Sunday, 30 May 2010

Cheese Muffin


Description:
Waktu mudik lalu dapat resep cheese muffin dari Nining. Makasih ya Ning. Menurut kami muffin ini enak, tidak keras. Bikinnya mudah, malah ngga perlu mengeluarkan mixer karena cukup diaduk pake spatula. Yang jelas ngembang bagus, ngga ambleg blas. he..he..he..

Rasanya ngeju sekali. Aku menggunakan keju tua karena Leo ngga doyan cheddar. Kata dia, makan cheddar kayak makan plastik. he..he..he..

Ingredients:
Bahan Kering:

300 gram tepung terigu
100 gram gula
2 sdt baking powder
1 sdt baking soda
1/2 sdt garam (menurutku bisa dihilangkan kalau pake keju tua)
100-150 gram keju parut. Aku pake keju tua.


Bahan Kering:

100 cc susu cair
100 cc minyak (aku pake zonnebloemolie atau sunflower oil)
2 buah telur


Directions:
1. Campurkan semua bahan kering dan aduk rata. Sisihkan

2. Kocok lepas telur, tambahkan bahan cair lainnya dan aduk lagi.

3. Tambahkan semua bahan cair ke dalam campuran bahan kering kemudian aduk sampai rata

3. Tuang adonan pada cetakan muffin.

4. Panggang sampai matang. Aku pake suhu 160 derajat (hot air) selama 25 menit.

Sunday, 23 May 2010

Foto-foto untuk jeng Evia....


Bukan Popeye lho ya...

Waktu itu mbokné Menik nanya tentang boneka sailors dari keramik yang aku beli di Volendam. Ini lho jeng fotonya.

Boneka sailors ini titipan adikku karena boneka yang dia punya retak. Aku kalau ngga kopdar ke Volendam muales beli ini, wong jauh dan angkotnya mahal. Perasaan belum pernah lihat boneka kayak gini di toko supenir lainnya. Kok yo aku nih beli cuma 1,5 pasang, bukan 2 pasang sekalian.

Selain itu, blio juga nanya tentang hasil gorengan actifry. Ini tak fotokan pisan. Ada krupuk udang, tahu dan lumpia. Yang jelas ngga bisa buat nggoreng risoles, kroket, bitterballen apalagi silken tofu kecuali kalau pengin ancur. he..he..he..

Sebelum digoreng, krupuk udangnya dipatah-patahkan dulu. Lumayan kok bisa mengembang walaupun irit banget minyak.

Saturday, 22 May 2010

Cumi Tahu Gongso


Description:
Ini nyontek bu lurah gara-gara tiap hari dipamerin babat gongso oleh emaknya si Alex. Dasar yo panasan, jadi kemropok diiming-imingi babat gongso tiap hari. he..he..he..

Resep asli memang menggunakan babat, tapi aku ganti dengan cumi. Leo paling ngga bisa makan jerohan, sudah jijik duluan. Dia juga ngga suka cumi, katanya rasanya seperti karet. he..he..he..tapi dia ngga masalah kalau aku masak cumi. Jadi yang makan ya cuma aku.

Aku tambahin tahu karena kebetulan punya tahu enak. Aku goreng tahunya pake actifry supaya ngga menggunakan banyak minyak. Enak juga tahu dimasak gongso gini, jadi resep ini bisa untuk hidangan vegan tanpa meat atau seafood sama sekali.

Resep asli ada disini. Terimakasih bu lurah resepnya...

Ingredients:
350 gram cumi-cumi
2 buah tahu besar, potong-potong dan goreng (bisa setengah mateng gorengnya)
1 butir bawang bombay (wong ngga punya bawang merah), dicincang
2 sdt jahe parut
4 siung bawang putih, uleg halus, campur dengan 50 cc air
4 sdm cabe giling
4 sdm kecap manis
1 sdt garam
1/2 sdt gula
Minyak untuk menumis


Directions:
1. Panaskan minyak dan tumis bawang bombay dan jahe sampai harum.

2. Masukkan cabe giling dan tumis lagi sampai cabe matang

3. Masukkan cumi-cumi dan aduk sampai berubah warna

4. Masukkan bawang putih, kecap, garam, gula dan oseng lagi

5. Masukkan tahu dan aduk sampai tercampur rata.

6. Kalau cumi sudah matang dan rasa sudah pas, angkat dan sajikan.

Ayo makan cumi gongso internasional. he..he..he...disebut internasional karena cuminya dari California Amrik, bawang putihnya dari Spanyol, garam dan gula produk Belanda, kecap import dari Indonesia, tahu dibuat di Belanda tapi mungkin kedelainya import. Oh ya, cumi California itu kok cepet empuk ya, dan ngga terlalu berasa kayak karet. Mari makan......

Thursday, 20 May 2010

Seri Terdampar di New York City: A New Yorker (Bagian 2)

Menyambung cerita disini.  Dalam keadaan capek, aku harus putar otak apa yang harus kulakukan. Cari hotel di sekitar situ? Waktu itu herannya aku kok ya ngga panik ya walaupun juga rada sutris karena harus mencari penyelesaian. Sudah capek, loyo, ngantuk, di tempat asing, ngga tahu arah tapi masih harus mikir. Tapi herannya aku juga ngga nangis sama sekali.  

 

Ketika sedang termenung-menung memutar otak, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dari arah belakangku. Dia aku taksir paling pol usianya 30 tahun, kayaknya sih ngga beda jauh dengan usiaku waktu itu. Mungkin dia baru saja pulang dari cafe. Kabarnya kan New York kota yang ngga pernah tidur. Dia tanya:

 

"Kamu mencari siapa?"

"Aku cari doorman gedung ini, tapi nampaknya dia sudah pergi"

 

Dia melirik jamnya.

 

"O..dia sudah pulang, sekarang sudah lebih dari jam 1. Dia biasanya pulang jam 11...."

 

Dalam hati, lha rak tenan to sudah pulang. Aku tanya dia:

 

"Kamu tinggal di sini ya, kok tahu kalau doorman biasanya pulang jam 11....."

"Iya, aku tinggal di lantai atas....." 

 

Dia tanya aku lagi:

 

"Kamu dari mana asalnya?"

"Aku dari Indonesia"

"Sebetulnya kamu mau kemana?"

"Aku seharusnya beberapa jam yang lalu harus sudah berada di dalam gedung ini, tapi aku ngga bisa masuk karena datang terlambat. Aku dikasih tahu oleh pengelola flat ini untuk minta kunci dari doorman dan sekarang dia sudah tidak ada di tempat...."

"Kamu baru dari airport?" sambil melihat koper-koper di sampingku.

"Iya, tadi pesawat yang aku tumpangi dari Amsterdam terlambat. Akibatnya aku terlambat tiba di flat ini....."

"Terus sekarang kamu mau kemana?"

"Terus terang aku juga masih belum tahu apa yang harus aku lakukan...."

 

Ada jeda beberapa saat. Otakku waktu itu berpikir untuk cari taksi dan  hotel. Aduh sudah lebih dari jam 1 pagi, masih juga belum dapat tempat menginap.

 

Dia berkata lagi:

 

"Kalau kamu mau, kamu bisa tinggal malam ini di tempatku......Besok pagi aku antar kamu ke doorman untuk mengambil kunci......."

