Saturday, 30 June 2007

Cake Jerman.........

Kemarin ketika aku sedang membaca resep-resep cake yang diberi oleh teman-teman (terimakasih ya teman-teman, aku rencananya pengin coba tuh satu-per satu, wish me luck ya. Doain juga ya semoga aku nggak males dan tetap semangat untuk mencoba dan tidak cepat menyerah ya.....), kebetulan mbak Agnes kontak aku lewat skype.

Akhirnya kami ngobrol tentang resep. Mbak Agnes memberikan aku 3 resep dari buku resep yang dia punyai. Aku lupa tanya nama cake ini. Anggap saja cake Jerman ya, soalnya kan resepnya pake boso Jerman.

Akhirnya semalam aku coba 1 resep yang kayaknya gampang (maklum aku kan nggak bisa bikin cake sulit). Resepnya pake ukuran sendok. Ini nih resepnya (aku bikin 3 resep karena kalau 1 resep, aku takut terlalu tipis untuk loyangku walaupun sebetulnya loyangku nggak terlalu gede juga):

Bahan:

1 butir telur

2 sdm gula

2 sdm margarin (aku pake metega karena di rumah adanya itu)

4 sdm terigu (aku pake zelfreizen bakmeel)

1 1/2 - 2 sdm coklat bubuk

baking powder (aku nggak pake karena sudah pake zelfreizen bakmeel) 

Cara:

1. Campur terigu, baking powder dan coklat bubuk. Setelah itu aku langsung ayak 2 kali (maksudnya sih biar alus. Ini sesuai petunjuk mbak Agnes, kalau perlu tepung diayak 2 kali supaya halus).

2. Kocok jadi satu: telur, mentega dan gula. Aku kocok campuran ini selama 10 menit.

3. Masukkan campuran terigu (no. 1 di atas) dan aduk

4. Panggang 25 menit dengan suhu 200 derajat C. Aku pake suhu 180 derajat selama 25 menit. Pake suhu segini juga sudah mateng kok.

Hasilnya:

1. Adonan sangat kental, dan cukup berat ngaduknya. Apakah kebanyakan terigu dan bubuk coklat? Mungkin aku mengukur terigu dan bubuk coklatnya terlalu munjung. Maklum, terlalu semangat pengin bikin cake. hi...hi...hi...

2. Yang jelas nggak ambleg walaupun nggak terlalu mengembang.

3. Permukaan nggak bisa alus karena adonan terlalu kental

4. Rasa sih enak walaupun padat. Di luar kelihatan keras tapi dalamnya lumayan empuk, dan yang jelas nggak seret. Maklum, menteganya kan cukup banyak. Kalau mau empuk lagi, tinggal masukkin microwave setiap kali mau makan.

5. Terus terang, cake ini mengingatkanku pada roti-roti Jerman yang padat.

6. Kalau aku rasa-rasain, rasanya kayak brownies.

7. Aku amati resep-resep cake Jerman biasanya irit telur tapi royal mentega. Betul ya?

Teman-teman, aku mau aku tanya nih, sebelumnya terimakasih ya:

1. Apakah telur harus dalam suhu ruangan? Aku kemarin enggak. Aku langsung kocok begitu keluar dari kulkas.

2. Apakah mentega atau margarin harus dalam suhu ruangan sebelum dikocok? Aku kemarin enggak.

Thanks ya mbak Agnes. Lain kali kalau bikin lagi, aku tahu kesalahanku.

Bulan depan ganti resep lagi.....satu resep per bulan cukuplah....soalnya badan sudah makin melar saja.....minggu depan harus makin rajin ke sport centre!!!!

 

 

Friday, 29 June 2007

Aku prihatin.......daftar hitam lagi.....

Gimana aku nggak prihatin, wong ya nggak ada to pesawat dari Indonesia yang terbang ke Eropa (apa malah ada?). E....lha kok malah dimasukkan dalam black list-nya EU.

 

Berita ini aku ketahui ketika Leo membaca berita dari situs planet disini dan disini.  Intinya adalah terhitung sejak minggu depan, tidak ada sebuahpun pesawat dari Indonesia yang boleh terbang di negara-negara EU. Jadi artinya kan pesawat-pesawat kita masuk dalam daftar hitamnya EU karena dianggap tidak laik terbang, diragukan faktor keselamatannya.

 

Lha padahal Garuda pun sudah nggak terbang ke negara-negara Uni Eropa sejak beberapa tahun yang lalu to? Bahkan aku lihat di situsnya, Garuda sudah nggak terbang ke Amerika, terbangnya yang dekat-dekat saja. Paling jauh kayaknya cuma ke Tokyo ya? Lha kok sekarang malah di-black list. Padahal di-black list atau nggak di-black list kan nggak ngaruh ya, wong nggak terbang ke sini?

 

Aku jadi mikir, kapan ya kita punya pesawat yang aman dan tidak memperpanjang daftar hitamnya EU di sini.

 

Catatan: gambar yang aku pasang adalah miniatur Garuda di Madurodam-Den Haag. Sampai dengan tahun 2004 kan Garuda masih mendarat tuh di Schiphol, walaupun sekarang sudah nggak mendarat lagi, tetap saja Madurodam nggak memindahkan pesawat Garuda dari sana......

 

Bagi yang pengin tahu beritanya, aku copy paste kan dan bisa dibaca di bawah ini:

 

EU weert alle vliegtuigen uit Indonesië

Gepubliceerd op donderdag 28 juni 2007

 

Geen enkele Indonesische luchtvaartmaatschappij mag nog naar de Europese Unie vliegen. De EU verbiedt dat met ingang van volgende week.

 

De Europese Commissie heeft donderdag de nieuwe zwarte lijst voor luchtvaartmaatschappijen openbaar gemaakt.

 

De Angolese maatschappij TAAG en een maatschappij uit Oekraïne zijn ook niet meer welkom in de EU-landen. Een aantal maatschappijen uit Rusland, Bulgarije en Moldavië staan niet op de zwarte lijst, maar zijn wel onderhevig aan bepaalde beperkingen.

 

De EU houdt een zwarte lijst bij om de veiligheid van luchtvaartverkeer binnen de Unie te waarborgen, maar ook om Europese burgers te informeren over de veiligheid van vluchten buiten Europa. De lijst is tevens een stok achter de deur om vliegmaatschappijen veilig te houden

 

Catatan dariku: Ayo sekarang milih mana, naik KLM yang nggak kreatif babar pisan dalam hal catering (cuma disuguhi bakmi goreng melulu, sampai kriting tubuhku) tapi slamet, atau naik pesawat yang diragukan keselamatannya?

 

Thursday, 28 June 2007

Melihat rumah gadang....


Di jembatan gantung menuju ke rumah gadang

Di Padang Panjang, kami dibawa oleh guide kami ke Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Kami di-drop oleh pak Jun (sopir yang membawa kami) di suatu tempat, kemudian kami berjalan ke pusat kebudayaan tersebut sambil menikmati pemandangan yang indah dan segar.

