bumbu lainnya (kecap manis, saus tomat, merica, gula, kecap Inggris). Masak sampai mendidih. Kemudian uji rasa. Kalau kurang asin bisa ditambahin garam

4. Masukkan burger dan sekali-sekali diaduk sampai saus meresap ke burger (sebaiknya pake api sedang).

5. Masukkan larutan maizena. Masak hingga kekentalan yang diinginkan.

6. Sebelum diangkat, masukkan daun bawang, diaduk kemudian diangkat dari api.

Catatan: Minyak untuk menumis bisa juga digunakan minyak bekas memanggang burger. Pasti kan di grill pan ada tetesan minyak dari daging. Itu bisa dipake. Aku sendiri pake minyak baru.


Saus putih (kalau mau ditambahkan):

1. Panaskan minyak atau mentega kemudian tumis bawang bombay sampai harum.

2. Masukkan jamur, kemudian tumis lagi

3. Masukkan terigu dan aduk cepat

4. Masukkan susu dan tetap dimasak.

5. Masukkan garam, gula dan merica. Masak sampai kekentalan yang diinginkan.

Penyajian: suka-suka...bisa dimakan pake pasta, french fries, kentang rebus, pasta, ataupun roti Perancis.


Image Hosted by ImageShack.us



Monday, 23 November 2009

Tumis Boerenkool


Description:
Winter biasanya banyak banget ditemui boerenkool di supermarket. Biasanya orang Belanda makan boerenkool ditambah kentang yang diancurin (stampport boerenkool) dan worst (sosis). Leo ngga suka stamppot (ini Londo opo Jowo sih kok ngga suka traditional Dutch food).

Aku sebenarnya pengin makan daun singkong, tapi ngga ada. Akhirnya aku ganti dengan boerenkool. Kebetulan punya serundeng di freezer, ditambah dengan bumbu-bumbu dll, jadilah tumis boerenkool. Ini semua terinspirasi oleh botok boerenkool nya mbak Mutty (terimakasih mbak Mutty).

Ayo selamat menikmati, tumis boerenkool ditambah nasi anget, kerupuk dan rempeyek teri (persediaan rempeyek abis. hiks....). Yang penting uenak....he..he..he..

Ingredients:
250 gram boerenkool (beli di supermarket sudah dirajang)
Serundeng (beratnya mungkin 200 gram. Yang paling bagus sih kelapa parut setengah tua)
3 cabe ijo (atau suka-suka), dipotong-potong
1 genggam udang (optional)
1 kaleng tuna (optional)
2 lembar daun jeruk
Garam secukupnya
Gula pasir atau gula Jawa secukupnya.
Minyak untuk menumis


Bumbu halus:
1 buah bawang bombay (ngga punya brambang atau bawang merah)
4 siung bawang putih
3 buah cabe merah (atau suka-suka)
1 cm kencur
1 sdt ketumbar bubuk

Directions:
1. Panaskan minyak dan tumis bumbu halus sampai harum

2. Masukkan udang dan tuna kemudian tumis lagi.

3. Masukkan serundeng dan aduk lagi

4. Masukkan boerenkool, daun jeruk, cabe hijau, garam, gula dan masak sampai matang.

5. Angkat dan kalau mau bisa ditaburi dengan brambang goreng (bawang merah goreng).

Sunday, 6 September 2009

Terimakasih Munir, engkau memberikan lebih dari cukup kepada bangsa

 

Tanggal 9 September 2004

 

Tuna bread itu sudah tidak ada di atas kulkas. Mungkin Leo sudah membuangnya. Tuna bread yang seharusnya dimakan oleh Munir tapi dia tidak sempat memakannya karena dia sudah meninggal saat aku temui di Schiphol…….

 

Kilas balik…..

 

Jumat, 3 September 2004

 

Aku dapat informasi dari Poengky kalau Munir akan tiba di Belanda tanggal 7 September. Poengky bilang:

 

“Aku titip Munir yo mbak….tenan lho (bener lho), aku titip dia. Kalau ada apa-apa tolong dibantu ya…”

 

“Yo…jangan khawatir……..”

 

Senin, 6 September 2004

 

Pagi hari:

 

Aku telpon Munir di HPnya (0811990568): 

 

“Cak sampeyan kuwi jan-jané sido opo ora sesuk nang Londo, kok ora ono kabare (Cak, anda ini jadi nggak besok ke Belanda kok nggak ada kabarnya)”

 

“O….sido…sido….. (O…jadi….jadi….)”

 

“Terus sidane numpak opo? KLM opo Garuda? (Terus jadinya naik apa? KLM atau Garuda?)”

 

“Aku sidane numpak Garuda…..(aku jadinya naik Garuda)”

 

“Nek ngono, aku mbok di-sms, nomor penerbangane, terus jam piro mendarat nang Schiphol….(kalau gitu mbok aku di-sms, nomor penerbangannya dan jam berapa mendarat di Schiphol)”

 

“Iyo engko tak sms yo…..(Iya, nanti aku sms)”

 

“Oh yo, ojo lali ijazah ku lho yo……(Oh ya, jangan lupa lho ya ijazahku)” Aku memang titip ijazahku yang ketinggalan di Indonesia supaya dibawa Munir ke Belanda.