 

Aku ternganga mendengar tawarannya. Seseorang yang baru beberapa menit aku kenal  menawarkan tempat untuk menginap. Dan aku memperoleh tawaran ini di sebuah kota besar yang judulnya: NEW YORK!!!!! New York lho saudara-saudara, bukan Ngaglik atau ngGenuk sana. Kalau yang nawarin nginep adalah warga desa mBringin-Solotigo kemringet (soale dari Solotigo harus ngepit sampai keringatnya dredesan), mungkin masih bisa dimengerti. Lha ini bayangkan saja, seorang New Yorker yang tinggal di kota metropolitan (yang kabarnya individualis) kok menawari tempat menginap di flatnya kepada orang asing yang baru saja dikenalnya. Lha wong kalau peristiwa ini terjadi di Jakarta saja belum tentu orang mau mengulurkan tangan untuk membantu.  

 

"Are you serious?"

"Yes, off course....but it's up to you......"

 

Aku lihat penampilannya sopan. Bajunya juga kelihatan cukup bersih dan rapi. Bukan tampang pemabok ataupun drugs user. Aku lihat dia orang baik dan kelihatan tawarannya juga betul-betul tulus.

 

"Do you live with your wife?"

"Yes....."

 

Aku waktu itu berpikir, kalau bisa memilih rasanya kok lebih nyaman menginap di rumah pasangan yang sudah menikah daripada di tempat seorang laki-laki single. Kok ya ngga kepikir ya waktu itu, ngapain dia pergi malem-malem sendirian kalau dia sudah menikah. Kan mendingan di rumah sama istrinya. Tapi waktu itu aku betul-betul sudah terlalu capek dan ngantuk, dan sudah tidak mampu lagi untuk berpikir lebih lanjut. Akhirnya aku terima tawarannya.

 

Dia membukakan pintu dan membantuku untuk membawa koper ke flatnya. Kebetulan flatnya terletak di atas, jadi kami menggunakan lift.

 

Begitu tiba di rumahnya, dia menunjukkan kamar kosong untukku. Memberiku handuk bersih, memberi tahu dimana letak kamar mandi dan wc. Kami kemudian mengenalkan nama kami masing-masing. Lha wong belum tahu nama kok sudah mau nginep. Kalau ngga salah namanya Michael.  

 

Aku tanya:

"Where is your wife? Is she sleeping?"

"She is out of town....."

 

O MY GOD......ternyata dia seorang suami yang sedang home alone, pantesan malem-malem kluyuran. Lha tadi di bawah, dia kok yo ngga ngomong kalau istrinya pergi ke luar kota. Lha tapi yo salahnya sendiri tadi kok ngga nanya. Kan tadi nanyanya 'do you live with your wife' Kalau dia jawab 'yes' yo bener karena pertanyaannya kan bukan 'is your wife at home'.   

 

Tapi aku sudah terlalu capek untuk berpikir lebih lanjut. Yang penting mandi dan cepat tidur. Sebelum masuk kamar tidur, aku sempat bertemu dia di gang dan memberikan salam: good night. Setelah itu aku naik ke tempat tidurku dan langsung aku ngorok dalam sekejap karena saking capek dan ngantuknya. Aku waktu itu merasa lega dan bersyukur tinggal di tempat yang aman.

 

Keesokan harinya, aku bangun dan segera mandi karena pengin cepat dianter ke doorman. Sambil menunggu tuan rumah bangun, aku mengamati rumah tersebut. Perabotannya sederhana, tidak terlalu istimewa. Kalau ngga salah ada juga foto dia dan istrinya terpajang di meja. Di salah satu tembok di sebuah ruangan, terpampang sebuah pigura yang memajang ijazah tuan rumah. Lha aku nih kok malah ngga pernah bikin pigura untuk ijazahku yo, apalagi kok masang di tembok.

 

Ternyata Michael lulusan PhD atau doktor dari fakultas hukum (pokoké law schoolnya) Columbia University. Kalau melihat umurnya, apalagi dia harus menyelesaikan dulu post graduate nya, mungkin dia seorang lawyer yang baru memulai karir.

 

Ketika tuan rumah bangun, kami ngobrol sebentar. Dia bercerita kalau dia seorang New Yorker sejati bahkan lahir di New York. Dia tanya aku:

 

"Tujuanmu ke New York ini sebenarnya mau apa?"

"Aku sebenernya mau ketemu LSM HAM di New York"

 

Aku sebutkan nama salah satu LSM yang akan aku kunjungi, yaitu sebuah LSM yang menyediakan bantuan hukum kepada para kaum marjinal atau mereka yang lemah.

 

Kata Michael:

 

"Aku salah satu volunteer LSM tersebut.....Paling ngga seminggu sekali aku membantu mereka untuk menangani kasus"

 

Walah....lha kok ternyata lingkaranku kok yo itu-itu juga ya, kenalan baru saja kok ngga jauh-jauh dunianya.....apa memang dunia itu sempit? baru aja aku selesai kursus HAM di Belanda, eh.....lha kok penolongku di NYC juga seorang aktivis HAM.....Seingatku dia bercerita bahwa dia juga bekerja di sebuah law office komersial tapi dia juga menyempatkan waktu untuk bekerja sebagai volunteer di sebuah LSM.

 

Michael kemudian mengantarku ke bawah menemui doorman dengan kedua koperku yang berat. 

 

"Aku semalam menunggu kamu sampai dengan jam 12 malam, tapi kamu ngga datang. Aku pikir kamu batal, jadi aku pulang...."

      

Aku minta maaf pada doorman. Aku jelaskan kalau pesawatku terlambat berjam-jam, jadi aku terlambat tiba di tempat penginapan. Michael memberi tahu kalau aku semalam menginap di tempatnya. Kemudian doorman memberiku kunci dan mereka berdua mengantarkan aku ke kamarku. Aku mengucapkan terimakasih kepada mereka berdua.

 

Aku waktu itu merasa bersyukur bertemu Michael. Mbok ya orang mau bilang apa terserah, aku justru merasa Tuhan menolongku dengan mengirim dia. Buatku pengalaman ini sangat amazing.  

 

Ketika aku cerita tentang pengalamanku ini kepada kenalan-kenalanku orang Amerika, mereka selalu tanya:

 

"A New Yorker?"

"Yes, he is a New Yorker"

"Are you sure he is a New Yorker?"

"I am sure he is a New Yorker. He told me that he was even born in New York"

 

Mereka terkagum-kagum karena banyak banget New Yorkers yang ngga peduli dengan masalah orang lain. Lha ini kok spesial banget.

 

Aku tidak pernah menghubungi Michael lagi setelah itu. Eh pernah ding, nelpon dia sekali sebelum aku meninggalkan New York. Kebetulan dia ngga di rumah, jadi aku cuma meninggalkan pesan di answering machine. Aku mengucapkan terimakasih atas pertolongannya. Itu saja, aku tidak mengirim kartu atau apapun kepadanya. Lha aku nanti kirim kartu malah ketahuan  istrinya kalau dia memasukkan perempuan ke flatnya pada waktu istrinya tidak ada di rumah. Serba salah to. Akhirnya yo wis ngga ngirim kartu, ngga nelpon, dan ngga kontak lagi. Titik.   