Pusat kebudayaan yang kami temui berbentuk rumah gadang. Ibu petugas (lupa aku nggak tanya nama blio) memberi informasi tentang adat istiadat Minang termasuk fungsi rumah gadang. Dari keterangan yang aku peroleh, ternyata rumah gadang ini sama seperti balai atau rumah panjang dalam adat Dayak dimana satu rumah dihuni oleh lebih dari satu keluarga inti (sedikit banyak aku mempelajari budaya Dayak, jadi bisa melihat perbedaan dan persamaannya). Dalam rumah gadang terdapat beberapa kamar dan satu kamar dihuni oleh sebuah keluarga inti. Biasanya dalam kamar tersebut dihuni oleh ayah, ibu dan anak balita. Anak laki-laki yang sudah berumur 10 tahun atau lebih harus keluar dari rumah dan tidur di surau untuk belajar agama dan pencak silat. Anak gadis yang sudah beranjak remaja akan berkumpul menjadi satu untuk belajar menjahit dsb. Semoga apa yang aku tangkap tidak salah.

Di depan rumah gadang ada beberapa lumbung, ada yang berkaki 4, 6 dan 9. Terus terang aku lupa kegunaan tiap lumbung ini berdasarkan kakinya. Yang jelas ada lumbung yang padinya digunakan untuk kepentingan sehari-hari, ada yang digunakan untuk menghadapi masa paceklik, dan ada yang digunakan untuk kepentingan komunitas.

Sekarang orang pada umumnya tinggal di rumah biasa, bukan berkumpul di rumah gadang. Terus terang aku tidak tanya sampai mendetil sampai seberapa jauh orang Minang sekarang memiliki keterikatan dengan rumah gadang ini.

Banyak informasi menarik lain yang kami peroleh, misalnya tentang budaya matrelineal. Tahu kan artinya matrilineal? Pasti tahu dong....

Yang sangat menarik adalah banyak buku-buku tentang budaya Minang yang tersimpan di tempat tersebut ditulis oleh orang-orang Belanda. Banyak juga foto-foto tentang Minang yang juga dibuat oleh orang Belanda dan diambil pada jaman Belanda. Kalau nggak salah ada yang kasih tahu kalau buku-buku tersebut memang diimport dari Belanda. Ada lagi yang nyeletuk.....mungkin karena kemampuan dokumentasi kita kan lemah, jadi ya buku saja harus diimport dari sana. Apakah betul kalau kemampuan dokumentasi kita lemah? Silahkan berkaca pada diri sendiri.....

Setelah itu kami berpotret-potret pake baju pengantin Minang. Foto-foto sudah kami posting sebelumnya disini: http://cutyfruty.multiply.com/photos/album/25.

Setelah puas berfoto-foto, kami meneruskan perjalanan. Pak Jun sudah menunggu di halaman pusat kebudayaan tersebut dengan mobilnya.

Tanya dong...........

Teman-teman, tanya dong. Berhubung sudah beli loyang dari Indonesia, aku pengin belajar bikin cake (atau bolu? bedanya apa sih?). Mau tanya nih, enaknya bikin cake apa ya yang sederhana tapi enak? Harap dimaklumi, aku jarang banget bisa bikin cake yang bagus alias selalu ambleg! So, ada yang punya resep? Kalau bisa cake atau bolunya syaratnya kayak gini (sudah minta tolong, pake syarat lagi. he...he...he...):

1. Putih telur nggak dikocok terpisah sama kuning telur. Pokoknya kalau ngocok kuning dan putih telur harus barengan.

2. Nggak pake digulung

3. Nggak pake acara api atas api bawah, wong ovenku sederhana

4. Nggak pake dilapis-lapis (wong selapis saja masih belum becus)

5. Nggak pake whipped cream, walaupun di sini ada whipped cream tapi aku nggak pinter ngocok whipped cream.

6. Nggak pake ditim dan dikukus, yang penting di-oven dan nggak pake pasir segala ngovennya.

7. Nggak pake susu bubuk, tapi kalau susu segar boleh karena susah banget cari susu bubuk di tempatku ini

8. Nggak pake terigu protein tinggi, rendah dan sedang. Pokoknya yang ada all purpose flour

9. Nggak pake tape, ubi, singkong, santan dan sejenisnya (daripada susah nyarinya dan harus bikin dulu kalau pake tape atau gampang cari santen, tapi paling juga kalengan, males mau buka kelapa sendiri)

10. Bahan yang bisa aku cari di sini secara gampang adalah: terigu (all purpose), gula, butter, margarine, cheese, susu segar, coklat bubuk, kopi, custard, maizena, baking powder

11. Kebetulan aku punya emulsifier (Ovalet, TBM walaupun kalau pake ini gagal juga. hi...hi..hi...)

Itu saja syaratnya. Kalau punya resep yang sederhana, tolong dong aku dikasih. Aku sudah buka-buka resepnya MPers, tapi kok masih terlalu canggih buatku. Aku penginnya yang sederhana tapi enak, nggak bantat, nggak padet, moist (pengin mudah tapi maunya buanyak. he...he...he...). Kalau perlu semua bahan dicampur jadi satu dan dikocok. he...he...he....  

Terimakasih ya sebelumnya.....

Wednesday, 27 June 2007

100 persen Halal

Ini kejadian sewaktu kami berada di ruang tunggu di Padang airport. Waktu itu kami sedang menunggu pesawat yang akan membawa kami ke Jakarta. Seperti biasa Leo suka banget mengamati keadaan sekelilingnya. Salah satu yang dia amati adalah kardus-kardus yang dibawa oleh para calon penumpang.

Maklum dari Padang, jadi tentu saja banyak orang yang membawa oleh-oleh makanan Padang. Sebelum balik ke Jakarta banyak orang pergi ke toko-toko tempat jual makanan yang ada di kota Padang. Si pemilik atau pelayan toko akan mengepak barang belanjaan pembeli dalam kardus-kardus secara rapi. Isinya mulai dari rendang, singkong balado, kering kentang, kerupuk kulit dsb. Pokoknya semua makanan Padang ada di situ deh. 

Kami juga beli tapi kami males untuk membawa kardus kami ke cabin. Kami masukkan kardus kami ke bagasi saja (wong ternyata juga nggak rusak kok). Banyak orang yang tidak memasukkan kardus-kardus oleh-oleh tersebut ke bagasi tapi membawanya ke cabin yang artinya mereka harus membawanya juga ke ruang tunggu sebelum naik pesawat.

Salah satu yang menarik perhatian Leo adalah sebuah kardus yang dibawa oleh seorang bapak-bapak tua. Tulisannya: 100 % halal. Komentar Leo adalah:

"Lho...kalau halal bukankah artinya pasti halal? Apa ada sih yang 99,99999999% halal?"

Dalam hati aku juga pengin ketawa mendengar komentarnya. Sampai saat ini aku nggak pernah kepikiran sampai kesitu. Dia menambahkan:

"Kan itu ibaratnya kayak pregnant. You are pregnant or not pregnant. You cannot 50% pregnant, toch?" Dia kemudian meneruskan lagi:

"Sama kan dengan halal? You cannot say 50% halal......" 

Aku pikir-pikir bener juga ya jalan pikiran dia. Kalau halal ya halal. Dia kan ngomongin halal, bukan haram, bukan makruh, bukan mubah dan bukan lainnya.