 

“Ora lali aku, wis tak cepakke nang tas….(Aku nggak lupa, sudah aku siapkan di tas)”

 

“Maturnuwun ya Cak. Sampai ketemu ya…..ati-ati”

 

Sekarang aku berpikir kenapa waktu itu (bahkan jauh-jauh hari sebelumnya), Poengky betul-betul pengin memastikan bahwa aku akan menjaga Munir, kenapa dia sampai titip Munir ke aku. Kalau dipikir-pikir, Munir adalah orang yang sangat independent. Blebar-bleber terbang ke luar negeri sendirian, nggak pake acara dijemput segala. Selain itu network dia di Eropa (bahkan juga di Amerika, Australia dan negara-negara lain di dunia ini) jauh lebih banyak daripada aku yang jarang kemana-mana. Lha kok sekarang aku malah dititipi seseorang yang jauh lebih mandiri daripada aku.

 

Catatan: ketika aku ketemu Poengky lagi setelah Munir meninggal, Poengky cerita kalau Munir malah ngetawain aku di depan Poengky karena aku akan menjemput dia. Munir bilang ke Poengky:

 

“Mbak Sri kuwi wis dadi wong Londo ta? Kok ndadak methuk aku barang nang Schiphol…..” (Mbak Sri itu sudah jadi orang Belanda to? Kok pake jemput aku segala di Schiphol…..)

 

“Pokoke sampeyan kudu dijemput sama mbak Sri. Sampeyan wis tak titipke mbak Sri……Ora usah kakehan omong…..”  (Pokoknya kamu harus dijemput mbak Sri. Kamu sudah aku titipkan mbak Sri……ngga usah banyak bicara….).

 

Munir menganggap itu lucu. Dia cerita kalau dia pernah cuma dikasih peta dan karcis oleh organizer dan berdasarkan peta tersebut dia bisa kemana-mana sendirian, nggak perlu diantar jemput segala waktu dia harus ke Eropa. Lha kok sekarang dia harus dijemput segala. Tapi Poengky tetap ngotot kalau Munir harus aku jemput di Schiphol. Aneh juga kalau dipikir kan? Mungkin ini semua sudah diatur Tuhan.    

 

Setelah selesai ngomong di telpon dengan Munir, aku kemudian turun ke ruang bawah karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Beberapa menit kemudian HPku yang aku letakkan di kamar atas berbunyi. Aku heran, biasanya kalau aku sedang di bawah, aku nggak dengar kalau HPku berbunyi. Maklum HPku tipe ME 45 ini kalau bunyi sangat pelan, jadi sering sekali aku nggak tahu kalau dapat sms. Tapi heran, kenapa pada saat itu aku bisa mendengar bunyi HPku? Apakah Tuhan ingin memastikan bahwa aku menerima pesan Munir? 

 

Aku kemudian naik ke atas dan membaca sms yang ditulis oleh Munir. Sayang HPku ilang, jadi pesan terakhir Munir tersebut ikut hilang. Isinya adalah bahwa dia akan naik Garuda dan mendarat di Schiphol hari Selasa tanggal 7 September 2004. Dia juga tulis arrival time nya. 

 

Senin, 6 September 2004, malam hari:

 

Leo dan aku melihat foto-foto pernikahan kami yang sudah di-upload oleh Leo di komputer. Salah satu yang kami lihat adalah foto kami bersama Munir sekeluarga beserta teman-teman Kontras yang waktu itu datang ke pernikahan kami. Kebetulan kami menikah bulan Juni tahun yang sama, jadi ingatan kami masih segar dengan kehadiran teman-teman pada waktu pernikahan kami.

 

Aku cerita sama Leo kalau Munir adalah seorang human rights activist yang hebat. Aku ceritakan perjuangannya, aku ceritakan sisi manusiawinya Munir seorang manusia dengan kelebihan dan kelemahannya, tapi yang jelas bagiku dia orang yang berani berjuang melawan tindak kekerasan, membela yang lemah, berani untuk berteriak bagi mereka yang voiceless…..

 

Leo sebetulnya belum begitu mengenal teman-temanku. Banyak yang dia temui pada saat pernikahan kami termasuk Munir. Dari foto tersebut Leo bisa mengamati Munir dengan seksama.

 

Aku usul sama Leo, bagaimana kalau nanti sudah di Utrecht (karena dia mau ngambil Masters nya di Utrecht), sekali-sekali kami tengok atau undang dia ke rumah kami mungkin untuk lunch atau dinner. Sokur-sokur kalau dia mau nginep di rumah kami. Leo bilang:

 

“That’s a good idea……”

 

Bagi kami, Munir tidak saja seorang teman tapi juga asset bangsa sehingga harus dijaga.

 

Selasa, 7 September 2004

 

Pagi-pagi kami sudah bangun. Leo berjanji mengantarkan aku ke Rotterdam Centraal station supaya aku bisa naik kereta dari sana ke Schiphol airport. Sebelum berangkat, aku memanggang baguette dulu untuk aku bawa ke Schiphol. Bagguette itu kemudian aku isi dengan tuna. Aku pikir mendingan bawa sarapan dari rumah daripada beli di Schiphol mahal, selain itu kalau terlalu pagi belum tentu ada toko yang menjual makanan di Schiphol.

 

Aku bikin 4 tuna bread. Waktu itu aku berpikir, aku akan makan 2 biji dan sisanya akan aku berikan kepada Munir. Siapa tahu Munir males sarapan di pesawat, jadi lumayanlah untuk ngganjel perut sebelum dia meneruskan perjalanan ke tempat tujuan. Kalau dia nggak mau, ya tak emploke (ya aku makan/embat saja…).