 

Itu pengalamanku di New York. Aku melihat bahwa di sebuah kawasan metropolis seperti itupun, masih ditemui seorang humanis, seorang yang mau mengulurkan tangannya ketika aku dalam kesulitan.

 

Bagaimana petualanganku selanjutnya di New York? Nek ora males, aku nulis lagi. Kalau males, yo wis mungkin nunggu 2 tahun lagi baru nerusin. hi..hi...hi...

 

Catatan: Gambar yang aku pasang adalah foto salah satu gedung di Columbia University. The photo is taken from here.  Kebetulan flat yang aku tempati tersebut letaknya dekat Columbia University.

 

Informasi puenting yang perlu dicatat: Eh...tapi terus terang, si Michael itu cakep lho. Tenan iki. he..he...he...baru ngaku setelah cerita panjang lebar. Kalau bintang film, paling ngga setaraf Tom Cruise atau Brad Pitt atau you name it lah. he..he..he...Aku dulu menerima tawarannya jangan-jangan karena dia cakep yo. hi..hi..hi...wis ah....  

 

Wednesday, 19 May 2010

Seri terdampar di New York City: The Doorman has Left (Bagian 1)

Terdampar di JFK airport pada suatu Jumat malam tahun 1996. Kelelahan luar biasa setelah terbang dari Amsterdam. Yang membuat capek sebetulnya adalah harus menunggu, menunggu dan menunggu di ruang tunggu Amsterdam Schiphol Airport. Pesawat delayed karena cuaca buruk.

 

Begitu menginjakkan kaki di bandara internasional JFK, aku merasa sangat asing. Airport yang sangat guede dan sibuknya luar biasa membuatku makin merasa kelelahan. Orang segitu buanyak berlalu lalang tapi tak satupun yang aku kenal. Baru pertama kali itulah aku menginjakkan kaki di Amerika. Aku mengikuti arah menuju imigrasi. And....OMG....antrean puanjangnya luar biasa. Mungkin banyak pesawat yang landing pada waktu hampir bersamaan. Yang jelas aku harus sabar dan pasrah untuk mengikuti arus antrian.

 

Seingatku jam pada waktu itu sudah menunjukkan lebih dari pk 9 malam (atau malah sudah jam 10 malam). Sudah ngga mungkin lagi terkejar. Aku seharusnya sudah harus tiba di tempat penginapan 3 atau bahkan 4 jam jam yang lalu. Masih ingat e-mail yang aku baca dari staff penginapan beberapa hari sebelumnya.

 

"Please show up before 11 pm because the doorman will leave the flat at 11....."

 

Wis alamat telat ini sampai di sana. Harus pasrah srah, nanti aja cari penyelesaian, yang penting sekarang beres dulu urusan di airport termasuk imigrasi dan ngambil bagasi. Setelah menunggu lama, akhirnya tiba giliranku menyerahkan passport ke petugas imigrasi. Aku serahkan juga surat undangan dari sebuah human rights organization yang mengundangku datang ke Amerika.

 

"Bisnis or pleasure?" tanya petugas imigrasi

"Both..........." jawabku.

 

Begitu dia membaca surat undangan yang aku serahkan, langsung passport ku di stempel, tanpa pertanyaan macem-macem. Setelah itu aku langsung meninggalkan bagian imigrasi walaupun mungkin waktu itu aku masih mendengar si petugas ngomong: "next....." untuk orang berikutnya.

 

Mulailah aku berjuang mengambil bagasi. Berat sekali karena banyak dokumen dan buku-buku tentang human rights di koper tersebut. Aku memang baru saja mengikuti human rights course di Den Haag dan Geneva. Dari Belanda, aku menuju Amerika untuk sebuah urusan. Pada waktu itu jamannya Suharto, aku tidak mungkin mengirimkan buku-buku tersebut lewat pos. Bisa-bisa ngga sampai di tanganku atau malah menjadi bermasalah. Konyol kalau harus masuk penjara untuk sesuatu yang seharusnya bisa dihindari. Iya kan?

 

Akhirnya aku harus bawa dokumen-dokumen yang berat itu bersamaku, berharap tidak akan diperiksa di Sukarno Hatta airport. Cuma masalahnya, New York City bukan tempat tujuan akhirku. Aku masih harus mengembara ke tempat-tempat lain. Bisa bayangin kan harus tiap kali angkat bagasi dari satu airport ke airport lainnya.

 

Ketika akhirnya aku sudah bisa memperoleh koperku, aku berusaha untuk mencari arah untuk ke halte bus. Sebelumnya aku dikasih tahu oleh staf LSM yang mengundangku untuk naik bis nomer tertentu dari JFK airport kemudian stop di suatu tempat (kalau ngga salah di depan kantor pengadilan, mbuh wis lali wong wis suwi). Dari situ disuruh meneruskan perjalanan dengan naik taksi ke penginapan.

 

Pada waktu itu hape belum ngetrend. Kalaupun ada telpon, pasti telpon umum. Lha artinya harus punya coin to (atau pake kartu telpon)? Padahal duit yang aku punya adalah lembaran dollar dan guilders (sisa dari perjalanan di Belanda). Jadi aku ngga bisa menghubungi doorman yang jaga flat maupun staff organisasi yang mengundangku.

 

Karena sudah terlalu capek, aku langsung menuju bagian informasi untuk menanyakan dimana letak halte bis sambil aku masih mendorong trolly berisi koperku. Aku masih inget banget, petugasnya seorang black American woman. Dengan wajah dingin tanpa ekspresi, dia menunjukkan arah.

 

Tiba di halte, ternyata bisku baru saja lewat. Berhubung malam hari, frekuensi bis sangat jarang. Akhirnya aku harus menunggu cukup lama. Aku terus terang ngga berani naik taksi, perasaan takut gitu lho kalau naik taksi sendirian. Di tempat asing seperti itu, selagi ada bis, aku lebih memilih naik bis yang sudah pasti jalurnya dan bareng-bareng orang lain.  

 

Akhirnya menunggu, menunggu dan menunggu lagi dalam kedinginan dan kegelapan. Aku pake jaket, tetap saja merasa kedinginan walaupun waktu itu sudah bulan Juni menjelang summer. Memang ada lampu tapi seingatku tidak terlalu terang banget. Kadang-kadang halte bener-bener sepi pi ngga ada seorangpun maupun bis di sana. Aku dulu kok yo berani ya.

 

Akhirnya bisku datang. Seingatku penumpangnya waktu itu tidak terlalu banyak, wong sudah malam. Ternyata perjalanan dari JFK ke kota lumayan jauh. Ngga ngira aku sejauh itu. Atau aku saja yang waktu itu kelelahan, jadi perasan kok ngga nyampe-nyampe. Aku ngga ingat berapa lama, apakah setengah jam atau malah one hour drive. Kalau naik taksi nampaknya akan lumayan mahal. Yang jelas waktu itu ngga macet sama sekali.

 

Tiba di halte pemberhentian, aku turun. Aku termangu lagi dengan 2 koper di kanan kiriku. Satu koper besar dan satu koper kecil yang menemaniku. Ada taksi yang menawariku. Aku langsung naik dan minta diantarkan ke tempat penginapan sambil menunjukkan alamat yang tertulis di sebuah kertas.