Waktu aku cerita sama teman tentang hal ini, temanku tertawa. Komentarnya:

"Orang Indonesia itu dikasih tahu halal saja kadang nggak yakin dan nggak percaya, maka harus ditambah 100 persen, supaya yakin betul kalau itu halal............"    

Catatan: logo diambil dari wikipedia disini

Nasi goreng bumbu iris....

Ini nyontek Primarasa Femina lagi, seri jajanan Jakarta. Judul aslinya sih "Nasi goreng tabur rawit". Berhubung nggak punya cabe rawit (wong mahal), akhirnya aku pake cabe merah dan ijo. Yang penting puedes!!!

Resep asli pake ayam goreng, aku nggak pake soalnya Leo nggak makan daging ayam. Aku ganti pake daging sapi cincang, biar cepet dan gampang (dasar muales. he...he...he...). Resep ini sudah aku modifikasi sesukaku. Tapi yang jelas semuanya diiris, nggak ada yang diuleg (wong resep aslinya juga gitu kok). Jadi judul yang paling tepat adalah "NASI GORENG MUALES!!!" 

Bahan:

600 gram nasi (resep asli 800 gram), 125 gram daging cincang (resep asli 2 potong ayam goreng yang disuwir-suwir), minyak untuk menumis, 8 siung bawang putih dicincang, 3 butir telur kocok lepas (aku malah lupa nggak aku kocok. Resep asli 4 butir telur), 5 cm prei (karena nggak punya daun bawang), 3 cabe merah dan 3 cabe hijau dipotong-potong (resep asli 10-12 cabe rawit hijau diiris tipis untuk taburan)

Saus: campur jadi satu

2 sdm kecap asin/kecap ikan, 1 sdm kecap manis, 1 sdt merica bubuk, 1/2 sdt garam, 50 ml air/kaldu (aku pake 1/2 kaldu blok ditambah air).

Cara:

1. Uraikan butiran nasi menggunakan garpu agar tidak bergumpal.

2. Panaskan minyak goreng dan tumis bawang putih sampai harum dan matang.

3. Masukkan cabe merah dan hijau dan aduk sampai layu (kalau sesuai resep yaitu pake cabe rawit, nggak perlu dimasukkan karena cabe rawit hanya untuk taburan)

4. Masukkan daging cincang dan aduk sampai matang (kalau menurut resep pake daging ayam goreng suwiran, dimasukkan setelah telur, bukan tahap ini)

5. Masukkan saus, aduk sampai harum

6. Masukkan nasi, aduk-aduk sampai rata

7. Sisihkan nasi ke pinggir wajan dan tuang telur kocok di tengah wajan. Tunggu sebentar sampai mulai membeku, langsung aduk-aduk hingga berbutir-butir kecil.

8. Aduk seluruh isi wajan hingga telur orak-arik dan nasi tercampur rata. Masukkan daun bawang (aku pake prei karena nggak punya daun bawang, itu aja hampir kelupaan) dan ayam suwiran (aku nggak pake). Aduk hingga nasi berasap.

9. Pindahkan ke piring saji. Aku taburi brambang goreng dan irisan sledri mentah. Kalau menurut resep asli nggak dikasih brambang goreng dan sledri tapi ditaburi irisan cabe rawit.

10. Kami makan pake salad, rasanya jadi seger. Kalau di resep dilengkapi dengan acar mentimun dan emping goreng.

Catatan: dengan porsi segini, kami makan dua kali (karena terlalu banyak untuk dimakan sekali. Itu saja masih sisa untuk breakfast ku. Maklum summer, jadi selera makan berkurang). Yang penting puedes. Leo yang punya masalah dengan perut, masih nekat makan ini, katanya siapa tahu cabe bisa membunuh bakteria di perut.

 

Tuesday, 26 June 2007

Bluderku gosong!!!!! Tolongggggg......


Kelihatan pecah-pecah kan di bawahnya....

Hari ini aku bikin bluder Manado, pake resep yang diposting oleh jeng Riana di http://pennylanekitchen.blogsome.com/2005/10/15/bluder-the-classic-one. Thanks ya jeng Riana. Juga thanks to ibu Jane Sipasulta karena ini resep keluarga beliau.

Aku sudah pernah 2 atau 3 kali bikin dengan resep ini tetapi selalu gagal alias ambleg, padahal kayaknya gampang. Aku biasanya bikin 1/2 resep. Hari ini aku nekad bikin 1 resep karena pengin tahu hasilnya, pokoknya penasaran banget deh. Dulu selalu pake gist keluaran Dr. Oetker, sekarang pake gist Fermipan.

Berhubung disini sulit cari susu bubuk, maka aku pake bubuk creamer (?). Aku ganti air hangat dengan susu segar yang dihangatkan.

Hasilnya nggak ambleg. Cuma aku terlalu panas manggangnya. Aku stel oven 200 derajat C. Karena terlalu panas, di bagian luar sudah gosong dan keras, tapi bagian dalamnya masih ada yang belum mateng. Tapi paling enggak sudah nggak ambleg lah. Lain kali kalau bikin lagi aku akan kecilkan suhunya. Mungkin 180 derajat Celcius?

Lain kali aku kalau bikin mau aku tambah butter (eh nggak boleh ya, katanya sedang diet....hi...hi...hi....) dan garam supaya rasanya lebih pas, nggak terlalu tawar. Walaupun nggak ambleg, rasanya masih bantat nggak kayak gambar aslinya. Salahnya dimana lagi ya? Oh ya, bluderku juga masih pecah-pecah. Salah apanya ya?

Tapi kemajuan kan..........masak most of the time ambleg melulu. Sekali-sekali dong nggak ambleg.

Tolong teman-teman, apa yang harus aku perbaiki lagi selain mengurangi suhu? Terimakasih sebelumnya ya........

Semur campur

Ini hasil nyontek buku masak Primarasa Femina (wong namanya sudah dibeli ya harus dimanfaatin ya).
 
Kata Primarasa, ini untuk teman makan ketupat Betawi. Lha kalau aku mau makan pake lodeh Jowo kan nggak po-po to?
 
Aslinya pake daging tetelan, tapi berhubung nggak punya tetelan, aku ganti 2 paha ayam dan daging sapi cincang. Aku jarang sekali makan ayam di sini (mungkin setahun cuma 3 kali), Leo bahkan nggak mau sama sekali. Paha ayam ini sudah beli lama banget sejak jaman kerajaan Majapahit, daripada jadi fosil mendingan dipake. hi...hi...hi....

Ini resep sudah sedikit aku modifikasi.

Bahan:

2 paha ayam, 125 gram daging sapi cincang, 3 sdm kecap manis, 150 gram tahu, 4 sdm olive oil (atau minyak goreng) untuk menumis, 4 telur rebus, 400 ml air panas, 1 sereh, 1 daun salam, 1 butir cengkih, 1/4 sdt pala bubuk, 4 buah tomat, brambang goreng untuk taburan.

Bumbu halus:

4 bawang merah, 5 bawang putih (aku demen banget bawang putih), 1/2 sdt merica, 2 cm jahe, 1/2 sdt garam, 1/2 kaldu blok (kalau nggak pake kaldu blok juga nggak pa-pa, wong resep aslinya nggak pake).

