Menyambung cerita disini. Dalam keadaan capek, aku harus putar otak apa yang harus kulakukan. Cari hotel di sekitar situ? Waktu itu herannya aku kok ya ngga panik ya walaupun juga rada sutris karena harus mencari penyelesaian. Sudah capek, loyo, ngantuk, di tempat asing, ngga tahu arah tapi masih harus mikir. Tapi herannya aku juga ngga nangis sama sekali.
Ketika sedang termenung-menung memutar otak, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dari arah belakangku. Dia aku taksir paling pol usianya 30 tahun, kayaknya sih ngga beda jauh dengan usiaku waktu itu. Mungkin dia baru saja pulang dari cafe. Kabarnya kan New York kota yang ngga pernah tidur. Dia tanya:
"Kamu mencari siapa?"
"Aku cari doorman gedung ini, tapi nampaknya dia sudah pergi"
Dia melirik jamnya.
"O..dia sudah pulang, sekarang sudah lebih dari jam 1. Dia biasanya pulang jam 11...."
Dalam hati, lha rak tenan to sudah pulang. Aku tanya dia:
"Kamu tinggal di sini ya, kok tahu kalau doorman biasanya pulang jam 11....."
"Iya, aku tinggal di lantai atas....."
Dia tanya aku lagi:
"Kamu dari mana asalnya?"
"Aku dari Indonesia"
"Sebetulnya kamu mau kemana?"
"Aku seharusnya beberapa jam yang lalu harus sudah berada di dalam gedung ini, tapi aku ngga bisa masuk karena datang terlambat. Aku dikasih tahu oleh pengelola flat ini untuk minta kunci dari doorman dan sekarang dia sudah tidak ada di tempat...."
"Kamu baru dari airport?" sambil melihat koper-koper di sampingku.
"Iya, tadi pesawat yang aku tumpangi dari Amsterdam terlambat. Akibatnya aku terlambat tiba di flat ini....."
"Terus sekarang kamu mau kemana?"
"Terus terang aku juga masih belum tahu apa yang harus aku lakukan...."
Ada jeda beberapa saat. Otakku waktu itu berpikir untuk cari taksi dan hotel. Aduh sudah lebih dari jam 1 pagi, masih juga belum dapat tempat menginap.
Dia berkata lagi:
"Kalau kamu mau, kamu bisa tinggal malam ini di tempatku......Besok pagi aku antar kamu ke doorman untuk mengambil kunci......."
Aku ternganga mendengar tawarannya. Seseorang yang baru beberapa menit aku kenal menawarkan tempat untuk menginap. Dan aku memperoleh tawaran ini di sebuah kota besar yang judulnya: NEW YORK!!!!! New York lho saudara-saudara, bukan Ngaglik atau ngGenuk sana. Kalau yang nawarin nginep adalah warga desa mBringin-Solotigo kemringet (soale dari Solotigo harus ngepit sampai keringatnya dredesan), mungkin masih bisa dimengerti. Lha ini bayangkan saja, seorang New Yorker yang tinggal di kota metropolitan (yang kabarnya individualis) kok menawari tempat menginap di flatnya kepada orang asing yang baru saja dikenalnya. Lha wong kalau peristiwa ini terjadi di Jakarta saja belum tentu orang mau mengulurkan tangan untuk membantu.
"Are you serious?"
"Yes, off course....but it's up to you......"
Aku lihat penampilannya sopan. Bajunya juga kelihatan cukup bersih dan rapi. Bukan tampang pemabok ataupun drugs user. Aku lihat dia orang baik dan kelihatan tawarannya juga betul-betul tulus.
"Do you live with your wife?"
"Yes....."
Aku waktu itu berpikir, kalau bisa memilih rasanya kok lebih nyaman menginap di rumah pasangan yang sudah menikah daripada di tempat seorang laki-laki single. Kok ya ngga kepikir ya waktu itu, ngapain dia pergi malem-malem sendirian kalau dia sudah menikah. Kan mendingan di rumah sama istrinya. Tapi waktu itu aku betul-betul sudah terlalu capek dan ngantuk, dan sudah tidak mampu lagi untuk berpikir lebih lanjut. Akhirnya aku terima tawarannya.