 

Waktu itu aku bener-bener gambling untuk datang ke penginapan. Siapa tahu doorman masih disana, walaupun secara logika ngga mungkin karena aku sudah diwanti-wanti untuk datang sebelum jam 11 malam. Tapi ngga tahu kenapa, waktu itu aku tetap meneruskan perjalanan sesuai rencana.  

 

Di sepanjang jalan aku ngobrol dengan sopir taksi. Dia berkulit putih dan aksen Amerikanya sangat kental. Dia nasihati aku supaya berhati-hati. Jangan sekali-kali masuk ke daerah Bronx kalau sudah malam karena daerah tersebut cukup rawan. Dia juga cerita tentang kriminalitas di sana. Lumayan ngeri juga ceritanya walaupun terus terang aku juga sudah lupa ceritanya secara detil.

 

Akhirnya kami tiba di depan penginapan. Sebuah gedung flat yang menjulang tinggi. Sepanjang jalan tersebut memang gedung-gedung tinggi yang rapat berderet satu sama lain. Kalau dilihat penampakannya, flat tersebut bukan flat yang modern, flat sederhana yang menjulang ke atas. Aku waktu itu ngga peduli dengan kondisi flat, yang penting aku bisa tidur dengan aman karena sudah capek luar biasa.

 

Ternyata pintu flat sudah terkunci. Aku ngga bisa masuk sama sekali. Jadi doorman memang sudah meninggalkan flat tersebut. Hanya penghuni flat saja yang bisa akses ke dalam karena mereka memiliki kunci.

 

O MY GOD......aku berada di tengah-tengah kota New York pada jam satu pagi dan tidak bisa memasuki tempat tidur yang seharusnya sudah aku tiduri beberapa jam yang lalu.

 

Bisa dibayangkan jam satu pagi, di tengah kota NEW YORK, yang bagiku adalah kota raksasa yang paling guede sak dunia. Sebuah kota pertama di Amerika yang aku injak tanahnya. Apa yang harus aku lakukan?!?!?! Jam SATU PAGI DI NEW YORK diantara gedung-gedung beton tinggi besar menjulang seperti raksasa!!!

 

Apa yang terjadi kemudian? Jawabannya cuma satu: UNBELIEVABLE. Bagiku sangat AMAZING. Setiap orang yang aku ceritain hampir ngga ada yang percaya. Apalagi kalau aku bercerita ke American citizen, tambah ngga ada yang percaya. Ikutilah kisah selanjutnya.

 

Note: The photo is taken from here.

 

(BERSAMBUNG)

 

  

 

 

 

 

 

 

 

   

   

Proyek Ngasong Dadakan




Cerita ada disini.

Tuesday, 18 May 2010

Kopdar Akbar Eropah (Bagian 3B - Beneran Tamat): Kopdar Balik Modal.

Meneruskan cerita disini. Keesokan harinya sebelum berangkat ke Keukenhof aku siapin bekal. Puyeng lagi ketika melihat jumlah mie yang banyak banget. Akhirnya aku masukkan mie ke dalam 2 buah kotak plastik disposable, yang satu kotak rada gede yang satunya rada kecil. Dalam tiap kotak, aku kepyuri brambang goreng dan seledri serta aku beri glundungan cabe rawit. Itu aja sudah berat euy. Sebetulnya masih sisa banyak, tapi sudah ngga mampu bawanya. Jadi yo wis, sisanya aku simpan di kulkas lagi.   

 

Selain bakmi goreng 2 kotak, bekal lain lagi adalah chiffon cake (yang aku potong-potong supaya gampang makannya. Hampir seloyang karena 2 potong aku tinggalin buat Leo), rempeyek bingung, pizza tuna (mintak tolong Leo beliin di supermarket sehari sebelumnya dan malam sebelumnya sempat aku panggang). Semuanya aku masukkan di sebuah tas plastik. Ngga lupa aku masukkan juga beberapa garpu plastik (aku punya feeling kalau panitia akan bawa piring atau mangkok plastik dan ternyata bener karena mereka ternyata bawa empek-empek, walaupun aku ngga kebagian. he..he..he..).

 

Bisa bayangin kan beratnya. Belum lagi aku bawa backpack isi air minum dan sebagainya. Aku cuma berharap cepet makan siang, jadi cepat habis supaya ngga terlalu berat bawaanku.

 

Aku diantar Leo ke stasiun metro dan kemudian meneruskan perjalanan naik kereta ke Leiden Centraal. Kebetulan janjian sama Yanti naik kereta bareng, jadi kami ketemu di stasiun. Yanti sampai terkagum-kagum melihat bekal yang aku bawa. Niat amat yak, ini mau kopdar apa mau camping, berat banget bawaannya. Dalam hati aku juga mikir, ngapain coba aku bawa pizza segala, kan sudah ada bakmie goreng. Kurang kerjaan, bikin berat aja.

 

Dari Leiden kami masih melanjutkan perjalanan dengan bus. Tiba di Keukenhof, rombongan dari Amsterdam belum datang, jadi kami putar-putar duluan. Gembolan masih berat menemaniku.

 

Sekitar pukul 12, rombongan datang. Begitu ketemu Elly, langsung deh kami bertransaksi. Dapat dari Elly duit 15 Euro. Kemudian berusaha mencari Henny. Aku serahkan chiffon cake pada Henny.

 

Sri: "Maaf ya Hen, aku ngga sempat bikin. Ini kebetulan ada chiffon cake di rumah. Kamu bagi-bagi aja ya dimakan bareng sama teman-teman....."

 

Eh....lha kok Henny ngotot mau bayar. Katanya dia janji sudah pesen, jadi harus bayar. Aku harus menyebut harga. Lha kan ya susah to, wong aku ngga siap dagang kok. Habisnya bahan berapa aja aku ngga tahu. Kami waktu itu yo sempat otot-ototan. Akhirnya aku nyerah.

 

Sri: "Ya sudah Hen, kamu bayar biaya bahan aja sekitar 5 sampai 7 Euro...."    

 

Padahal aku juga cuma njeplak, wong aku ngga ngitung keluar biaya berapa. Henny ngasih aku 8 Euro dan aku harus terima. Aku terima, alhamdulillah.

 

Begitu selesai transaksi, eh lha kok aku didekati oleh Rani dari Itali.

 

Rani: "Jualan apa?"

Sri: "Ngga jualan. Tahu ngga siapa yang kemarin ngga kebagian arem-arem? Ini aku bawain mie goreng karena aku ngga sempat bikin arem-arem......Kalau ngga salah Tyas ya kemarin yang ngga kebagian......Kalau bisa aku mau kasih ke dia sekarang supaya aku ngga berat....."

 

Rani: "Sudah gini aja, aku beli aja. Nanti kalau ketemu dia, kami makan bareng....."

Sri: "Lho wong ini ngga dijual kok.....ambil sajalah nanti makan sama yang lainnya......"

Rani: "Ngga bisa....harus bayar. Sudah keluar tenaga kok......Jadi berapa aku bayar?"

Sri: "Lha wong ngga dijual kok mau bayar......."

Rani: "Ngga bisa, harus bayar....ini ya aku kasih duitnya......"

Dengan cueknya Rani mengambil kotak mie dan menyerahkan 5 Euro. Aku ketawa ngakak.