Cara:

1. Rendam ayam dan daging cincang dalam kecap manis dan bumbu halus, sisihkan min 15 menit.

catatan: biasanya aku kalau masak ayam, aku lumuri dulu pake jeruk nipis diamkan beberapa lama, terus dicuci, terus dilumuri pake merica dan garam terus diamkan lagi, terus digoreng. Baru dimasak. Pokoknya gimana caranya supaya ayam nggak bau amis, nggak bau ayam. Lha kalau perlu malah pake dikukus dulu sebelum digoreng supaya lemaknya netes. hi...hi...hi...

2. Potong tahu dan goreng. Kupas telur rebus dan goreng.

3. Panaskan minyak goreng, kemudian masukkan ayam dan daging cincang. Aduk hingga warna berubah, kecilkan api dan tutup wajan. Masak hingga air mengering.

4. Tuangi air panas, masukkan sereh, daun salam, cengkih, pala dan tomat, aduk.

5. Masukkan tahu dan telur goreng, masak sampai daging ayam empuk/matang serta kuahnya mengental, angkat. Taburi dengan brambang goreng.

6. Aku makan pake lontong, sayur lodeh (isinya kacang panjang, kacang tolo, krecek, dan tahu), en tambah sambel. Lupa pake krupuk. Uenak menurutku...... Ini gambarnya:

 

Tuesday, 19 June 2007

Mudik nggak ya?????

Baru saja balik dari mudik, masak mau mudik lagi. Ini gara-gara tadi ke dokter gigi. Hanya untuk kontrol. Ternyata ada satu tambalan yang lepas (maklum tambalan sudah bertahun-tahun). Akhirnya ditambal ulang. Nggak tahu biayanya karena rekening akan dikirim menyusul ke rumah. Biasanya asuransi nggak bisa bayar penuh, paling banter juga separonya.

Berhubung aku ompong (3 gigi), aku tanya dokter, berapa biayanya kalau bikin gigi palsu. Kata dokter sekitar 700-800 Euro untuk gigi yang removable atau bisa dilepas-lepas. Dalam hat aku bilang: "ini sih hampir sama dengan harga tiket sekali mudik ke Indonesia pp........"

Katanya yang bagus adalah yang transplantasi atau tetap, bukan yang removable. Waktu aku tanya biaya untuk bikin crown ini, blio bilang 1 gigi biayanya 450 Euro dan katanya aku butuh 7 crowns (nggak mudeng aku kenapa kok 3 gigi yang ompong, jadinya butuh 7 crowns). Lha tinggal ngitung saja: 7 x 450 Euro = 3150 Euro. Lha ini kan bisa digunakan mudik 3 kali dan itu saja masih susuk alias sisa ada kembaliannya. hiks...hiks.... Padahal kalau nggak salah untuk pasang crown, asuransi cuma bayar 2 crowns per tahun (ini juga lupa-lupa inget). Artinya kalau mau dibayarin asuransi semua, butuh waktu 4 tahun yak? Ini juga kalau bisa.... 

Makanya aku bilang ke Leo, kalau di Indonesia lebih murah, mendingan aku mudik saja. Kalau bisa dapat dokter gigi yang bagus di Indonesia dan biayanya nggak segede itu, aku pikir-pikir mendingan mudik aja ya, sekalian ketemu keluarga dan teman-teman.

Atau bisa juga ke dokter gigi yang biasa aku kunjungi. Dia biasa kasih "harga teman" karena dia saudaranya temanku. Selama ini sih aku merasa OK dengan pelayanan dia. Kalau dia nggak bisa biasanya dia langsung bilang nggak bisa. Misalnya waktu ibuku periksa ke dia, dia bilang ibuku harus ke dokter gigi yang punya spesialisasi tertentu karena butuh penanganan tertentu. Jadi menurutku dia dokter gigi yang baik dan bertanggung jawab, pasien bukan sekedar alat percobaan, dia tidak sekedar mikir duit thok.

Cuma.....aku ini kan baru mudik, masak iya mudik lagi......kasihan Leo ditinggal sendiri di rumah cukup lama......selain itu dompet kan harus nafas dulu ya......tapi di sisi lain, itu kan pengeluaran yang memang harus dikeluarkan ya.......makanya nih agak bingung juga....

Catatan: gambar kebo aku ambil waktu kami mudik bulan Mei yang lalu. Ini bukan berarti kalau aku mudik nanti aku akan mandiin kebo, wong aku rada takut kok sama kebo. Kata Leo, aku memang payah....dasar city girl!!!    

Monday, 18 June 2007

Horee......kami menikah lagi......




Ini foto-foto yang diambil di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau Padang Panjang. Sebetulnya kami nggak niat untuk pake baju pengantin Minang. Kami dibawa guide datang ke situ untuk mengenal budaya Minang yang bagi kami sangat unik dan menarik.

Namun demikian kata ibu petugas di sana, kalau mau foto-foto pake baju pengantin Minang juga bisa. Aku tanya apa ada baju yang guede untukku (maklum badanku gede banget). Kata ibu petugas, mereka punya baju dengan berbagai ukuran. Mungkin customers mereka banyak juga yang gede, jadi baju sewaanpun juga ada yang gede-gede pula. Akhirnya kami memutuskan untuk potret dengan baju pengantin Minang.

Sebelumnya kami didandanin dulu. Malah karena melihat aku nggak pake kosmetik sama sekali, aku dirias dulu pake bedak, lipstick, eye shadow dan sebagainya. Dan memang betul, ada baju yang guede yang cukup untuk aku.

Setelah dirias, mulailah jeprat-jepret pake camera kami. Ini untungnya, karena kami bisa minta mereka untuk memotret sebanyak yang kami mau dan pake pose sesuka kami. Karena foto tersebut tersimpan dalam kamera kami, kami bisa upload di komputer, bisa cetak sebanyak yang kami mau.

Terus terang, pengalaman ini mengingatkan kami pada Volendam. Disana kami juga bisa sewa baju Belanda (baju lokal). Tapi cara mereka menurutku betul-betul nggak ada sentuhan. Lha gimana, pokoknya asal cepet dibalut baju (rame ataupun sepi pengunjung). Boro-boro kok dirias segala. Wong begitu selesai, langsung disuruh ke studio, dipotret pake kamera mereka, nggak bisa dapat negatifnya. Kemudian nunggu untuk dapetin hasil cetakan. Dan harganya? Yang jelas mahal. Kalau nggak salah 8,5 Euro per orang. Dapatnya juga cuma 1 foto, kadang ada copy nya.

Di Padang Panjang ini, ada sentuhan kemanusiaan. Kami dibantu betul, dari mulai dirias sampai dengan difoto, nggak buru-buru. Malah mereka minta kamera kami supaya mereka bisa mem-foto kami. Mau pose dimana saja, mau model apa saja, boleh. Malah mereka bantu ngatur pose.

Harganya? Rp. 50 ribu. Relatif murah dibandingkan dengan di Volendam kan? Harga ini juga sama untuk turis domestik. Waktu kami beri uang lebih, ibu petugas malah lari-lari menghampiri kami yang sudah ada di mobil. Ternyata kami diberi bonus sebuah CD tentang Minang. Aduh jadi terharu. Videonya indah. Cuma sayang dalam bahasa Indonesia saja. Seharusnya ada teks dalam bahasa Inggris karena CD tersebut berusaha mempromosikan wisata Minang.