 

Belum jam 6 pagi kami sudah berangkat ke Rotterdam Centraal Station. Leo nge-drop aku di samping stasiun. Dari sana aku beli karcis. Pada waktu itu aku sempat berpikir lebih baik beli tiket pp karena lebih murah. Tapi kemudian aku membatalkan niatku (dan ternyata kalaupun aku akhirnya beli karcis pp juga percuma saja. Baca ceritaku selanjutnya). Akhirnya aku beli karcis sekali jalan. Pikiranku waktu itu adalah siapa tahu aku harus mengantar Munir ke Utrecht atau ke Almere tempat Munir menginap. Baru setelah urusan Munir beres, aku akan langsung pulang dari kota tersebut bukan dari Schiphol.

 

Setelah dapat karcis, aku naik ke atas (peron terletak di lantai atas). Waktu itu sudah September, jadi walaupun sudah lebih dari jam 6 pagi tapi masih gelap. Sudah gitu udara sudah mulai dingin. Aku makan tuna bread karena perutku sudah mulai lapar, mungkin karena udara dingin. Aku tetap saja menggigil karena udara dingin. Dalam hati aku bilang:

 

“Nanti kalau aku ketemu Munir aku akan bilang: “nek ora sampeyan, aku emoh methuk. Lha uadem bianget jé…..” (kalau nggak kamu, aku nggak mau jemput. Lha dingin sekali….”

 

Saking dinginnya, aku turun ke bawah lagi karena aku pikir nunggu di bawah lebih nyaman terhindar dari rasa dingin yang menusuk. Sambil melihat orang lalu lalang, aku menyeruput teh hangat yang aku bawa. Lumayan buat menghangatkan badan. Setelah beberapa lama aku naik ke atas lagi menuju peron. Kereta datang dan aku langsung lompat masuk kereta.

 

Sampai di Schiphol masih terlalu pagi. Pesawat Garuda yang aku tunggu masih belum mendarat. Aku selalu melihat perkembangan pendaratan pesawat di screen. Lebih baik aku ke toilet dulu. Selesai dari toilet, aku lihat di screen kalau Garuda sudah mendarat. Untunglah, artinya aku nggak menunggu terlalu lama.

 

Aku tunggu Munir di arrival gate. Waktu itu aku membayangkan dia keluar ndorong trolly sambil cengar-cengir. Kalau nanti dia keluar, aku akan tanya kabarnya, sudah sarapan belum, kalau belum akan kuberikan tuna bread yang aku bawa untuk dia.

 

Tunggu….tunggu….tunggu….belum juga keluar penumpang dari Garuda. Aku pikir, mungkin masih jalan ke imigrasi, terus antri di imigrasi, terus ambil bagasi dan sebagainya. Tapi herannya kenapa tak satupun penumpang Garuda keluar. Tapi aku sabar menunggu. Mungkin antrian di imigrasi panjang sekali…..

 

Tiba-tiba ada pengumuman dalam bahasa Belanda yang menyebutkan kata “Munir”. Aku pikir bodoh banget, wong Munir saja belum keluar kok sudah disuruh ke information centre. Waktu itu Bahasa Belandaku masih belepotan (sekarangpun masih), jadi aku nggak tahu apa yang sebetulnya diumumkan. Ternyata pengumamnya berbunyi: bagi siapa yang menjemput Munir, harap menghubungi Information desk.

 

Setelah lama sekali menunggu barulah keluar satu dua penumpang dari Garuda. Aku yakin itu dari Garuda karena mereka orang Indonesia. Tapi kemudian ada jeda lagi yang sangat lama, baru keluar lagi penumpang. Tiba-tiba HPku berbunyi. Ternyata Poengky menelepon HPku.

 

“Mbak Sri sampeyan nang endi?” (Mbak Sri, kamu dimana?)

 

“Lha yo nang Schiphol….” (Lho ya di Schiphol)

 

“Ngapain?”

 

“Lho piye to, jarene kon methuk Munir….” (Lho gimana to, katanya disuruh jemput Munir).

 

Mungkin Poengky waktu itu dalam keadaan bingung, jadi tanpa sadar dia tanya sesuatu yang nggak masuk akal.

 

“Nang Schiphol e nang endi?” (Di Schiphol nya di sebelah mana?)

 

“Nang ngarep arrival gate…..” (Di depan arrival gate)

 

Wis ketemu Munir?” (Sudah ketemu Munir?)

 

“Yo durung, aku isih nunggu Munir metu soko gerbang…” (ya belum, aku masih nunggu Munir keluar dari gerbang)

 

“Di sini kami dapat informasi. Mungkin rumor, jaré né (katanya) Munir meninggal di pesawat….”

 

Aku nggak percaya berita itu.

 

“Mosok ah. Mungkin ming (cuma) rumor wae (saja)”

 

“Tulung golekno informasi yo…..” (tolong carikan informasi ya…)

 

“OK, mengko tak nggolek informasi. Mau yo ono pengumuman nyebut Munir, tapi ora jelas pengumumane opo” (OK, nanti aku cari informasi. Tadi juga ada pengumuman nyebut nama Munir, tapi ngga jelas isi pengumumannya apa)

 

Aku tetap tunggu lagi Munir di depan pintu gerbang tersebut. Makin banyak orang yang keluar dari sana. Tapi tidak satupun aku melihat Munir. Ada pengumuman lagi dalam bahasa Inggris yang menyebutkan kata Munir, tapi aku nggak gitu memperhatikan pengumumannya karena aku masih berharap Munir keluar dari gerbang bersama trolly nya. Aku tidak percaya dengan rumor, aku masih yakin Munir tidak meninggal. Akhirnya ada rombongan crew pesawat Garuda yang keluar, aku samperin mereka. Aku bilang:

 

“Saya menjemput Munir. Tadi saya dapat informasi kalau Munir meninggal. Apakah informasi tersebut betul?”