 

Belum sampai habis tertawa, Lysa dari Swedia mendekati aku.

 

Lysa: "Jualan apa nih? Beli dong......"

Sri: "Ngga jualan. Ini lho, kemarin aku bikin arem-arem gagal....malah jadi mie goreng....."

Lysa: "Masih ada kan? Aku beli aja deh......Berapa?"

 

Kebetulan Lysa melihat kotak yang lebih kecil dari kotak mie gorengnya Rani. Isinya kira-kira separonya.

 

Sri: "Ini ngga dijual kok, wong buat makan rame-rame...."

Rani (kepada Lysa): "Sudah kamu bayar aja 3 Euro....."

Aku ketawa ngakak.....yang menentukan harga malah Rani, bukan bakulnya....ha...ha..ha...

 

Akhirnya Lysa ambil kotak dengan menyerahkan uang 3 Euro. Aku serahkan garpu-garpu plastik.

 

Sri: "Lha ini aku kok malah jadi dibayar, wong niatnya mau dimakan rame-rame....."

Lysa: "Ya harus bayar kan sudah keluar bahan dan tenaga......."

 

Aku ngga bisa nahan tawa. Mau kopdaran kok malah ngasong ki piye. ha..ha..ha..Eh...baru selesai bertransaksi sama Lysa, ada beberapa teman yang mendatangi:

 

"Eh...jualan apa? Jual arem-arem ya?"

Ha...ha...ha...ternyata aku terkenal sebagai bakul arem-arem. Mereka kecewa ketika tahu "jualan"ku sudah habis.

 

Berhubung "barang dagangan" sudah habis, aku masukkan rempeyek bingung dan pizza ke backpack supaya lebih ringkes. Jadi itulah kenapa foto-foto Keukenhof selanjutnya ngga ada tas plastik yang mejeng.

 

Ketika aku cerita sama Yanti, dia juga ngga bisa nahan tawa.

Yanti: "Namanya rejeki, diterima aja mbak.....ha...ha...ha..."

Sri: "Alhamdulillah, rejeki dadakan........Lha tahu gitu, mie goreng yang masih nongkrong di kulkas aku bawa ke sini Yan, buat ngasong di Keukenhof.....ha...ha...ha..."  

 

Ketika ketemu Ari untuk melakukan transaksi rempeyek bingung, aku juga ceritakan proyek ngasong dadakan ini. Ari ngga bisa nahan tawa.

 

Ari: "Wah kalau gitu kopdaran ke Keukenhof balik modal.......ha...ha...ha.......Uang hasil jualan bisa untuk beli tiket masuk Keukenhof....."

 

Malah ngga hanya untuk bayar tiket masuk, bisa untuk naik angkot pp dari rumah ke Keukenhof. ha..ha..ha..

 

Itulah kisah Kopdar balik modal. Kalau orang-orang kopdaran keluar biaya, tapi aku kopdaran malah balik modal. Ngasong dadakan....

 

Ketika tiba di rumah, aku ceritakan pengalamanku ini ke Leo, dia geleng-geleng kepala.

 

Leo (dengan nada acussing): "You sold my food......."

Sri: "ha...ha...ha...tahu gitu mie goreng di kulkas aku jual juga ya....."

Dasar matreeeeeeeekkkkkk....hi...hi...hi... 

 

Catatan: Kenapa aku masang gambar di atas? Karena di tas plastik Lidl itulah berisi "barang dagangan" he..he..he......Kebetulan Yanti kasih foto ini, eh...lha kok tas plastik ikut mejeng ki piye. Makasih ya Yan fotonya.

 

Daripada diprotes mboné Menik lagi (kok crito panganan ngga ada gambar makanannya) maka penampilan mie goreng yang aku bawa kopdar bisa dilihat disini. Pokoké kiro-kiro kayak gitu (disebut kiro-kiro karena ngga sempat motret), cuma mienya lebih alus dan vegetarian ngga pake daging sama sekali. Selain itu juga masih ditambah glundungan cabe rawit yang montok-montok kayak bakulnya. hi...hi...hi...

Oh ya, satu lagi. Akhirnya pizza yang aku bawa malah menjadi makan siangku. Rani yang dari Itali makan mie goreng, sedangkan aku yang bikin mie goreng malah makan pizza. he..he..he..

 

TAMAT - TENANAN SAIKI 

 

 

  

 

 

 

Monday, 17 May 2010

Seri Kopdar Akbar Eropah (Bagian 3A - Hampir Tamat): Chiffon Cake dan Kisah Mie yang Bikin Puyeng

Waktu hari pertama kopdar di Alkmaar, Henny dari kontingen Swedia rasan-rasan kalau blio ini pengin bawa chiffon cake pulang jadi pengin pesen kalau ada yang bisa bikin. Lha Hen, kok yo baru ngomong sekarang. Tahu gitu kan aku bikinin to. Kebetulan aku sehari sebelumnya bikin chiffon cake dan masih utuh. Aku pikir kalau aku ngga sempat bikin. Aku kasih aja buat Henny untuk sekedar icip-icip.

 

Di stasiun Alkmaar, aku keluarkan bekalku yaitu arem-arem mie. Maklum ngga sempat sarapan karena harus berangkat dari rumah jam 06:15 supaya bisa tiba di Amsterdam sebelum jam 9 pagi. Kenapa ngga bawa roti? Males soalnya ngga nendang...maklum perut Jowo. he..he..he..Lha mau bawa setampah nasi tumpeng juga susah to, jadi mendingan bawa arem-arem aja, lebih praktis.

 

Sambil minta maaf karena makan sendiri, aku makan sarapanku daripada semaput kelaparan. Teman-teman ngelihat dan tanya itu apa. Aku bilang arem-arem mie. Isinya tahu, wortel dan kentang, pokoknya vegetarian tapi dibumbu puedes biar terasa. Kebetulan di rumah punya sisa mie wonton yang enak, jadi rasané jan mantep tenan (muji diri sendiri. hi...hi...hi...). Karena males mbungkus pake daun pisang, arem-arem mie aku bungkus dengan aluminium foil sebelum dikukus. Bentuknya kayak lontong yang gede, bukan kecil mungil kayak lemper. he..he..he..Jadi makan sebiji sudah puas.

 

Melihat mata teman-teman yang penasaran, aku keluarkan arem-arem mie satunya lagi. Siapa tahu ada yang pengin nyicipin. Aku pikir satu atau dua orang aja yang pengin. Eh lha kok ternyata arem-arem ini dibagi buat rame-rame. Mungkin secuwil-secuwil kali ya. Malah ada yang ngga kebagian. Aku terus terang nyesel banget, lha tahu gitu tadi yang satu ngga aku makan tapi buat rame-rame. Mana bawa cuma 2 biji lagi. Kalau perkara sarapan aku kan bisa beli sandwich. Tapi ya gimana, arem-arem sudah ada di perutku. Tapi yang jelas kata teman-teman arem-arem mie nya enak dan mereka suka.  

 

Dari pengalaman itu, aku pengin bikin arem-arem lagi supaya keesokan harinya bisa aku bawa ke kopdar di Keukenhof. Kebetulan aku sudah titip Leo untuk beli mie di supermarket. Biasanya kami belanja ke supermarket bareng, tapi berhubung aku ikut kopdar, hari itu Leo ke supermarket sendiri. Cuma sayang, mie yang dijual di supermarket ngga seenak mie kering dari toko Asia. Tapi yo ora opo-opolah.