Ternyata kami melihat sistem kayak gini di tempat lain yaitu di museum Bukit Tinggi. Biaya Rp.15 ribu per orang, tapi kan kita tidak tahu ya kualitasnya. Mungkin cuma difoto di pelaminan saja.

Yang jelas kami puas dengan pelayanan di Padang Panjang. Ini beberapa foto kami waktu kami "menikah lagi" di sana:

Sunday, 17 June 2007

Iri tanda tak mampu....

Kami membuat album foto untuk ibu. Kami perlihatkan album tersebut kepada teman-teman kami waktu kami mudik dulu sekedar untuk memperlihatkan apa saja kegiatan kami sejak spring 2006 sampai dengan spring 2007.
 
Ada satu kelompok teman yang suka banget usil menggoda kami dengan komentar-komentar miring mereka. Kami sudah tahu itu cuma bercanda, jadi nggak pernah kami anggap serius.
 
Salah satu adalah komentar mereka tentang Kinderdijk. Kita bisa melihat kincir-kincir angin yang usianya sudah ratusan tahun di Kinderdijk. Kincir-kincir ini masuk dalam daftar warisan dunia versi UNESCO. Jadi semacam Borobudurnya Belanda lah kira-kira. Ketika melihat foto-foto Kinderdijk, komentar mereka adalah:

"Lha kalau ini sih Holland Bakery. Kalau cuma lihat Holland Bakery nggak perlu jauh-jauh ke Belanda mbak. Di sini juga banyak. Itu lho di Kampung Melayu juga ada....."

Dalam hati aku juga ngedumel: "lha wong Kinderdijk kok cuma disamain sama Holland Bakery....." Aku langsung bilang:

"Kalian ini pada sirik. Tahu enggak....iri tanda tak mampu!!!!!"

Sebelnya mereka malah cuma ketawa.......ha.....ha.....ha.... sialan mereka bisa bikin aku kesal. Kena deh gue......

 

Kalap memburu koleksi....




Ini hasil kalap alias silap mata melihat buku-buku masak. Sebelum datang, adikku bilang kalau dia sudah beliin buku-buku masak 7 biji untukku. Dikira sudah cukup. Tapi begitu aku ke toko buku sendiri dan melihat buku-buku masak yang indah menawan, nggak sanggup rasanya kalau nggak beli. Ini belinya di 2 atau 3 toko buku.

Akhirnya waktu mau balik ke Belanda, ada 17 buku masak yang harus dibawa. Padahal berat koper-koper kami sudah lebih dari 40 kilogram. Leo bilang buku-buku masaknya dimasukin saja kedalam ransel untuk dibawa ke cabin. Aku setuju, daripada berantem. Wong ya nantinya dia juga dapat untung gitu lho kalau aku masak pake resep dari buku-buku tersebut. Sudah gitu, dia sendiri juga mendorong aku beli buku-buku masak tersebut ketika buku-buku tersebut masih nongkrong di toko.

Terus terang yang paling aku sukai adalah buku-buku keluaran Primarasa Femina soalnya ada step by step nya. Dari buku tersebut paling enggak aku bisa tahu bahannya bentuknya kayak apa, jadi kalau ke Asian supermarket nggak bingung nyarinya.

Yang aku beli nggak ada yang resep cake atau kue kering karena aku nggak pinter bikin cake. Daripada ambleg kan mendingan bikin masakan yang cepat dapat disajikan atau gampang untuk dibuat. Selain itu, karena di rumah cuma berdua, bikin cake nggak efisien. Nggak ada yang jadi korban.

Harga buku-buku tersebut relatif murah (dibandingkan dengan buku-buku masak di Belanda). Harganya kalau nggak salah antara Rp.19 ribuan sampai dengan Rp. 25 ribu-an. Isinya macem-macem, pokoknya kalau baca dan lihat gambarnya, perut langsung lapar.

Buku-buku ini akan aku éman-éman, aku sayang-sayang supaya nggak cepet rusak. Yang jelas pengin praktek pokoknya, walaupun nggak tahu kapan prakteknya.....maklum nungguin mood......tapi yang penting sudah punya dulu kan?

Inilah hasil koleksiku yang terbaru......

Saturday, 16 June 2007

Membunuh waktu dengan menonton souvenirs...


Selain Asterix, Tintin adalah favoritku. Makanya aku nggak menyia-nyiakan kesempatan untuk potret di dekat Tintin.

Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Untuk membunuh waktu sambil menunggu keberangkatan, masuklah kami dari satu shop ke shop lainnya di Schiphol airport.

Leo lebih tertarik pada toko-toko elektronik. Setelah muter-muter melihat kamera dan sebagainya aku pergi sendiri ke toko-toko souvenirs. Dia memilih duduk membaca majalah tentang komputer yang dia bawa dari rumah.

Aku selalu tertarik melihat-lihat souvenirs yang cantik-cantik yang dipajang di toko-toko. Sayang mahal-mahal padahal sih pengin. Terus terang aku nggak pernah tertarik dengan toko-toko kosmetik dimanapun. Mbuh aku ini normal atau enggak sebagai perempuan. he...he...he...

Akhirnya aku nggak beli apa-apa di Schiphol (wong ya mahal) daripada kalau beli nanti pasti diledek Leo. Kata dia, wong koper sudah penuh souvenirs kok masih saja kurang. Kalau punya teman banyak kan pengin juga ya ngasih sesuatu buat mereka walaupun itu cuma gantungan kunci atau magnet kulkas. Untuk teman-teman ex-kantor aku ngasih coklat saja kemudian mereka potong-potong dan bagi-bagi sendiri.

Sehari sebelumnya kami sudah berantem masalah berat koper. Dia ini jan wong Londo tenan yang taat peraturan, kalau ketentuan 20 kilo per orang ya harus 20 kilo, nggak boleh lebih bahkan se-ons pun. Nyebelin bener. Dia nggak mudeng cara pikirku sebagai orang Indonesia yang lebih fleksibel. Kalau lebih sekilo dua kilo kan nggak apa-apalah ya. Tapi dia ngotot harus kurang atau paling enggak maksimum 20 kilo. Karena nggak puas dengan perdebatan tersebut maka tanpa setahu dia, aku tambahi koperku lagi (padahal sejam sebelumnya sudah dia timbang koperku beratnya 19,5 kilo. he...he...he...).

Waktu di timbang di airport total bawaan kami berdua adalah 41 kg dan diloloskan oleh petugas KLM. Tuh kan boleh...... aku bilang juga apa.....tapi aku yakin, waktu pulangnya pasti dia ngomel-ngomel lagi. Dan kenyataannya memang begitu. Tapi karena sudah langganan, maka aku sudah kebal. Next trip pasti berantem lagi masalah berat koper.

Ini adalah sebagian foto-foto yang aku ambil di Schiphol.....ngambilnya juga pake nyuri-nyuri, takut ketahuan. hi...hi...hi....

Friday, 15 June 2007

Lembah Anai




Dari Kiambang, kami menuju lembah Anai. Di situ ada air terjun. Seneng juga ngelihat air jernih.