 

Seorang crew (pramugari) menjawab:

 

“Betul memang Munir meninggal, tetapi untuk berita resminya silahkan hubungi Garuda….”

 

Aku mulai panik tapi masih berusaha menahan tangis. Aku lari mencari information desk. Aku bilang sama mbak di information desk kalau aku penjemput Munir dan aku mendapat informasi kalau Munir meninggal di pesawat. Dimana kantor Garuda. Dia menjawab:

 

“Please ask three gentlemen standing outside….”

 

Aku clingukan mencari 3 gentlemen yang disebut dia. Kok nggak ada. Gimana sih, wong aku cuma mau nanya dimana kantor Garuda malah disuruh nanya orang lain. 

Tapi kemudian ada 3 orang laki-laki yang menghampiriku. Satu orang berpakaian pake jas dan 2 orang lagi berpakaian baju seragam polisi warna biru. Yang pake jas hitam tanya aku. Aku kemudian tahu nama blio adalah Wim van Brookhoven dari Luchthaven pastoraat.

 

“Kamu menjemput Munir?” Aku mengiyakan.

 

“Apakah kamu keluarganya?”

 

“No….”

 

“Are you his relative?”

 

“No….”

 

“Siapa kamu? Apa hubunganmu dengan Munir?”

 

“Aku temannya. Aku berjanji untuk menjemput dia di sini. Aku dapat informasi katanya Munir meninggal. Apakah betul?”

 

Dia mengiyakan. Aku lepas kontrol, aku sudah tidak bisa menahan tangisku. Dia memelukku dan menenangkanku. Mereka kemudian mengajakku ke atas, ke kantornya. Di ruangan tersebut, aku diberi minum. Aku berusaha menenangkan diri. Aku masih tetap tidak percaya kalau Munir meninggal. Rasanya seperti disambar geledek.

 

Setelah aku tenang, mereka mewawancaraiku. Polisi meminta aku memperlihatkan kartu identitasku. Aku perlihatkan passportku. Alhamdulillah aku waktu itu membawa passport karena verblijfsvergunning (stay permit) ku masih belum jadi. Leo memang mengingatkanku untuk bawa passport siapa tahu berguna. Ternyata betul berguna.

 

Mereka tanya siapa Munir, darimana aku kenal Munir, apakah Munir memiliki masalah kesehatan, apakah Munir mempunyai musuh dsb. Nampaknya itu adalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang perlu diutarakan dalam kasus-kasus kematian di pesawat.

 

Aku ceritakan siapa Munir, bagaimana aku mengenal dia, dan sebagainya. Aku juga ceritakan bagaimana berkali-kali Munir memperoleh teror pembunuhan (karena Munir juga pernah cerita itu padaku). Aku menceritakan Munir memperoleh terror bom yang dipasang di halaman rumah orang tuanya di Malang. 

 

Polisi pada waktu itu ingin menegaskan:

 

“Jadi menurutmu, kematian Munir ada hubungannya dengan pekerjaannya?”

 

“Kemungkinan itu ada mengingat sepak terjangnya”

 

Setelah wawancara selesai. Aku dipersilahkan untuk menghubungi siapa saja yang ingin aku hubungi menggunakan telpon mereka. Aku hubungi Poengky dan mengabarkan apa yang aku ketahui. Kami kemudian saling bertelpon-telponan untuk saling mengetahui perkembangan.

 

Aku lihat polisi yang berbaju biru juga menelpon, ngga tahu nelpon siapa. Tapi yang jelas dia beberapa kali menyebut nama Munir.  

 

Tiba-tiba Leo menelepon di HPku. Dia waktu itu telpon dari kantornya.  

 

“Kamu dimana? Di Utrecht ya?” Leo membayangkan aku mengantar Munir ke Utrecht.

 

“Aku masih di Schiphol. Munir meninggal dunia……” kataku lemah. Tangisku meledak lagi.  Leo kaget luar biasa.

 

“OK, aku segera ke Schiphol. Tunggu aku disana….”

 

Selama menunggu Leo, aku masih terus menerus berhubungan dengan Jakarta.

 

Aku masih belum diijinkan untuk melihat jenazah Munir di Mortuarium. Meneer Wim van Brookhoven mengatakan lebih baik menunggu Leo supaya bisa bersama-sama ke mortuarium.

 

Setelah Leo datang, kami akhirnya bersama-sama ke mortuarium. Disana sudah menunuggu 2 orang detektif dari The Royal Netherlands Marechaussee (http://en.wikipedia.org/wiki/Royal_Marechaussee). Jadi ternyata, polisi berbaju biru yang kami temui sebelumnya menyerahkan kasus ini ke Marechussee karena dianggap kasus penting. Kematian Munir dianggap cukup mencurigakan.

 

Kedua detektif tersebut memeriksa identitas kami. Salah satu  detektif meminta kami untuk mengidentifikasi jenazah. Apa betul itu memang Munir. Tapi dia bilang sama aku:

 

“Tapi yang boleh masuk ruangan duluan adalah suamimu, bukan kamu….”

 

Aku langsung protes.