Dia membukakan pintu dan membantuku untuk membawa koper ke flatnya. Kebetulan flatnya terletak di atas, jadi kami menggunakan lift.
Begitu tiba di rumahnya, dia menunjukkan kamar kosong untukku. Memberiku handuk bersih, memberi tahu dimana letak kamar mandi dan wc. Kami kemudian mengenalkan nama kami masing-masing. Lha wong belum tahu nama kok sudah mau nginep. Kalau ngga salah namanya Michael.
Aku tanya:
"Where is your wife? Is she sleeping?"
"She is out of town....."
O MY GOD......ternyata dia seorang suami yang sedang home alone, pantesan malem-malem kluyuran. Lha tadi di bawah, dia kok yo ngga ngomong kalau istrinya pergi ke luar kota. Lha tapi yo salahnya sendiri tadi kok ngga nanya. Kan tadi nanyanya 'do you live with your wife' Kalau dia jawab 'yes' yo bener karena pertanyaannya kan bukan 'is your wife at home'.
Tapi aku sudah terlalu capek untuk berpikir lebih lanjut. Yang penting mandi dan cepat tidur. Sebelum masuk kamar tidur, aku sempat bertemu dia di gang dan memberikan salam: good night. Setelah itu aku naik ke tempat tidurku dan langsung aku ngorok dalam sekejap karena saking capek dan ngantuknya. Aku waktu itu merasa lega dan bersyukur tinggal di tempat yang aman.
Keesokan harinya, aku bangun dan segera mandi karena pengin cepat dianter ke doorman. Sambil menunggu tuan rumah bangun, aku mengamati rumah tersebut. Perabotannya sederhana, tidak terlalu istimewa. Kalau ngga salah ada juga foto dia dan istrinya terpajang di meja. Di salah satu tembok di sebuah ruangan, terpampang sebuah pigura yang memajang ijazah tuan rumah. Lha aku nih kok malah ngga pernah bikin pigura untuk ijazahku yo, apalagi kok masang di tembok.
Ternyata Michael lulusan PhD atau doktor dari fakultas hukum (pokoké law schoolnya) Columbia University. Kalau melihat umurnya, apalagi dia harus menyelesaikan dulu post graduate nya, mungkin dia seorang lawyer yang baru memulai karir.
Ketika tuan rumah bangun, kami ngobrol sebentar. Dia bercerita kalau dia seorang New Yorker sejati bahkan lahir di New York. Dia tanya aku:
"Tujuanmu ke New York ini sebenarnya mau apa?"
"Aku sebenernya mau ketemu LSM HAM di New York"
Aku sebutkan nama salah satu LSM yang akan aku kunjungi, yaitu sebuah LSM yang menyediakan bantuan hukum kepada para kaum marjinal atau mereka yang lemah.
Kata Michael:
"Aku salah satu volunteer LSM tersebut.....Paling ngga seminggu sekali aku membantu mereka untuk menangani kasus"
Walah....lha kok ternyata lingkaranku kok yo itu-itu juga ya, kenalan baru saja kok ngga jauh-jauh dunianya.....apa memang dunia itu sempit? baru aja aku selesai kursus HAM di Belanda, eh.....lha kok penolongku di NYC juga seorang aktivis HAM.....Seingatku dia bercerita bahwa dia juga bekerja di sebuah law office komersial tapi dia juga menyempatkan waktu untuk bekerja sebagai volunteer di sebuah LSM.
Michael kemudian mengantarku ke bawah menemui doorman dengan kedua koperku yang berat.
"Aku semalam menunggu kamu sampai dengan jam 12 malam, tapi kamu ngga datang. Aku pikir kamu batal, jadi aku pulang...."
Aku minta maaf pada doorman. Aku jelaskan kalau pesawatku terlambat berjam-jam, jadi aku terlambat tiba di tempat penginapan. Michael memberi tahu kalau aku semalam menginap di tempatnya. Kemudian doorman memberiku kunci dan mereka berdua mengantarkan aku ke kamarku. Aku mengucapkan terimakasih kepada mereka berdua.