Di seberangnya ada rel kereta api yang dibangun pada jaman Belanda dulu. Terlihat masih kokoh. Heran ya, banyak rel dan bangunan jaman Belanda masih kelihatan kuat. Bandingkan dengan bangunan jalan atau sekolah yang dibangun sekarang, kok cepet banget rusaknya.

Kalau nggak salah guide kami mengatakan kalau rel ini sudah tidak digunakan lagi beberapa tahun belakangan ini. Dulu digunakan untuk mengangkut batu bara, tapi berhubung persediaan batu bara sudah tinggal sedikit, maka pengangkutan batu bara hanya menggunakan truk dan bukan menggunakan kereta lagi.

Kabarnya untuk menggalakkan pariwisata, rel ini akan digunakan lagi. Akan ada kereta wisata yang menggunakan rel tersebut. Aku bisa bayangkan pemandangan sepanjang rel tersebut akan cantik sekali. Kita bisa lihat pemandangan Bukit Barisan yang cantik dari jendela kereta. Apalagi kalau keretanya nyaman. Aduh....jadi pengin naik kereta nih....

Thursday, 14 June 2007

Melepas lelah di Kiambang




Ini foto-foto kami di Kiambang (perjalanan antara airport Padang dan Bukit Tinggi). Kami diajak mampir oleh guide kami di sebuah warung untuk memotret pemandangan. Mata sebetulnya masih ngantuk karena kami bangun jam 03.00 untuk mengejar penerbangan Air Asia jam 06.35. Tapi melihat pemandangan yang indah, membuat mata kami terbuka, rasanya segar.

Kami memesan kelapa muda. Enak seger sekali. Nggak pake es, langsung diminum dari buah kelapanya. Terasa manisnya air kelapa murni. Daging kelapanya juga masih muda. Segar rasanya.

Di sepanjang perjalanan kami lihat banyak sekali pohon kelapa. Jadi nggak heran kalau masakan mereka biasanya pake santen yang sangat kental (maklum kelapa buanyak sekali). Guide kami bercerita kalau kelapa tersebut dipetik oleh monyet besar. Mereka memang betul-betul dilatih untuk itu. Sayang kami tidak sempat melihat mereka beraksi.

Kebetulan di depan warung ada monyet. Leo gatel rasanya kalau nggak motret monyet. Jadilah ada potret monyet di sini

Wednesday, 13 June 2007

KLM jan nggak kreatif babar pisan......

Ini pengalaman naik KLM waktu balik ke Belanda. Wis jan makanannya jan blas nggak kreatif. Lha piye, dari Jakarta ke Kuala Lumpur dikasih bakmi goreng. Setelah transit di Kuala Lumpur selama 30 menit kemudian kami terbang lagi ke Amsterdam, mosok disuguhi bakmi goreng lagi. Biasanya rak yo ada menu pilihan ya. Lha ini kok bakmi goreng lagi. Wis jan KLM dalam hal makanan ora kreatif blas babar pisan!!!!! Lha itu yang salah cateringnya atau KLM nya mbuh nggak ngerti.

Sudah gitu teh yang disajikan wis adem (dingin). Sebelumnya minta teh dikasih kopi. Ronde selanjutnya malah dikasih teh wis adem. Mau protes gimana, wong pramugarinya sudah sibuk melayani penumpang lain. Kalau dipikir, gitu aja kok protes. Baru waktu breakfast ada pilihan antara pancake atau telur dadar. Minumannya kali ini yo lumayan anget.

Geblegnya lagi, aku waktu sampai di rumah makan Indomie. Lha gimana, tiba di rumah hari Minggu, supermarket di Belanda kan nggak ada yang buka kalau hari Minggu (wis norak tenan). Sebelum berangkat waktu itu ditanya sama mami (ibu mertua), pengin dibeliin apa nanti waktu pulang. Aku bilang cuma minta melk dan roti. Aku pikir cukuplah buat ngganjel perut sehari sampai hari Senin menunggu supermarket buka. Akhirnya mami memang beliin melk dan brown bread sesuai pesananku dan sudah ditaruh beliau di kulkas kami. Thanks to mami yang sudah susah payah membelikan makanan buat kami.

Tapi ternyata, pulang dari Indonesia, perutku kolokan, roti saja nggak nendang, masih terasa laper. Dasar perut Jowo! Leo nggak masalah wong dia nggak pengin makan sama sekali (maklum dia kan kena diare). Akhirnya karena masih laper, bikinlah aku Indomie. Wis jan....rasanya kriting bener tubuhku, makan bakmi terus-terusan..... tapi apapun aku masih menganggap KLM nggak kreatif dalam hal makanan! 

Sebetulnya penginnya naik SQ, tapi Singapore Airlines muahal banget waktu kami search harga. Pokoknya waktu itu SQ paling muahal diantara maskapai penerbangan lainnya. Waktu itu harga tiket SQ lebih dari 1300 Euro per orang sedangkan KLM waktu itu paling murah (900 Euro per orang sudah termasuk pajak, dan menurut kami itu saja sudah mahal). Lha kok 2 minggu sebelum kami berangkat, kami lihat ada special offer, tiket SQ cuma 700 Euro sudah termasuk pajak. Sialan betul. Tapi ya gimana lagi, wong sudah kadung. Kami nggak bisa menunggu special offer karena Leo harus mengajukan cuti bulan Januari paling lambat. Jadi saat itu kami sudah harus mengambil keputusan. Ya sudahlah, sing penting slamet!

Catatan: gambar diambil di KL airport pada waktu berangkat (perjalanan Amsterdam-KL). Lha nggak tahu itu, catering yang dipake pada waktu balik ke Amsterdam apakah catering dari JKT atau dari KL, kok nggak kreatif sama sekali. Atau memang KLM yang nggak kreatif, ngasih makanan kok bakmi melulu.

Tuesday, 12 June 2007

Naik Air Asia......Leo: "is this a good sign or a bad sign?" (Part 2)

Karena pesawat murah, maka perusahaan ingin menekan semua biaya serendah mungkin. Misalnya untuk tiket, penumpang bisa pesen lewat internet. Ini artinya mereka tidak perlu menyediakan orang khusus untuk melayani pemesanan tiket. Walaupun sebetulnya kalau mau pesan tiket ke sana juga bisa, tapi ngapain susah-susah telpon atau pergi ke sana segala kalau sudah bisa dilakukan secara online. Setelah pesan lewat internet, beberapa detik kemudian kami mendapat konfirmasi lewat e-mail yang dilampiri dengan itinerary travel. Itinerary travel ini dapat diprint sendiri di rumah. Jadi kalau suatu kali ilang, masih bisa nge-print lagi beberapa kali sak sukanya.  

Dengan menunjukkan itinerary travel dan identitas diri waktu check in, kami memperoleh boarding pass. Waktu itu aku sudah membayangkan boarding pass yang akan kami terima kayak boarding pass pesawat-pesawat lain yaitu dicetak di sebuah kertas tebal kayak karton, terus di belakangnya ada block item memanjang kayak yang ada di credit card atau ATM.

Lha ternyata boarding pass yang kami terima cuma selembar kertas tipis, kayak struk supermarket. Itu saja di-jegleg sama petugasnya di itinerary travel yang kami print dari rumah. Wis jan pengiritan habis-habisan. hi...hi...hi... Yo wis lah, wong namanya tiket murah kok minta macem-macem. Yang penting slamet, mau boarding pass nya dicetak di kertas mewah ataupun di kertas koran, yang penting ada. Cuma kalau dicetak di kertas tipis kayak struknya supermarket, rak yo bisa cepet ilang ya tulisannya.