 

“Kenapa? Aku kan malah temannya Munir……”

 

“Karena kamu temannya Munir, maka kamu sebaiknya masuk setelah suamimu. Kalau kamu masuk duluan, dikhawatirkan kamu nanti akan histeris. Jadi biarkan suamimu dulu yang mengidentifikasi jenazah tersebut….”

 

Akhirnya kami setuju. Leo masuk duluan. Aku menunggu beberapa lama. Setelah itu aku baru dipersilahkan masuk ruangan.

 

Aku masih ingat sekali apa yang terjadi pada waktu itu. Aku memasuki ruangan. Jenazah ada di sebelah kiriku. Aku tidak mau menengok ke arah jenazah tersebut karena aku masih tidak mau kalau yang terbaring itu adalah Munir. Pada detik itupun hatiku masih menolak kalau Munir sudah meninggal.

 

Jenazah ada di sebelah kiriku. Aku memandang ke depan ke arah Leo. Aku menatap mata Leo dan aku masih berharap Leo menggeleng. Tapi ternyata Leo mengangguk. Aku langsung menengok ke kiri, dan betul yang terbaring kaku di tempat tidur itu adalah Munir yang sudah tak bernyawa.  Langsung meledaklah tangisku. Diantara tangisku, aku bilang:

 

“Muuuniiiiiirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr…..kamu kok ninggalin aku. Kita kan sudah janji akan ketemu ………..kok sekarang kamu malah pergi……….”

 

Leo memeluk aku dengan erat. Dia berusaha menahan air mata supaya tidak jatuh. Kami berdiri memandangi jenazahnya yang diam membisu. Untuk menenangkan diri, aku berdoa dan berdoa. Masih terbayang apa yang dia katakan, masih terbayang perjuangannya, masih terbayang dia sekeluarga menghadiri pernikahan kami.

 

Ketika aku sudah mulai tenang, kedua detektif itu mewawancarai kami berdua. Kami menceritakan apa yang kami ketahui tentang Munir. Setelah mendengar cerita kami, kedua detektif tersebut bermaksud untuk mengadakan pemeriksaan selanjutnya yaitu autopsy.

Mereka betul-betul ingin tahu apakah kematian Munir terjadi secara wajar atau tidak. Mereka akan meminta ijin kepada pihak keluarga.

 

Sebagai catatan: Menurut hukum Belanda, otopsi tetap akan dilanjutkan walaupun keluarga tidak setuju. Dasarnya sangat sederhana yaitu bagaimana kalau keluarga yang terlibat. Tapi dalam kasus Munir ini, keluarga dan organisasi justru mendukung adanya otopsi.  

Para

detektif tersebut meyakinkan kami bahwa tidak boleh seorangpun akses terhadap jenazah Munir dan barang-barang yang dibawa Munir termasuk dokumen-dokumen yang ada di kopernya. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa akses ke situ.

 

Pada hari itu juga kami sudah memperoleh kepastian juga bahwa Suciwati, Poengky, Usman Hamid, dan Ucok serta saudara Munir sudah memperoleh tiket dan akan tiba di Schiphol tanggal 9 September 2004 untuk menjemput jenazah. Marechaussee dan Meneer Wim van Brookhoven mengatur bagaimana kita semua bisa bertemu. Kami semua bersiap-siap menerima kedatangan mereka.

 

Kamis, 9 September 2004:

 

Jam 3 pagi Leo dan aku berangkat dari rumah ke Schiphol. Tiba di Schiphol jam 4 pagi, sesuai dengan waktu yang kami sepakati. Selain Marechaussee dan Meneer Wim van Brookhoven, di sana juga ada wakil dari ICCO, lembaga yang memberi beasiswa kepada Munir.

 

Kebetulan kami masih memiliki foto pernikahan kami yang sebetulnya mau aku berikan kepada Munir. Foto tersebut cukup besar ukurannya (mungkin sebesar kertas folio). Dalam foto itu ada gambar Munir, Suci, Poengky dan Usman atau orang-orang yang akan menjemput jenazah Munir. Kami perlihatkan foto tersebut kepada Marechaussee dan Meneer Wim van Brookhoven supaya mereka tahu siapa yang akan mereka jemput.

 

Kami kemudian diajak mereka untuk memasuki ruang tunggu di Schiphol setelah melalui berbagai macam pintu pemeriksaan. Kami tiba di ruang tunggu. Ruang dimana semua penumpang KLM akan menjejakkan kaki begitu mereka keluar dari belalai pesawat. Pihak Marechaussee meminta aku untuk menunggu di depan pintu agar ketika yang kami tunggu sudah kelihatan, mereka harus digiring untuk tidak keluar ruangan.

 

Sesuai dengan rencana, kami bisa menggiring teman-teman tersebut untuk masuk ke ruang tunggu. Dari situ kemudian kami digiring ke mortuarium untuk melihat jenazah Munir. Bisa dibayangkan bagaimana suasanya. Ledakan tangis, doa, kesedihan mewarnai suasana waktu itu.

 

Setelah selesai dari mortuarium, kami kemudian digiring ke tempat lain. Kemudian tejadilah wawancara marathon sampai berjam-jam. Beberapa dari teman-teman ini diwawancarai satu per satu oleh pihak Marechaussee untuk kepentingan penyidikan

 

Tanggal 10 September ternyata teman-teman sudah bisa membawa jenazah ke tanah air. Tapi perjalanan belum berakhir. Masih banyak sekali yang harus dilakukan baik di sini maupun di tanah air. Kami memperoleh informasi kalau hasil otopsi menunjukkan bahwa Munir teracuni arsenik. Tidak mungkin kan Munir dengan sengaja menelan arsenik. Pasti ada pihak yang mau membunuh Munir.