 

Hari itu aku tiba di rumah jam 9 malam. Capek sekali, tapi tetep pengin bikin arem-arem mie. Kebetulan masih punya tahu enak dari toko Asia. Setelah ngrebus mie, bikin isi, nyampur telur dsb...eh lha kok tiba-tiba aku sakit kepala. Mungkin kecapaian atau mungkin ketularan Leo yang hari itu memang sedang sakit. Akhirnya mie ngga jadi aku bungkus dan kukus, tapi langsung aku masukkan ke wajan, aku goreng. Aku tambah bumbu-bumbu lagi karena mie supermarket ngga sejos mie toko Asia. Setelah mateng, aku masukkan ke kotak plastik gede dan setelah agak dingin aku masukkan ke kulkas.

 

Dalam hati aku bilang, aduh kok banyak banget ya jadinya, berat euy...hiks gimana nanti bawanya. Terus kalau ngga jadi dibawa siapa yang makan segitu banyaknya. Mana Leo sakit, jadi ngga ada korban untuk ngabisin. Kepala makin puyeng. Akhirnya sudahlah, apa kata besok. Yang penting aku mandi, sholat dan tidur serta nguntal Paracetamol supaya besok pagi bisa sembuh dan bisa ikut kopdar acara puncak di Keukenhof. Sebelum tidur aku ingat-ingat supaya besok jangan lupa minta maaf sama Henny karena ngga sempat bikinin chiffon cake pesenannya.

 

Bagaimana kisah mie ini keesokan harinya? Ikutilah cerita selanjutnya (kayak sinetron aja pake bersambung, wong yo cuma crito arem-arem mie yang gagal lho).  

 

Catatan: gambar yang aku pasang adalah pandan chiffon cake yang aku bikin baru-baru ini. Lha timbang ngga ada gambarnya, yo aku pasang ini aja. he..he..he..

 

(Bersambung lageeeee.....)   

 

 

Saturday, 15 May 2010

Seri Kopdar Akbar Eropah (Bagian 2): Kisah Rempeyek Bingung

Masih soal rempeyek lanjutan cerita kopdar sebelumnya.  Pelanggan kadang yo gitu, mencari yang tidak ada. Dulu ketika aku woro-woro di fesbuk siapa yang mau ikutan pesen rempeyek karena ada teman yang pesen (maksudnya sekalian bikin), ngga ada seorangpun yang pesen. Eh giliran aku cuma buat sesuai pesanan, pada nanyain.

 

Hari H-1, aku ditelpon Ari. Kebetulan ada beberapa teman peserta kopdar yang menginap di rumah Ari. Ternyata teman-teman ini pengin makan rempeyek bikinanku lagi. Mereka dulu memang pernah nyicipin rempeyekku waktu kopdar di Stockholm. Katanya kangen. Lha yo ngga ada wong ngga pesen. Maklum bakul rempeyek cuma bikin sesuai pesenan, wong bukan pabrik yang produksi sepanjang tahun. he..he..he..

 

Aku bilang memang ada sisa, se plastik, mbuh berapa gram, mungkin seprapat kilo-an. Tadinya aku pikir, lumayan ada rempeyek sisa buat icip-icip dimakan bareng teman-teman lain di kereta. Tapi teman-teman yang nginep di rumah Ari ini bilang mau seplastik, dua plastik, atau berapa plastik pengin dibeli mau dimakan rame-rame. Akhirnya aku sanggupi bawain untuk mereka. Cuma ketemunya gimana, wong mereka belum jelas mau kemana. Selain itu rumahnya Ari juga jauh dari rumahku. Lha susah to.

 

Keesokan harinya aku ke Amsterdam untuk ikutan kopdar. Aku bawa rempeyek pesenannya Elly dan juga rempeyek sisa. Siapa tahu mereka akan ikut rombongan kopdar lainnya. Aku drop rempeyek pesenan Elly di youth hostel, tempat sebagian besar peserta kopdar menginap. Aku sms Ari nanya apakah rempeyeknya aku drop saja di youth hostel. Ari ngga bisa memutuskan wong dia juga belum tahu tamunya akan kemana. Wah tambah angel iki.

 

Akhirnya aku memutuskan untuk membawa rempeyek ini untuk kopdar mengikuti rombongan besar ke Alkmaar. Aku taruh rempeyek ini di backpack, wong yo masih muat ranselku. Di Alkmaar ngga ketemu mereka. Jadi mereka ngga ke Alkmaar. Dari Alkmaar kami ke Volendam. Rempeyek masih duduk manis di dalam tas punggungku. Sapa tahu ketemu di Volendam....eh kok ya ngga ketemu sampai sore hari kami di sana. Kami balik lagi ke Amsterdam, tetep juga ngga ketemu. Yo wis, akhirnya aku bawa pulang lagi. Aku ngga ikut rombongan lagi yang mau menghabiskan malam menjajahi Amsterdam. Di dalam kereta menuju Amsterdam, aku sms Ari:

 

"Ari, rempeyeknya bingung diajak muter-muter....jadi ya ancur....."

 

Keesokan harinya adalah acara puncak yaitu ke Keukenhof. Aku bawa lagi itu rempeyek soalnya sudah kadung janji. Kalau ngga janji, sudah aku bagi-bagi di kereta kemarin dalam perjalanan Alkmaar-Amsterdam. Sudah gitu aku sudah kena sogok Ari pake kata "ai lop yu.....", dasar ngga tahan rayuan, jadi yo rempeyek tetep diotong-otong ngalor ngidul.

 

Ketika di Keukenhof, Ari nelpon katanya dia dan rombongan baru akan tiba jam 1 siang. Aku bilang:

"Rempeyeké sudah ancur....lha wong bingung kok diajak muter-muter......"

"Lha malah enak to mbak kalau ancur, ngga perlu ngunyah....ha..ha..ha.."

 

Sekitar jam 3 sore barulah terjadi transaksi. Maklum Keukenhof kan guede sekali, jadi ya tidak bisa langsung ketemu. Belum lagi ibu-ibu kalau ketemu pasti klangenan duluan, terus poto-poto-an. Rempeyek tetap setia nongkrong di tas punggungku.  

 

Ketika aku serahkan rempeyek ke Ari, dia nanya.

Ari: "Piro? limo opo enem? (berapa? lima atau enam?)....."

 

Ari nih putri Bali tapi aku kalau ngobrol sama dia malah pake boso Jowo. Lha wong dia bisa coro Jowo kok, jadi malah gayeng kalau ngobrol pake coro Jowo sama dia.  

Sri: "Papat (empat)......."

Ari: "Mosok ming papat.....limo yo....(masak cuma empat (maksudnya empat euro)), lima ya....."

Sri: "Papat waé......"

Ari: "Limo......"

Sri: "Papat, wong yo rodo ketebelan dan rada ancur wong dibawa muter-muter...."

Ari: "Limo....yang satu euro buat upah bawa rempeyek muter-muter......he..he..he.."