Karena nggak ada nomor seat, maka setiap penumpang harus mencari seat yang diinginkan. Waktu itu adikku sudah kasih tahu, kalau naik pesawat murah, orang akan rebutan untuk naik pesawat. Lha yo mungkin pake sikut-sikutan segala kali ya kayak mau naik KRL (sudah bayangin yang terjelek. he...he...he...).

Ternyata kenyataannya tidak sejelek itu. Walaupun penumpang buru-buru (takut ketinggalan pesawat kali ya?), tapi nggak pake sampai sikut-sikutan dan rebutan yang keterlaluan. Menurutku sih cukup tertiblah. Mungkin karena sebagian penumpang sudah sepuh (tua) jadi lebih kalem, mungkin karena nggak semua seat terisi jadi penumpang lebih leluasa memilih, mungkin masih terlalu pagi (wong terbangnya saja jam 06.35 dari Jakarta) apalagi ditambah belum sarapan jadi belum ada tenaga untuk dorong-dorongan, mungkin ada yang baru kali itu naik pesawat (lha gimana mau rebutan wong ngelihat dalamnya pesawat saja belum pernah), mungkin karena kami naik dari belakang dan memilih duduk di belakang sementara orang lain maunya duduk di depan jadi kami nggak tahu bagaimana orang lain berebutan tempat duduk. Tapi yang jelas semua penumpang dapat tempat duduk, kalau perlu malah dobel kalau seat sebelahnya kosong. 

Ada beberapa hal unik yang saya temui di Air Asia yang belum pernah saya temui di pesawat lain. Misalnya sandaran tempat duduknya rendah. Buat orang Indonesia atau Asia lainnya sih nggak masalah karena masih bisa menyandarkan punggung sampai dengan kepala. Tapi bagi Leo yang tinggi, dia tidak bisa menyandarkan seluruh punggungnya. Aku pengin ketawa melihat dia duduk di seat Air Asia, kayak duduk di bis kota PPD saja. he....he....he.... Tapi untungnya perjalanan cuma memakan waktu 1 jam 40 menit, jadi ya tidak terlalu masalah buat dia. 

Hal lain lagi adalah pengumuman tentang pentingnya mematikan pesawat seluler. Perasaan naik pesawat-pesawat lain, nggak pernah pramugarinya mengumumkan sampai berkali-kali supaya penumpang mematikan mobile phone atau HP nya. Biasanya pengumuman cuma sekali to, apalagi kalau ada videonya. Tapi kalau naik Air Asia, pengumuman ini akan terus diulang berkali-kali, bosan atau tidak bosan ya harus didengar wong kita punya kuping. Pengumuman berulang kali ini nggak hanya terjadi pada waktu perjalanan Jakarta-Padang, tapi juga waktu baliknya. Waktu itu aku sampai berpikir, apakah orang Indonesia begitu tidak disiplinnya, sampai-sampai pengumuman untuk mematikan HP diulang berkali-kali.

Karena saking kepinginnya mereka menekankan segi keselamatan, sampai-sampai di tersedia kartu tentang bagaimana prosedur check dan re-check mesin dsb dilakukan. Biasanya kan yang tersedia cuma kartu tentang prosedur penyelamatan dalam keadaan darurat. Di sini tersedia juga kartu check dan re-check mesin dan peralatan lainnya yang diletakkan di kantong di depan tempat duduk. Aku ya baca juga walaupun sekilas, panjang banget jé. 

Yang paling unik dari semuanya dan belum pernah aku alami di pesawat lain adalah pengumuman yang disampaikan oleh pramugari sebelum tinggal landas. Seperti yang terjadi di pesawat lain kan ada demo tentang petunjuk tentang apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Pake bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Tapi kalimat terakhir yang diucapkan oleh pramugari sebelum take off, belum pernah aku dengar di pesawat lainnya.

Waktu pramugari mengucapkan dalam bahasa Indonesia, Leo masih tidak bergeming, dia pikir biasa saja kayak pengumuman di pesawat-pesawat lainnya. Tapi begitu pramugari mengucapkan dalam bahasa Inggris yang bunyinya kira-kira begini:

"Ladies and gentlemen, let's pray together based on your religion and belief"

Langsung Leo nengok ke aku. Dia tanya: 

"Is this a good sign or a bad sign?"

Waduh...ya nggak tahu aku mau jawab apa, wong namanya baru kali ini naik Air Asia. Terus terang baru kali itu aku mendengar pengumuman seperti ini. Aku pernah naik berbagai macam pesawat termasuk Malaysian Airlines tapi nggak pernah mereka mengumumkan seperti ini. Mungkin maksudnya baik, tapi terus terang orang kan jadi punya pikiran macem-macem, ini pesawat aman atau enggak ya.....

Yang membuat suasana sendu adalah sebelum ada pengumuman yang meminta penumpang untuk berdoa, ada seorang penumpang yang mengaji (membaca Al Qur'an) di pesawat yang gaungnya terdengar oleh setiap orang. Waktu itu suasana pesawat sendu dan sepi. Lha setelah selesai ngaji, kok ada pengumuman untuk berdoa sebelum pesawat tinggal landas. Bisa dibayangin to suasananya, gimana gitu.

Waktu aku cerita ke adik, dia malah nanya:

"Terus setelah itu ada lagu gugur bunga?"

"Ah...kamu ini nakut-nakutin aja...."

Waktu aku cerita ke teman-teman, mereka nggak bisa menahan tawa.

Mereka bilang:

"Orang nggak usah disuruh berdoa, pasti sudah berdoa...."

Mungkin mereka mau menambahkan: "apalagi naik pesawat murah....harus ekstra doanya...."

Ternyata pengumuman untuk berdoa ini diulang lagi pada waktu kami balik dari Padang ke Jakarta. Jadi cuma faktor kebiasaan saja.

Tapi yang jelas adalah tinggal landas dan mendarat dilakukan secara mulus. Bahkan aku bisa merasakan landing nya di Padang alus sekali. Waktu landing di Jakarta, aku tidak terlalu memperhatikan apakah landingnya alus sekali atau tidak. Wong kami berdua waktu itu sama-sama terserang diare, jadi ya kami lebih memikirkan perut daripada halus-kasarnya landing.

Catatan: tulisan ini saya revisi sedikit soalnya tulisan sebelumnya rancu antara e-ticket dan itinerary travel. Yang bisa diprint berkali-kali di rumah adalah itinerary travel. Menurut Leo, e-ticket adalah tiket yang ada didalam komputer (bukan tiket fisik dalam bentuk karton ataupun kertas). Yang menghubungkan antara e-ticket dan kita adalah nomor passport karena pada waktu kita pesan e-ticket, kita ditanya nomor identitas kita. Jadi logikanya, kalau kita setor muka di airport dengan membawa passport sudah cukup untuk memperoleh boarding pass. Ini menurutku lho ya. Itinerary kan cuma sekedar jadwal bepergian saja walaupun di dalamnya memuat hal-hal seperti booking number, nama, alamat, tujuan, jadwal keberangkatan dan kepulangan, no flight, pembayaran dsb. Itinerary travel ini bisa kita print berkali-kali di rumah (atau di tempat lain) sesuka kita.  