 

Tidak saja di Indonesia, kasus ini juga disorot oleh media Belanda beberapa kali. Koran, televisi, radio memberitakan kasus Munir. Bahkan issue ini juga diangkat oleh parlemen Belanda.

 

Sudah 5 tahun Munir tiada, tapi kasus ini belum terselesaikan. Keadilan akan terus diperjuangkan. Aku cuma berpikir kalau kasus Munir yang sudah sampai di tingkat internasional saja tidak terselesaikan, bagaimana kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya. Kita berharap keadilan akan datang.

 

Menurut informasi yang aku terima, death on board di Schiphol sekitar 200 orang per tahun. Tidak semua ditindak lanjuti seperti kasus Munir karena tidak semua kematian dicurigai sebagai kematian yang tidak wajar. Mungkin saja memang karena sakit.

Ada

satu hal yang ada di benakku setelah mengalami kejadian ini yaitu bahwa tangan Tuhan tidak bisa dilawan.Kalau toh Munir harus meninggal dengan cara dibunuh, Allah tidak akan membiarkan dia meninggal begitu saja tanpa ada suatu tindak lanjut. Kalau seandainya waktu itu Poengky tidak memintaku untuk menjemput Munir, aku yakin jenazah akan langsung diserahkan kepada KBRI dan dipulangkan ke Indonesia tanpa adanya suatu otopsi. Tapi Tuhan berkata lain, aku harus menjemput dia di Schiphol.  Aku waktu itu berkata sama Tuhan:

 

“Ya Allah, kalau seandainya Engkau mengutusku untuk melakukan sesuatu, kenapa Engkau memberikan tugas yang begitu mengagetkan seperti ini. Tapi mungkin memang inilah jalan yang harus aku lalui……Terimakasih ya Allah, Engkau percayakan tugas penjemputan ini kepadaku, tapi berikanlah juga kekuatan untuk menerima ujian ini. Amin……”  

 

Epilog:

 

Aku dan Leo memandangi foto pernikahan kami. Munir, doa kami selalu bersamamu. Semoga engkau sudah tenang beristirahat di sana. Semoga Allah menerimamu.

 

Terimakasih Munir, engkau sudah memberikan lebih dari cukup kepada bangsa Indonesia terutama kepada mereka yang lemah dan tak berdaya melawan kekerasan. Semoga kita semua bisa meneruskan perjuanganmu melawan tirani ketidak adilan.

 

Terimakasih Munir, engkau sudah menghadiri pernikahan kami. It means a lot to us.

Salam hangat selalu dari kami,

 

Sri Rusminingtyas dan Leo Fontijne  

Wednesday, 26 August 2009

MFM#2 Edisi Agustus 2009: Lontong Tahu Kecap


Description:
Setor MFM ah. Bikin ini karena kebetulan punya kacang goreng nganggur en bawang putih goreng serta asem ekstrak yang tinggal sedikit.

MFM kali ini temanya asam yang digunakan dalam masakan Indonesia. Terimakasih bu Deetha yang sudah mengorganisasikan MFM edisi Agustus ini.

Ingredients:
Lontong, potong-potong
Tahu, potong-potong dan goreng
Tauge, rendam pake air panas, tiriskan (jangan terlalu lunak)
Kecap manis
Seledri, dirajang
Brambang (bawang merah) goreng

Bumbu:

225 gram kacang goreng
3 buah cabe merah (ngga punya cabe rawit)
3 sdm ekstrak asam (pokoknya air asam yang kental)
3 sdm kecap manis
3 lembar daun jeruk purut, buang tulang tengahnya
1 sdm bawang putih goreng
Garam secukupnya
1sdt gula pasir
300 ml air



Directions:
1. Masukkan semua bumbu dalam blender dan haluskan

2. Penyajian: letakkan lontong di atas piring saji, tambahkan tahu di atasnya, tauge dan siram dengan bumbu. Taburi dengan brambang goreng, seledri mentah. Kucuri dengan kecap manis.

Bisa juga dikucuri lagi dengan jeruk purut. Dimakan pake krupuk kampung juga enak. Lumayan kan untuk menu buka puasa....

Image Hosted by ImageShack.us

Wednesday, 22 July 2009

MFM#2 Edisi Juli 2009: Jus Paprika Tomat


Description:
Punya paprika dan tomat banyak. Maklum di sini harganya relatif murah kalau beli di pasar, 1 Euro per kilo, kadang malah 75 cents. Kualitasnya juga bagus, seger, merah menor menyala. Akhirnya dibuat jus saja.

Jus ini untuk meramaikan ajang MFM edisi Juli 2009 yang diorganisir oleh jeng Lia. Makasih jeng Lia for organizing this event.

Ingredients:
2 buah paprika merah (sekitar 400 gram), buang gagang dan isinya, potong-potong

2 buah tomat merah besar, potong-potong

200 ml air

2 sdm gula (atau sesuai selera. Bisa diganti semangka kalau ngga mau gula. Banyaknya suka-suka. Kebetulan sedang ngga punya semangka)

Air jeruk nipis atau lemon dari 1/2 buah

Directions:
1. Semua bahan kecuali air jeruk nipis diblender semua.