Aku waktu itu merasa bersyukur bertemu Michael. Mbok ya orang mau bilang apa terserah, aku justru merasa Tuhan menolongku dengan mengirim dia. Buatku pengalaman ini sangat amazing.
Ketika aku cerita tentang pengalamanku ini kepada kenalan-kenalanku orang Amerika, mereka selalu tanya:
"A New Yorker?"
"Yes, he is a New Yorker"
"Are you sure he is a New Yorker?"
"I am sure he is a New Yorker. He told me that he was even born in New York"
Mereka terkagum-kagum karena banyak banget New Yorkers yang ngga peduli dengan masalah orang lain. Lha ini kok spesial banget.
Aku tidak pernah menghubungi Michael lagi setelah itu. Eh pernah ding, nelpon dia sekali sebelum aku meninggalkan New York. Kebetulan dia ngga di rumah, jadi aku cuma meninggalkan pesan di answering machine. Aku mengucapkan terimakasih atas pertolongannya. Itu saja, aku tidak mengirim kartu atau apapun kepadanya. Lha aku nanti kirim kartu malah ketahuan istrinya kalau dia memasukkan perempuan ke flatnya pada waktu istrinya tidak ada di rumah. Serba salah to. Akhirnya yo wis ngga ngirim kartu, ngga nelpon, dan ngga kontak lagi. Titik.
Itu pengalamanku di New York. Aku melihat bahwa di sebuah kawasan metropolis seperti itupun, masih ditemui seorang humanis, seorang yang mau mengulurkan tangannya ketika aku dalam kesulitan.
Bagaimana petualanganku selanjutnya di New York? Nek ora males, aku nulis lagi. Kalau males, yo wis mungkin nunggu 2 tahun lagi baru nerusin. hi..hi...hi...
Catatan: Gambar yang aku pasang adalah foto salah satu gedung di Columbia University. The photo is taken from here. Kebetulan flat yang aku tempati tersebut letaknya dekat Columbia University.
Informasi puenting yang perlu dicatat: Eh...tapi terus terang, si Michael itu cakep lho. Tenan iki. he..he...he...baru ngaku setelah cerita panjang lebar. Kalau bintang film, paling ngga setaraf Tom Cruise atau Brad Pitt atau you name it lah. he..he..he...Aku dulu menerima tawarannya jangan-jangan karena dia cakep yo. hi..hi..hi...wis ah....
Ngakak aku baca buntut cerita nya :o
ReplyDeleteha ha penutup ceritanya keren :)
ReplyDeleteSeringkali Tuhan memakai manusia sebagai malaikatnya untuk menolong orang lain Sri. Sebagai orang beriman, aku percaya sekali dengan karya Tuhan yang tak terduga.
ReplyDeleteojo males neruske... ntar tak kirim vitamin nomor 3 dari yang kujanjikan itu.. hehehe...
Ini salah satu keajaibannya Sri, coba nek si Michael rupane serem.. lah kowe kan yo malah wedi dan ora gelem diajak nginep toh?
ReplyDeleteAyo disambung jilid 3! Tak tunggu lho! Apik critane!
ReplyDeleteha..ha.ha..kok si Michael nggak takut digangguin yah...:))
ReplyDeletewaaaah.. rejeki dobel2 namanya itu mbak... ditawarin tempat nginep, plus yang nawarinnya cakep... huahahaha
ReplyDeleteHahaha iya kali mbak...coba ada potonya seperti biasa :-p
ReplyDeletePembaca kecewa huuuu ayo mbak ditunggu...ditunggu
ReplyDeletesebetulnya di NYC itu orang2 yg educated malah sangat humanis... kalo subway penuh, orang2 berjas rapih perlente selalu nawarin wanita/org tua tempat duduk... itu di Manhattan mbak, kalo di borough lain macem Queens yg kebanyakan pendatang malah nyebelin tenan apalagi kalo naik kereta no 7, dulu aku hamil gede dalem gerbong penuh tapi ga ada yg nawarin aku tempat duduk... podo pura2 tidur.