 

Lho ini yang jualan siapa, kok malah yang ngotot ngatur yang beli. he..he..he..Akhirnya aku terima uang 5 euro dari Ari. Makasih ya Ar. Rempeyek kemudian dimakan rame-rame, diserbu peserta lainnya. Lha kalau bakul sih ngga ikutan nyerbu, wong wis mblenger rempeyek. Mosok iyo, bakulan ikutan nyerbu.

 

Ari: "Wong yo ngga tebel gitu lho ya. Aku malah suka yang seperti ini. Nanti kalau aku pesen, tebelnya yang seperti ini ya mbak. Enak rempeyeknya.....ngga ancur banget gitu lho ya......"

Sri: "Lha wong itu rempeyek mengandung platokan kloponya Leo kok...."

 

Ari ketawa ngakak ketika aku ceritain Londo mlathok klopo. Yang jelas, rempeyek diserbu peserta sampai licin tandas. Malah ada seorang peserta dari Belgia yang datang kopdar bersama suaminya. Ternyata Londo Belgi satu ini demen banget rempeyek bikinanku ini, sampai remah-remah terakhirpun dia kunyah....he..he..he..

 

Begitulah kisah rempeyek bingung yang dibawa muter-muter dari mulai rumah ke stasiun Rotterdam (dianter oleh Leo), kemudian naik sepur ke Amsterdam Centraal station, dari sana ke youth hostel (pake acara kesasar), kemudian balik ke Amsterdam Centraal station, terus numpak sepur ke Alkmaar. Dari stasiun Alkmaar jalan kehujanan ke cheese market, dari sana balik ke Alkmaar station lagi, terus mbalik lagi ke Amsterdam Centraal. Dari sini naik bis ke Volendam. Jalan kehujanan lagi, diajak ke photo studio dan nyari supenir. Setelah itu naik lagi bis balik ke Amsterdam, ke youth hostel lagi. Setelah ngobrol di youth hostel, pulang lewat Amsterdam Centraal. Di Rotterdam dijemput Leo. 

 

Itu baru hari pertama. Hari kedua diantar Leo ke stasiun metro, terus naik metro ke stasiun Rotterdam, dari sana naik sepur ke Leiden Centraal stasiun. Dari sini naik lagi bis ke Keukenhof. Di kebon tulip ini diajak jalan muter-muter sebelum akhirnya ketemu Ari. 

        

Gambar yang aku pasang adalah tas isi rempeyek yang dibawa ngalor ngidul. Sebelum diprotes lagi sama mbokné Menik, kok ngga ada gambar rempeyeknya, dengan ini bakul memberi pernyataan kalau rempeyeknya sudah kadung laku sebelum dipoto.

 

Eh jadi malah sekarang baru inget. Teman-teman yang nginep di rumah Ari akhirnya kebagian rempeyek apa ngga ya. Lha wong mereka yang tadinya ngebet mau beli. Lha kalau ngga kebagian, yo muhun maap.

 

Cerita masih bersambung dan bagian ketiga nanti yang paling bikin ger-ger-an (ngakak?).

 

(Bersambung lageeeeee).

 

Thursday, 13 May 2010

Kopdar akbar Eropah: Alkmaar dan Volendam....


Sama nonik Londo yang kasih tahu arah cheese market.

Ini kopdar di Alkmaar ngelihat cheese market dan kemudian dilanjutkan poto-poto di Volendam pake baju tradisional Volendam. Baju ini perasaan bikin badan kelihatan tambah melar euy...he..he..he..tapi yang penting asyiiiiikkkkk walaupun kehujanan....

Monday, 10 May 2010

Seri Kopdar Akbar Eropah (Bagian 1): Transaksi Rempeyek di Keukenhof & Londo mlathok klopo

Jadi ceritanya kan gini. Sebelum kopdar ada seorang peserta kopdar kontingen Perancis yang pesen rempeyek sekilo dan aku sanggupi. Blio ini pernah nyicipin rempeyek bikinanku waktu kopdar pertama di Stockholm tahun lalu. Dulu waktu kopdar di Stockholm memang ada peserta dari kontingen Swedia yang pesen rempeyek (ini mau kopdar apa mau ngasong ceritanya. hi...hi...hi....). Kalau dipikir niat amat yak, pesenan sekilo disanggupi. Soalnya mau eksperimen bikin rempeyek pake cetakan. Itung-itung eksperimen ada yang bayarin. he..he..he..


Tapi berhubung hasilnya belum sempurna (menurutku kok rada tebal ya bikin rempeyek pake cetakan, dibandingkan kalau bikin dengan cara tradisional), aku minta maaf sama blio. Pokoknya aku korting deh harganya.


Hari pertama aku drop rempeyek blio ini di youth hostel Amsterdam, tempat menginap para peserta. Karena blio belum check in, aku titipin rempeyek tersebut ke peserta dari Swedia. Kemudian aku ikutan jalan-jalan dengan peserta kopdar lainnya yaitu pagi ke ke Alkmaar dan siang ke Volendam. Blio baru bisa ikut acara yang di Volendam.   


Hari kopdar kedua kami ke Keukenhof. Disini blio mbayar. Maklum hari pertama kami ketemunya ngga bisa intensif, jadi baru hari kedua ini bisa melakukan transaksi bisnis. he..he..he..kayak apa aja, wong yo cuma jualan rempeyek sekilo aja lho, kok istilahnya transaksi bisnis. 


Blio (namanya Elly) nanya: "Berapa mbak jadinya?"

Sri: "Sudah kasih aja 14 Euro, harga korting. Maaf ya rada tebal.....padahal resepnya sama lho...."

Elly: "O ngga papa.....asal masih bisa dipatahin....."

Sri: "O...kalau itu sih bisa, jangan khawatir, renyah kok....."


Eh blionya malah bayar 15 Euro ngga mau dikembalikan. Yo wis namanya juga rejeki. Itung-itung buat transport. Iya ngga? Makasih ya Elly....


Sri: "Ini sebenernya malah pake santen dari kelapa segar lho. Kebetulan ada kelapa segar di pasar, kok harganya murah. Langsung deh aku beli. Kebetulan suamiku kan pinter mlathok batok kelapa. Bahkan kadang dagingnya ngga pecah sama sekali, bener-bener daging kelapanya bulet let, air kelapanya masih utuh di dalam. Aku minta tolong dia mlathokin kelapa, terus dia kupas kulit arinya dan dia parut dengan food processor. Jadi rempeyek yang aku bikin kali ini ya bener-bener pake santen dari kelapa segar, bukan dari santen kaleng....."


Masih terbayang diingatanku, Leo mlathok kelapa, kemudian nyukil daging kelapa dari batoknya karena kali ini daging kelapanya pecah dan masih nempel di batoknya, ngga bisa bulet let seperti biasanya. Kebayang kan susahnya. Lha wong klopo saja ngga bisa tumbuh di tanah Londo, eh...malah nyuruh dia mlathok klopo. 


Sambil mlathok dia ngomong begini:

Leo: "Aku dulu sebelum nikah, ngga pernah kok mlathok klopo, eh...sekarang nikah malah salah satu job description ku mlathok klopo....."

Sri: "Ya itulah konsekuensinya nikah sama perempuan Indonesia, harus mau mlathok klopo....he...he...he..."

Sri (dalam hati): "Padahal mana ada coba suami Indonesia mau mlathok klopo? Lagian ngapain mlathok klopo, wong beli klopo yang sudah plathokan di tukang sayur bisa kok. hi...hi...hi..."