2. Kucuri dengan dengan jeruk nipis dan aduk rata kemudian sajikan.

Catatan:

Air bisa diganti es. Mungkin dikasih SKM juga enak. Aku pernah tambahin susu segar juga lumayan rasanya. Paling engga susunya ngga berasa eneg. Maklum aku ngga suka minum susu.

Mau pake juicer meresnya juga OK.

Dikasih strawberry juga enak. Yang jelas masih merah menyala.

Sebaiknya diminum segera, karena jus tomat kalau kelamaan tidak diminum kok rasanya kurang seger ya....

Image Hosted by ImageShack.us



Wednesday, 1 July 2009

Seri Mudik-2009: Garut




Ini foto-foto di hotel Danau Dariza Garut. Kampung Sampireun mahal euy....

Monday, 29 June 2009

Seri Mudik-2009: Pantai Kukup Gunung Kidul




Ini foto-foto di Pantai Kukup Gunung Kidul. Kebetulan cuaca luar biasa bagusnya. Panas memang, tapi untuk pengambilan foto (bagi amatiran kayak aku) sangat menguntungkan. Cantik ya pantainya....

Kebetulan belum musim liburan, jadi pantai relatif sepi. Seperti biasa, Leo laris manis. Serombongan anak-anak muda minta foto bareng Leo. he..he..he..

Tuesday, 16 June 2009

MFM #2 Edisi Juni 2009 : Indonesian Cuisine - Serundeng (Dendeng Ragi)


Description:
Beginilah kalau ngga ada tukang sayur lewat. Bikin serundeng pake kelapa parut kering. Rasanya lumayanlah. Paling engga buat obat kangen. Lumayan buat stock disimpan di freezer, siapa tahu ada MPers yang bertamu, tinggal aku hidangkan.

Resep ini aku setor ke Pepy. Ini untuk meramaikan ajang MFM#2 Edisi Juni 2009 dengan tema Indonesian Cuisine. Thank you Pepy for organizing this event.

Aku menggunakan bumbu yang tersedia di dapur.

Ingredients:
500 gram kelapa parut kering (yang ada itu, dilarang protes)

968 gram daging sapi (dibuletin sekilo juga boleh)

500 cc air

70 gram gula Jawa (disisir)

1 sdm gula pasir

500 cc air (soalnya ngga ada air kelapa)

5 lembar daun jeruk purut

2 lembar daun salam

1 ruas lengkuas digeprak

10 sdm air asem (kalau air asemnya kental, bisa dikurangi)

1 genggam brambang (bawang merah) goreng

2 sdm minyak untuk menumis bumbu halus

Bumbu halus:

125 gram bawang merah

5 siung bawang putih

3 sdt ketumbar bubuk

1,5 sdt garam (atau sesuai selera)



Directions:
1. Tumis bumbu halus sampai harum. Tambahkan daun jeruk, daun salam dan lengkuas dan tumis lagi. Angkat.

2. Dalam satu wajan besar, campur semua bahan (termasuk bumbu halus
yang sudah ditumis) keculai brambang goreng. Pokoknya dicampur rata.

3. Masak sampai daging empuk dan kelapa menjadi kering kecoklatan. Diungkep ya, sekali-sekali diaduk supaya ngga gosong.

Kalau daging masih belum empuk, bisa tambahkan air panas dan kemudian dimasak sampai empuk dan kelapa kering kecoklatan.

4. Kalau sudah kering, masukkan brambang goreng, aduk rata kemudian angkat.

Hidangkan dengan nasi anget, sambal dan lalap. Atau dimakan pake pecel yo enak. Buat teman makan nasi uduk juga oke. Pokoknya suka-suka deh, sesuai selera.

Image Hosted by ImageShack.us

Sunday, 14 June 2009

Pandan Zebra Cake pake putih telur


Description:
Puyeng setiap kali punya putih telur banyak. Sudah dibuat macem-macem dari mulai sambel goreng, nasi goreng, orak-arik, oseng-oseng dll. Sampai dikasih ke orang segala. Tapi tetep aja bingung memanfaatkan.

Hari ini aku bikin pandan zebra cake. Menurutku enak rasanya dan tidak seret. Dapat resep dari sini. Terimakasih bu Rina atas resepnya. Memang betul, rasanya tidak seperti karet seperti pada umumnya cake putih telur. Pokoknya enak deh walaupun tanpa kuning telur.

Resep asli menggunakan 400 cc putih telur. Kebetulan aku cuma punya 350 cc putih telur (dari 12 butir telur). Jadi resep harus dikonversi dan modifikasi sesuai dengan bahan yang ada.

Ingredients:
350 cc putih telur

175 gr gula pasir

1 sdt emulsifier (aku pake Ovalet)

175 gr mentega, lelehkan (resep asli pake blue band)

153 gr terigu

22 gr maizena

1/2 sdm pasta pandan




Directions:
1. Kocok putih telur dengan emulsifier sampai mengembang

2. Masukkan gula sedikit demi sedikit sambil terus dikocok.

Aku ngocok telurnya pake speed sedang dan total ngocok (dari awal sampai akhir) selama 10 menit. Pokoknya kalau baskom dibalik, telurnya ngga tumpah. Jadi tergantung kemampuan mixer yak.

3. Tuang terigu dan maizena dan aduk rata.

4. Campur dengan mentega cair dan aduk rata

5. Bagi adonan menjadi dua. Satu bagian biarkan tetap putih dan adonan lain beri pandan pasta.

6. Dengan menggunakan sendok sayur, tuang adonan ke dalam loyang secara bergantian: putih dan hijau. Pokoknya berselang-seling deh.