ReplyDeletemakanya aku di NY malah belajar ilmu padi, orang2 yg titelnya Phd kok malah podo humble, humanis, klambine yo biasa2 ae... yo podo2 numpak subway :)
Tapi tenan jé.....ngguantheng tenan.....he...he...he...ngga rugi dah nginep di rumah dia. hi...hi...hi...
ReplyDeleteHa...ha...ha...lha wong rejeki kok ditolak ya......lumayan buat nyuci mata yang sudah super nguantuk....he..he..he..
ReplyDeleteIyo yo...kadang malah Tuhan mengirimkan penolong secara tak terduga.....lha kalau dipikir, sudah capek, ngantuk, loyo, dingin, ora ngerti lor kidul....eh lha kok datang dewa penolong.....
ReplyDeleteSip...sip....dijanjiin vitamin ke tiga......
Lha tapi yo jan nggantheng tenan jé.....rak yo rugi yo nek ora melu nyawang. ha...ha..ha...
ReplyDeleteTapi bener juga ya, kalau tampangnya serem, mana mau aku terima tawarannya. Dia itu kelihatan tulus ngga dibuat-buat membuat aku percaya......
Terimakasih mbak...semoga mood ku nulis tidak mati ya mbak...
ReplyDeleteLha wong aku sudah cuapek, pesawat delayed, dari pesawat ke imigrasi jauh banget, eh sudah gitu harus ngantri di imigrasi lama, belum lagi ketinggalan bis, nunggu di halte bis lama, kedinginan, eh...ketutupan pintu flat. Jadi yo ngga kepikiran gangguin si Michael. Tapi kalau sekedar nyawang wajahnya yang cakep mosok dilewati. hi...hi...hi....
ReplyDeleteAlhamdulillah......dapat rejeki dobel-dobel.....
ReplyDeleteLha wong wis di depan mata jé, mosok dilewatkan begitu saja. Lha wong yo wis di depan mata, mosok yo ngga dilihat. Lumayan buat tombo obat ngantuk...he..he..he..
Ngga punya fotonya...lha boro-boro sempat moto, lha wong yo waktu itu sudah rada sutris terkunci dari luar, ngga dapet tempat penginapan....
ReplyDeleteSemoga mood malesku ngga kumat lagi ya.....
ReplyDeleteini emak-e Alex kog malah di sini..masake piye? wis rampung mak?
ReplyDeleteLha iki malah dibonusi ngguantheng juga jé selain educated en humanis.....he..he..he...rejeki yo berarti. hi...hi...hi...
ReplyDeleteHari-hari selanjutnya ketemu orang-orang yang nyuebelin. Pengin tak keplak tenan kok, kalau perlu aku lempar pake klompen. Kalau seandainya aku waktu itu ngga ketemu Michael dan orang-orang yang baik lainnya, aku punya kesan buruk terhadap New York. Mengko tak critani nek aku ora males nulis.
hahaha... konangan ya? belum... tadi barusan maesong,capek tapi skrg ini udah masak lagi...
ReplyDeleteLha iki simboké Alex mbengi-mbengi kok pamer aku panganan Semarang, gimbal urang, babat gongso dsb. Lha gimana ngga bikin laper, wong cuma pamer thok, babat gongsonya ngga nyampe sini. Padahal aku harus nulis tentang Michael.....
ReplyDeleteAduh kuwi rasané babat gongso piyé? nganti ngeces aku. Lha nang kéné, aku kan ngga makan seperti itu. Leo ora doyan bangsané jerohan.....
ReplyDeletelho impas tho... aku pamer tahu gimbal & babat gongso, mbak Sri pamer Michael.... hahahhaa :))
ReplyDeletebabat gongso baru mau digongso besok pagi, udah dibrubusi babatnya... tinggal ngesreng... nekad ki,durung tau masak babat gongso padahal, tapi berbekal resep dari bu lurah mantap aja ya? ;)
ReplyDeleteha...ha...ha....