Off the record...ssstttt...jangan bilang siapa-siapa, sebelum bikin rempeyek, aku mintak petunjuk bu lurah bagaimana caranya bikin rempeyek pake cetakan. Bu lurah kemudian memberikan petunjuk dengan saksama. Makasih ya bu lurah. 


Kalau meminjam istilahnya jeng Evia, rempeyek yang aku jual sangat internasional, kloponya dari Suriname (kata pedagang pasar), yang jual klopo orang Maroko, tepung beras dan tapioka serta bumbu-bumbu beli di toko oriental, glepung nya diimport dari Thailand, bawang putihnya produksi Spanyol, garamnya produk Belanda, kacangnya impor embuh dari mana, minyaknya beli dari supermarket Lidl (supermarketnya Jerman), yang kasih petunjuk dari Indonesia, yang bikin orang Indonesia, dibikin di Belanda, rempeyeknya dititipin sementara ke kontingen Swedia kemudian diekspor ke Prancis. hua...ha...ha...kurang internasional apa coba????   

 

Kembali ke Elly lagi.   

Elly: "Wah jadi penasaran nih.....jadi pengin nyicipin rempeyek pake santen segar....."

Sri: "Lha wong ini sebenernya eksperimen kok, Elly. Jadi aku yang eksperimen, tapi Elly yang bayarin eksperimenku.....ha...ha...ha..."

Elly: "Wah tahu gitu ngga aku bayar.....mana uangnya kembaliin....ha...ha...ha..."

Sri: "O...ya sudah telat....wong duit sudah di tanganku.....ha...ha...ha..."


Gambar yang aku pasang adalah potoku waktu kopdar di Keukenhof. Bakul rempeyek bawa payung pinjaman dari teman (kebetulan ada teman bawa payung ungu, jadi penginnya nampang pake payung ungu diantara tulip ungu. Tapi kok payungnya jadi berwarna biru ya ketika disotret...eh dipotret. Arep kemayu wae kok yo angel (mau genit aja kok yo susah). he..he..he..).  


(Bersambung) 

 

 

Kopdar akbar Eropah: Keukenhof-2010


Cantik kan bunganya....

Ini foto-foto kopdar akbar Eropah yang tahun ini diselenggarakan di Belanda. Acara puncak diselenggarakan di kebon tulip Keukenhof. Yang jelas kalau emak-emak ketemu, pasti seru, heboh sureboh, ketika dipoto ngga pernah mati gaya en sadar kamera.

Ini ajang ketemu teman-teman Indonesia yang tinggal dari berbagai negara di Eropah. Tahun ini pesertanya dari Swedia, Jerman, Italia, Spanyol, Perancis, Belanda, dan Belgia (malah ada 1 peserta dari Amrik).

Peserta dari luar Belanda pada umumnya menginap di youth hostel di Amsterdam. Emak-emak nginepnya di youth hostel. he..he...he...Lha piye, wong hotel di Amsterdam muahalnya luar biasa jé, jadi ya cari penginapan yang murah meriah. Tapi pengalamanku malah seru lho. Dulu waktu kopdar di Stockholm, kami menginap di youth hostel juga. Sekamar bisa ber 10, kayak pindang. he..he..he..tapi yang penting kan seru bisa kopdar, wong ya cuma 3 malam doang.

Yang jelas kopdar ini diharapkan untuk saling bersilaturahmi, kangen-kangenan dengan teman lama, berkenalan dengan teman baru, mempererat persahabatan. Pokoknya memperluas jaringan, ngga pake bumbu konflik. he..he..he..maklum orang Indonesia di rantau kadang juga ada kok yang konflik.

Terimakasih kepada panitia yang sudah bekerja keras mensukseskan acara ini.

Sunday, 2 May 2010

Masih belum bisa posting ke bagian BLOG. Error mulu...hiks.....

Horeeee...dapat kado kecepetan.....langsung deh "diperbudak"


Jamur tiram digoreng...lumayan enak digoreng pake actifry...

Posting di bagian foto karena aku ngga bisa posting di bagian "BLOG". Mbuh ngga tahu kenapa. Sudah bolak-balik dicoba, error mulu.


Aku pernah menulis tentang keinginanku dapat actifry. Ocehan sebelumnya bisa dilihat disini:
disini.



Waktu itu Leo janji akan memberikan kado ini untuk ultahku. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk memberikan kado ini sebelum hari H.



Kado ini diberikan kecepetan, gara-gara pengalaman dia nggoreng brambang memakan waktu berjam-jam. Waktu itu aku belikan dia brambang 12 kilo. Ternyata untuk menggoreng saja butuh waktu 6 jam. Belum termasuk mengupas dan membersihkan dapur. Rasanya ruangan semuanya berminyak. Maklum rumah kami kan dapur tidak terpisah dari ruang tamu dan ruang makan. Jadi walaupun minyak tidak tumpah, tetep saja bekas minyak menempel dimana-mana, di dinding, lukisan dll. Maklum kami ngga punya alat penyedot asap untuk kompor.



Akhirnya dia memutuskan untuk beli alat dapur ini. Tanpa ba bi bu dia langsung pesen online. Ketika sudah pesen, dia bilang kalau actifry akan tiba 3 hari hari lagi. Aku tanya:


"Lha terus kamu pesen tipe yang mana?"

"Lho emang ada berapa tipe?"



Lho iki piye to. Wong pesen kok ya ngga nanya dulu ke aku. Dia baru tahu kalau ada 2 tipe yaitu yang untuk kapasitas 1 kg dan 1,5 kg. Dia ternyata pesen yang untuk kapasitas 1 kg. Cukuplah untuk kami yang cuma 2 orang.



Akhirnya tiap hari deg-degan menanti tukang pos nganterin actifry. Begitu dapet, sueneng banget. Makasih, Leo. Dikau memang baeeeeeekkkkk. Pokoknya aku padamuuuuuuu.......



Mulai deh memperbudak alat ini, langsung uji coba. Karena alatnya rada gede, ngga disimpen di lemari (wong yo lemari sudah penuh loyang. hi..hi..hi..). Kami taruh di meja sehingga kapanpun bisa digunakan.


Nyoba nggoreng frozen vegetarian loempia, tapi hasilnya gosong karena kelamaan. he..he..he..



Yang jelas untuk nggoreng tahu hasilnya bagus, cuma ngga sempat difoto karena sudah keburu di-emplok.



Alat ini memang irit minyak, cuma butuh 1/2 sd 1 sendok makan minyak. Kami memperkirakan alat ini bisa untuk menggoreng brambang. Lha kalau untuk nggoreng lumpia aja bisa renyah, berarti nggoreng brambang pasti ya bisa.



Bagaimana rasa hasil gorengan dengan actifry? Secara jujur lidah kami mengatakan bahwa hasil gorengan dengan minyak banyak atau deep fry, hasilnya lebih enak. Tapi untuk kesehatan, alat ini sangat membantu buat mereka yang sedang diet tapi tetap pengin makan gorengan. Lama-lama lidah kami juga terbiasa kok.

Heran hari ini kok ngga bisa posting di bagian Blog ya....ada apa gerangan dengan MP ku? Padahal lagi mood untuk ngoceh nih.....