Jangan lupa loyang sudah disemir pake margarin dan ditaburi terigu. Alas loyang ditataki dengan kertas roti yang juga sudah disemir dengan margarin dan ditaburi terigu.

7. Panggang sampai matang

Silahkan dicicipi:

Image Hosted by ImageShack.us





Friday, 1 May 2009

Mudik mendadak...

Insya Allah dalam beberapa menit lagi kami akan berangkat ke Schiphol airport karena mau mudik. Rencana yang mendadak karena baru kami putuskan minggu lalu. Ada urusan keluarga yang mendesak.

Mohon doa restu semoga perjalanan kami lancar, tidak kurang suatu apapun sehingga kami bisa tiba di Indonesia dengan sehat dan selamat, serta balik lagi ke Belanda dengan sehat dan selamat. Semoga semua urusan kami bisa berjalan dengan lancar. Amin.

Mohon maaf apabila saya tidak berkunjung ke rumah maya teman-teman semua.

 

Thursday, 30 April 2009

Lha kok enak, jualan buku modal copy paste

Suebel walaupun yang terkena bukan aku. Rasanya sampai ngga bisa ngomong lagi. Prihatin bener.

Informasi lebih lanjut bisa dilihat  disini dan disini.

Logo diambil dari sini.

Sunday, 19 April 2009

I dreamed a dream, Cry me a river

Rating:★★★★★
Category:Music
Genre: Pop
Artist:Susan Boyle
Susan....ai lap yu.......you are incredible......bener-bener mengagumkan....

Engkau diberkahi suara yang luar biasa oleh Yang Maha Kuasa....

Jangan menghakimi sebuah buku dari sampulnya......

I dreamed a dream:

http://www.youtube.com/watch?v=9lp0IWv8QZY

Cry me a river:

http://www.youtube.com/watch?v=i5ETPG26ALE&feature=related



Tuesday, 17 March 2009

MFM2 Maret 2009-Warna-warni: Arem-arem Mie


Description:
Waktu aku masih muda dulu, ibu kadang membuat arem-arem mie. Bisa untuk bekal piknik Karena kangen makan makanan ini, aku bikin sendiri. Lumayan rasanya dan kulitnya bisa kenyal. Isi bisa bervariasi: sambel goreng daging en udang, kering tempe nyemek, serundeng, abon dsb. Kali ini aku pengin isi kentang rasa asem manis pedes.

Ini aku setor untuk MFM yang bertemakan warna-warni yang diorganisasikan oleh bu Yeni. Thanks for organizing this event, ibu Yeni.

Ingredients:
250 gram mie kering
3 buah telur
1/2 sdt garam (atau sesuai selera)
1/2 sdt merica bubuk (atau sesuai selera)

Bahan isi:

125 gram daging cincang
1 buah kentang, potong kotak-kotak kecil
1 buah wortel, potong kotak-kotak kecil
1 genggam bucis, potong kecil-kecil
1/3 paprika merah, potong kecil-kecil
3 siung bawang putih, cincang
1/2 butir bawang bombay, cincang
1 batang daun bawang, potong-potong
1-2 sdt cabe giling (bisa diganti dengan cabe diiris-iris)
1/2 sdt merica bubuk
1/2 sdt laos (lengkuas) bubuk
garam secukupnya
1 sdt gula pasir
2 sdt kecap manis
2-3 sdt air jeruk nipis
1 sdm brambang (bawang merah) goreng
2-3 lembar daun jeruk purut (kelupaan)

Bahan lain:

Aluminium foil (soalnya daun pisang mahal!)

Directions:
Isi:

1. Tumis bawang putih sampai harum

2. Masukkan bawang bombay dan tumis lagi sampai layu

3. Masukkan cabe giling, tumis lagi

4. Masukkan daging cincang dan tumis sampai kecoklatan

5. Masukkan sayuran (kecuali daun bawang) dan ditumis (pertama buncis kemudian kentang, wortel dan terakhir paprika)

6. Masukkan bahan lainnya (kecuali daun bawang) kemudian uji rasa

7. Matikan api. Masukkan daun bawang dan aduk rata.

Catatan: sayurnya cuma 3/4 matang ketika api dimatikan karena akan dikukus lagi.

Kulit:

1. Kocok telur dengan garpu di dalam sebuah waskom atau wadah lainnya.

2. Tambahkan garam dan merica bubuk secukupnya.

3. Rebus mie sampai lunak dan tiriskan

4. Segera masukkan mie yang masih panas tersebut ke dalam kocokan telur

Penyelesaian:

1. Ambil selembar aluminium foil yang cukup besar

2. Letakkan 2-3 sdm mie di atasnya

3. Letakkan isi di tengah

4. Gulung seperti lontong dan jangan lupa dipadatkan

5. Ulangi sampai habis

6. Kukus selama 20 menit

7. Kalau sudah matang, angkat dan dinginkan. Setelah dingin, buka aluminium foilnya kemudian dipotong-potong dan sajikan

Kemarin mie yang aku pake warnanya cenderung putih, bukan kuning, jadi kurang menyala. Kalau mau berwarna kuning, pake mie yang berwarna kuning.


Catatan: kalau mau dibawa untuk piknik, arem-arem bisa dibuat kecil-kecil seperti ukuran lemper atau arem-arem beras. Tidak perlu dipotong-potong, karena setelah dibuka kulitnya, bisa langsung dimakan.

Image Hosted by ImageShack.us