 

 

   

 

Naik Air Asia.....aman atau tidak aman? (Part 1)

Ini pengalaman kami naik Air Asia Indonesia. Sebetulnya pemilihan Air Asia berawal dari kebingungan kami memilih pesawat yang aman. Lha gimana, Adam Air pernah kecelakaan. Garuda yang harga tiketnya mahalpun pernah juga kebakaran, jadi nggak ada jaminan kan? Makanya pusing juga memilih pesawat untuk ditumpangi. Masak mau naik pesawat telpon?

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami memilih Air Asia dalam perjalanan kami dari Jakarta ke Padang pp. Kalau dari websitenya sih kelihatan profesional (www.airasia.com). Mereka katanya mementingkan keselamatan walaupun tiket yang mereka jual harganya murah. Apakah betul mereka aman atau tidak, yang tahu kan mereka, dan Tuhan tentu saja. Kalau pengin tahu, ya silahkan saja coba sendiri. Iya to?

Pertimbangan lainnya adalah bahwa penumpang bisa memesan tiket lewat internet. Bahkan Garudapun belum punya fasilitas ini. Terus terang aku heran, perusahaan sebesar Garuda masih belum bisa melayani konsumennya melalui internet. Kalah jauh dibandingkan dengan KLM atau Singapore Airlines atau pesawat-pesawat internasional lainnya.  

Pemesanan lewat internet betul-betul memudahkan bagi kami yang tidak tinggal di Indonesia tapi ingin melakukan perjalanan domestik. Tinggal klak-klik, bayar dengan credit card, nggak ada semenit sudah ada konfirmasi melalui alamat e-mail kami. Itenerary sekalian dilampirkan dan bahkan sudah ada bar code nya segala. Cara ini betul-betul menghemat waktu dan energi. Biasanya untuk pemesanan tiket domestik, kami harus minta tolong keluarga atau teman untuk menghubungi travel agent, minta mereka untuk transfer uang dulu untuk pembayaran dsb. Pokoknya selain merepotkan kami, juga merepotkan mereka.

Harga tiket juga relatif nggak mahal. Sebagai gambaran. Kami membayar Rp.884.600,- untuk dua orang untuk perjalanan Jakarta-Padang pp. Harga ini sudah termasuk tiket, pajak, VAT,  dan insurance. Bandingkan dengan Garuda yang dengan harga segitu hanya untuk 1 orang saja. Harga tiket Garuda tersebut sudah kami cek baik lewat website mereka maupun 2 buah travel agent di Indonesia. Apakah dengan harga lebih mahal, Garuda lebih aman? Silahkan analisis sendiri, ambil kesimpulan sendiri. Yang jelas di negara-negara EU, pesawat-pesawat murah seperti Transavia, Air Berlin dll harus tetap mematuhi standard keselamatan internasional otherwise mereka nggak boleh beroperasi. Nah kalau di Indonesia, aku nggak tahu, apakah makin mahal harga tiket, akan makin slamet.

Untuk sementara, bagian 1 ini saya akhiri dulu. Gambar yang aku pasang adalah potret Leo di depan Air Asia waktu kami mendarat di Padang.

         

Sunday, 10 June 2007

I am back....

Akhirnya saya balik lagi. Apa kabar teman-teman? Semoga dalam keadaan sehat dan bahagia. Saya baru balik kemarin. Masih lumayan capek, tapi seneng rasanya mudik. Cerita menyusul ya.

Yang jelas seneng sekali bisa ketemu keluarga dan teman-teman di tanah air. Rasanya terharu, teman-teman yang sudah lama tidak bertemu mengorbankan waktu mereka untuk sekedar bertemu kami. Diantara kesibukan mereka, kami masih bisa bertemu mereka di saat lunch atau dinner. Sampai-sampai Leo bilang: "Orang Indonesia kalau ketemu artinya makan-makan ya?" Lha kalau bukan itu, terus apa lagi coba?

Ada juga teman-teman MP yang belum pernah ketemu, tapi menyediakan waktu untuk ketemu. Terimakasih saya ucapkan untuk mbak Ine, Jo beruang, MonicaNining, Stella dan teman-teman lainnya. Rasanya senang bisa berkunjung ke pasar tradisional modern BSD bersama mbak Ine and the gank, belajar bikin roti dari Jo, belajar bikin bakpao dari Stella, tour kuliner di Asemka dll. Pokoknya nggak pernah akan terlupakan kenangan tersebut.

Terimakasih untuk mbak Ine yang sudah kasih cetakan putu mayang dan loyang hati (itu cetakan kue kering atau apa mbak? Maaf baru pertama kali ngelihat, belum tahu kegunaannya). Terimakasih untuk Haley yang sudah bersusah payah khusus dari Solo mengirim cangkir dan teko ndeso yang saya idam-idamkan dari dulu. Selain cangkir dan teko, Haley juga kirim serbat dan teh untuk mat-matan. Thanks to Jo yang sudah berat-berat bawain titipannya Haley dan juga bawain bumbu pecel Madiun dan kerupuk gendar. Aku akan goreng tuh Jo krupuknya. Bumbu pecelnya mau aku eman-eman, wong namanya pecel Madiun asli.

Terimakasih juga untuk Ayu yang sudah menyediakan waktu untuk ketemu. Ayu beserta suaminya (Stephen) dan putra mereka (Connor) sempat ketemu menjelang saat-saat terakhir kami di Indonesia. Mereka merencanakan untuk ke Belanda tahun depan. Ditunggu ya kedatangannya. 

Walaupun nggak sempat ketemu, tapi masih sempat telpon-telpon an dengan Fitri Rahmani yang kebetulan juga mudik. Seperti biasa blio didampingi oleh baby Anissa. Sempat ngobrol panjang lebar dari mulai loyang sampai dengan green card dan visa.

Sayang kami nggak sempat ketemu Andra. Tapi siapa tahu lain kali kita bisa bertemu ya. 

Pokoknya intinya seneng walaupun kami kena diare dan saya ketambahan muntah-muntah. Mungkin Belanda sudah terlalu steril atau karena memang kami terlalu capek, jadilah kami kena diare. Sampai sekarang Leo masih diare. Kalau aku sih sudah sembuh dari dulu.

Oh ya, satu lagi. Aku kehilangan HP, sampai-sampai semua orang dikerahkan untuk mencari termasuk mbak Ine. Sebetulnya mobile phone tersebut sudah agak rusak, kadang screen display nya nggak nampak. Memang harus diganti. Terus terang aku sayang banget sama hp ku itu, walaupun model kuno, tapi bisa menyimpan data banyak. Tapi kok ya harus hilang sebelum aku pindahin semua datanya. Akhirnya aku kehilangan data yang cukup banyak termasuk nomor telpon mbak Esther, Upi dan Devi. Akhirnya aku nggak bisa kontak-kontak mereka. Maaf ya teman-teman.  

Terimakasih atas doa teman-teman semua sehingga kami tiba selamat sampai tujuan dan kembali lagi ke Belanda dengan selamat pula. Cerita lainnya menyusul ya....