ReplyDeleteNek kuwi mesti mantepé, resepé bu lurah memang biasané jos....selamat masak yo....sukses.....
ReplyDelete*komat kamit* ben bakul peyek rajin berbagi crito
ReplyDeleteAmin...amin....
ReplyDeleteBakul peyek gek nunggu hari pasar, kudu kulakan kacang mergo ono pesenan. hi...hi...hi...
untung ya ketemu orang baik. *lega*
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteKok dulu aku yo percaya sama dia ya. Padahal kalau dipikir, banyak orang berpakaian rapi tapi tidak selalu hatinya baik. Apa waktu itu feeling juga yo....
Kamu emang gagah perkasa juga ya mbak, kagak takut malam2x naek taksi di NYC terus ketemu org gak dikenal yang kebetulan baek pula mau menolong, eh ganteng pula.... rejeki mu mbak, dan kamu bener-bener guarded by an angel :)
ReplyDeleteMakasih, Re.....alhamdulillah waktu itu aku bisa melewatinya. Tuhan menolong tanpa diduga.
ReplyDeleteAku sendiri kalau mikir sekarang yo heran kok Re, dulu kok yo bisa ya. Kalau dipikir itu kan perjalanan pertamaku ke Amerika dan ngga ngerti arah sama seklai (malah sebetulnya juga perjalanan pertamaku ke Eropa juga). Tapi mungkin karena masih muda ya, jadi jiwa petualangan masih membara. Kebetulan waktu itu aku masih single, jadi malah justru dipaksa keadaan untuk mandiri setiap saat, terbiasa memecahkan sesuatu sendirian.
fotonya manaaaaaa?
ReplyDeletelaporannya manaaaaaaa?
*curi curi waktu buat ngempih*
Begitulah mbak, orang baik seperti njenengan dikelilingi orang2 baik juga dan mudah mendapatkan pertolongan.
ReplyDeleteSatu lagi orang yang membuktikan bahwa NYC bukan kota megapolitan biasa tetapi kota megapolitan yang ramah terhadap sesama. Sik eling kan mbak, gimana aku begitu saja menitipkan pisau lipat tanpa bukti secarik kertaspun. Tapi kok yo ndilalah aku percaya tenan.
Tak enteni lanjutane nggih
lha iki lurahe NYC angkat bicara. Pantesan betah neng kono :)
ReplyDeleteAku yo nunggu fotoné kok.....lha wong nunggu matengané rak yo ora mungkin to?
ReplyDeleteAlhamdulillah.....kita ketemu orang-orang yang baik dan bisa dipercaya.....
ReplyDeleteBerdasarkan pengalamanku, New York memiliki dua sisi yang kontras. Hari-hari selanjutnya tidak selalu bertemu dengan orang yang ramah. Mentolo tak sawat karo klompen, lha untung aku ngga bawa klompen dari Belanda. Atau kalau saja waktu itu aku dipinjemi cobek dari Duluth, wis tak lempar pake cobek. he..he..he..tapi yang jelas, dimanapun kita bisa belajar.....
Semoga ora males, dadi iso nulis. Soale ono sing pesen rempeyek durung tak gawekké.....lha piye wong arep tuku kacang nunggu hari pasar. Lha wong kacang sing didol nang kampungku kene ki ora apik. Wis larang, ora apik. Mendingan yang dijual di pasar, jauh lebih bagus dan regane luwih murah. Untung pelangganku baek, mau nunggu ngga terburu-buru harus makan pecel pake rempeyek...
Lho ora ming dadi lurah kok, malah sedhelok maneh diangkat dadi bupati. he..he..he..
ReplyDeleteSelalu ada jalan buat orang baik Mbak :)
ReplyDeleteBener-bener orang baik sangat langka yach di New York.
Alhamdulillah......amin....
ReplyDeleteDimanapun kita akan menemui orang baik dan orang buruk ya......di Jakarta, di New York, di Rotterdam dan tempat-tempat lainnya....